Konten dari Pengguna

UU TPKS dan Kemenangan Pekerja Perempuan dari Ancaman Kekerasan Seksual

Kirana Sulaeman
Freelance content writer, Alumni Ilmu Politik Universitas Padjadjaran
15 April 2022 21:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kirana Sulaeman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber foto: pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber foto: pexels.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kekerasan Berbasis Gender (KGB), termasuk didalamnya kekerasan seksual, merupakan salah satu ancaman terbesar yang dihadapi kaum perempuan yang seringkali diabaikan oleh negara, setidaknya hingga UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) disahkan. Kasus-kasus seperti ini menghantui perempuan di berbagai tempat, terutama lingkungan pekerjaan.
ADVERTISEMENT
Menurut catatan Komnas Perempuan pada tahun 2019, dari sekitar tiga ribu kasus kekerasan seksual di ruang publik, 76% terjadi di lingkungan pekerjaan. Contoh paling terkenal terjadi di salah satu pusat industri terbesar di Indonesia, Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cakung. Dari seluruh pekerja perempuan di 38 perusahaan, sekitar 55% pernah mengaku pernah mengalami pelecehan seksual oleh pekerja mekanik laki-laki, HRD, hingga tukang parkir. Pelecehan terjadi secara verbal dan fisik sehingga banyak pekerja perempuan menggunakan selotip di kerah baju agar para pekerja mekanik laki-laki tidak bisa mengintip bagian tubuh vital mereka.
Di tengah maraknya kasus seperti ini, pemerintah sebenarnya sudah menetapkan beberapa payung hukum. Di Pasal 76 ayat (3) huruf b UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pengusaha diwajibkan untuk menjaga kesusilaan dan keamanan di tempat kerja bagi pekerja perempuan yang bekerja dari pukul 23.00 - 07.00. Kemudian dalam Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No. 1 tahun 2020, pengusaha wajib memberikan fasilitas perlindungan pekerja perempuan dari tindak kekerasan, pengaduan, dan pendampingan. Namun, keberadaan aturan-aturan semacam ini tidak disertai dengan implementasi dan penegakan yang tepat. Selain itu, peraturan tersebut gagal mendefinisikan kekerasan seksual secara spesifik serta kurangnya ancaman pidana bagi pelaku atau pengusaha yang tidak taat.
ADVERTISEMENT
Pengabaian pada kasus kekerasan seksual di lingkungan kerja dapat dilihat sebagai derivat dari budaya patriarki. Menurut Allan Johnson (2014) dalam buku The Gender Knot: Unraveling Our Patriarchal Legacy, patriarki adalah gagasan dengan karakter male-dominated, male-identified, dan male-centered. Gagasan patriarki menjelaskan "the nature of things" bahwa maskulinitas adalah karakter manusia sesungguhnya, sementara feminitas diposisikan sebagai subordinat dan "the other". Gagasan ini muncul di mana-mana, dari percakapan sehari-hari, literatur, film, hingga pada akhirnya berdampak secara riil dalam bentuk ancaman kekerasan bagi perempuan. Relasi kausal antara patriarki dan kekerasan bagi perempuan menjadi salah satu alasan kebangkitan feminisme di berbagai tempat di dunia.
Sejak awal tahun 2022 ketika isu kekerasan seksual semakin banyak digencarkan di media, Ikatan Buruh Perempuan berdemo menuntut pengesahan payung hukum yang lebih tegas dan tepat untuk melindungi perempuan, yaitu yang telah tertera di dalam RUU TPKS. Upaya mereka, beserta banyak aktivis perempuan lainnya, tidak berakhir sia-sia. Baru-baru ini DPR mengesahkan UU TPKS yang menjadi instrumen hukum yang tegas bagi pelaku, misalnya dengan mencabut Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) bagai perusahaan yang melanggar dan menetapkan 19 jenis perbuatan seksual yang masuk dalam kategori kekerasan seksual di mana ancaman pidananya paling sedikit lima tahun penjara.
ADVERTISEMENT
Pengesahan UU TPKS adalah kemenangan awal bagi pekerja perempuan Indonesia, sekaligus hasil manis perjuangan bertahun-tahun untuk mencegah kekerasan seksual di lingkungan kerja. Perjuangan selanjutnya yang menanti adalah bagaimana undang-undang ini dapat ditegakkan dan diimplementasikan secara konsisten dan merata di seluruh wilayah Indonesia.