Laut Hitam di Utara Jakarta

Kinanti Munggareni
Hidup di era milenial, dibesarkan dengan istiadat 90'an. | https://munggareni.blogspot.com
Konten dari Pengguna
10 Januari 2017 19:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kinanti Munggareni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sekitar setahun yang lalu, sepulang kerja, saya dan si pacar pergi ke utara Jakarta: Pelabuhan Sunda Kelapa.
ADVERTISEMENT
Dia sampai di lokasi lebih dulu. Bersama teman-teman kantornya saat itu. Sementara saya menyusul dari Palmerah dengan menaiki mobil yang saya pesan melalui aplikasi online.
Kami bertemu di gerbang pelabuhan. Saya masuk tanpa membayar tiket. Saya juga baru tahu ternyata harus membayar setelah si pacar bertanya: Bayar kan?
Mungkin saya tidak ditagih karena saat itu masih pakai ID card kantor media. Mungkin dikira mau liputan.
Kapal Bersandar, Matahari Masih Sedikit Nyengat
Saya belum pernah naik kapal besar. Pun belum pernah begitu dekat dengan kapal-kapal layar yang bersandar di pelabuhan.
Saya selalu memimpikan, berlayar dengan kapal hingga ke negeri-negeri jauh. Dulu waktu kecil, saat di rumah masih terpasang ayunan saya sering berpura-pura. Memasang kain-kain di atas besi penyangga ayunan putih dengan ukiran-ukiran rumit. Ceritanya layar kapal. Tak lupa sebuah atlas dunia bertema Doraemon saya bawa, jadi bekal penunjuk arah.
ADVERTISEMENT
Di umur ke-26 baru saya betulan naik perahu di air laut. Itupun tak jauh dari daratan.
Ya, sesampainya di pelabuhan, si pacar ajak saya naik perahu. Teman-temannya sudah duluan.
Kami pun mencari mana nelayan yang mau mengantar. Hingga sesosok laki-laki berkulit legam khas orang laut memanggil dari jauh.
Senja tak begitu cantik kala itu. Matahari masih cukup nyengat. Tapi mungkin karena itu momen baru, kami begitu antusias.
Bersama Pak Uding Hingga ke Mercusuar
Rp 50,000. Itu harga yang kami sepakati untuk bolak balik dermaga-mercusuar-dermaga.
Pak Uding sudah lama di Jakarta. Dia asli Makassar. Seorang nelayan yang mengandalkan perairan dekat daratan Jakarta. Tak banyak lagi ikan yang didapat Pak Uding. Tentu karena tak banyak lagi ikan yang mau hidup di sana.
ADVERTISEMENT
Air laut hitam. Lebih hitam dari rambut saya. Lebih hitam dari langit malam. Kena limbah dari mana-mana.
Untuk itu, di waktu senggang Pak Uding juga menyewakan perahunya untuk membawa wisatawan seperti saya. Untuk tambah-tambah biaya hidup dan keluarga.
Perahu Pak Uding beberapa kali mogok. Pertama setelah kami melewati impitan dua kapal layar besar. Kedua setelah sedikit jauh dari daratan. Kata Pak Uding ada sampah nyangkut di motornya.
Perahu berjalan terus. Kami bergerak di sisi bangunan-bangunan besar yang sedang dibangun. Kala itu isu reklamasi teluk Jakarta sedang kuat-kuatnya. Saya dan si pacar berimajinasi.
Perahu bergoyang di atas air. Senja makin turun. Sampai juga kami di perbatasan. Mercusuar merah dan hijau terlihat. Ada kapal-kapal lebih besar terlihat. Jauh.
ADVERTISEMENT
Setiap melihat laut, saya yang orang darat selalu terpukau. Begitu luas pemandangan. Begitu banyak rahasia. Begitu menarik untuk diarungi.
Pak Uding memutar perahunya. Membawa kami kembali ke darat.
Di atas kapal-kapal layar besar terlihat orang-orang. Menjemur pakaian atau sekadar duduk-duduk. Mungkin istirahat setelah melakukan pelayaran panjang. Sekali lagi, imajinasi mampir ke kepala saya.
Matahari Pulang, Kami pun Pulang
Sampai juga kami di daratan. Salam perpisahan kami ucapkan kepada Pak Uding. Telapak tangannya tebal, buah kerja keras jadi orang laut. Sampai juga kami di daratan. Salam perpisahan kami ucapkan kepada Pak Uding. Telapak tangannya tebal, buah kerja keras jadi orang laut.
Tak banyak kami bercakap-cakap. Bahasa Indonesia Pak Uding kental dengan gramatika bahasa nenek moyang saya yang tak saya kenal, khas orang laut dari Makassar.
ADVERTISEMENT
Lain waktu mungkin kami kembali. Semoga Pak Uding masih bugar dan mengantar kami melihat mercusuar lagi. 
Sebetulnya harapan lainnya adalah airnya tak sehitam yang lalu, lantas Pak Uding meski tanpa jaring super besar tetap bisa tangkap banyak ikan. Tapi entah kapan itu bisa terjadi.
Entah kapan.