Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.87.1
Konten dari Pengguna
Inpres Anti Kegaduhan Bukan untuk Melarang Pejabat Berpendapat
8 November 2017 12:34 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
Tulisan dari Kinara Larasati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Untuk mewujudkan cita-cita nasional, kerja pemerintahan yang efektif dan saling terkoordinasi harus dilakukan oleh segenap jajaran. Oleh karena itu Presiden Joko Widodo akhir-akhir ini mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No.7 Tahun 2017 tentang Pengambilan, Pengawasan, dan Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di tingkat Kementerian Negara dan Lembaga Pemerintahan.
ADVERTISEMENT
Inpres tersebut akan mulai efektif pada 1 November 2017. Dengan Inpres tersebut, Presiden dan Wakil Presiden, Jokowi-JK ingin agar para menteri tidak mengeluarkan pandangan saling berbeda di depan publik, yang mana itu dapat membingungkan publik.
Namun, ternyata hadirnya Inpres tersebut mengundang komentar negatif dari sebagian pihak. Bahkan, ada juga yang memelintir substansi Inpres tersebut hingga tidak sesui dengan faktanya.
Seperti yang dilakukan oleh kanal media eramuslim.com yang menuduh Inpres tersebut sebagai bentuk represifitas pemerintah pada pejabat publik. Kanal media itu juga menyebutkan bahwa hadirnya Inpres tersebut untuk melarang pejabat berpendapat. Seperti yang pernah terjadi di masa Orde Baru dulu.
Hal ini tentu tidak benar dan merupakan informasi yang menyesatkan. Apa yang disampaikan oleh eramuslim seperti biasanya tidak menunjukan sisi jurnalisme yang sehat dan profesional. Pemberitaannya cenderung tidak berimbang dan bersifat agitatif yang tujuannya untuk menggiring opini masyarakat guna menyudutkan pemerintahan yang sah saat ini.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan pendapat eramuslim di atas, faktanya Inpres itu hadir bukan untuk menunjukan sisi genting saat ini. Justru sebaliknya, hal tersebut sebenarnya untuk mengembalikan esensi pelaksanaan tugas para pejabat di Indonesia. Agar tercipta suatu sinergitas antar jajaran dalam mencapai tujuan nasional.
Inpres yang ditujukan kepada sejumlah pihak, yaitu para menteri Kabinet Kerja, Sekretaris Kabinet, para kepala lembaga pemerintah non-kementerian, Panglima TNI, Jaksa Agung, dan Kepala Polri tersebut memuat mekanisme diantara para menteri/kepala lembaga dalam merumuskaan, menetapkan, dan melaksanakan setiap kebijakan.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan bahwa hadirnya Inpres ini karena teguran lisan dari Presiden dan Wakil Presiden pada pejabat publik yang berselisih pendapat di ruang publik kadang tidak diindahkan. Untuk itu perlu adanya aturan tertulis yang mengatur hal tersebut.
ADVERTISEMENT
Dengan Inpres ini bukan berarti Presiden melarang pejabat publik berpendapat di ruang publik juga. Hanya saja Wakil Presiden JK mengatakan bahwa setiap kebijakan baru boleh disampaikan ke publik setelah disepakati masing-masing kementerian yang terkait dan pihak berkepentingan lainnya.
Inpres ini berbeda dengan masa Orde Baru dulu, di mana kebijakan pemerintah disampaikan hanya oleh Menteri Penerangan yang saat itu dijabat Harmoko. Saat ini, semua menteri pada dasarnya boleh bicara, namun pernyataannya merupakan kebijakan yang telah disepakati oleh kementerian terkait. Kebijakan tersebut disepakati dengan difasilitasi oleh Menteri Koordinator.
Dengan melihat fakta di atas, kita jangan sampai mudah tergiring opini dengan pendapat yang tidak sesuai dengan kenyataannya. Agar tidak mudah terprovokasi, proses verifikasi ini menjadi sangat penting.
ADVERTISEMENT