Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Konten dari Pengguna
Tata Niaga Unggas Kacau: 3 Tujuan SDGs Terhambat
28 Maret 2021 11:45 WIB
Tulisan dari Kireiko Phelia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Seperti yang kita ketahui, daging ayam merupakan salah satu bahan pangan favorit di Indonesia. Harga daging ayam relatif terjangkau dan mudah didapatkan. Daging ayam juga mengandung protein hewani yang enak dan bergizi. Namun, apabila jumlah peternak ayam di Indonesia terus menurun, apa yang akan terjadi? Apabila ini masih berlangsung bukan tidak mungkin hal ini akan mempengaruhi ketahanan pangan di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Ketahanan pangan merupakan salah satu target dari Sustainable Development Goals (SDGs) atau Pembangunan Berkelanjutan. SDGs sendiri merupakan rencana aksi global untuk 15 tahun ke depan (berlaku sejak 2016 hingga 2030), guna mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan melalui 17 tujuan dan 169 target. Seperti yang disebutkan sebelumnya, permasalahan tata niaga unggas ini setidaknya bisa menghambat tiga tujuan maupun target dari SDGs.
Permasalahan Tata Niaga Unggas Tidak Bisa Dianggap Remeh
Selain ketahanan pangan yang dibahas pada tujuan nomor dua, permasalahan tata niaga ini juga menyinggung tujuan nomor delapan pada rencana SDGs (memastikan pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan). Target nomor delapan menyebutkan bahwa dunia harus melindungi hak-hak pekerja. Saat ini di Indonesia ada seorang peternak rakyat yang mengajukan gugatan ke Kementerian Pertanian Senin (15/3/2021) lalu.
ADVERTISEMENT
Ketua Paguyuban Peternak Rakyat Nasional (PPRN), Alvino Antonio, melalui kuasa hukumnya mengirimkan Nota Keberatan kepada Kementerian Pertanian (Kementan). Hal ini terjadi karena Kementan dianggap gagal memenuhi kewajibannya pada Undang-Undang (UU) No.19/2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dan Peraturan Pemerintah (PP) No.6/2013 Tentang Pemberdayaan Peternak. Keadaan peternak ayam di Indonesia saat ini bagai telur di ujung tanduk. Harga Pokok Produksi (HPP) selalu lebih tinggi dari harga jual sangat dirasakan oleh para peternak ayam di Indonesia. Alvino mengaku bahwa para peternak kecil sering tidak kebagian DOC atau day one chicken. Ditambah lagi permasalahan tingginya harga DOC yang ditetapkan oleh produsen raksasa. Sementara saat dijual, harga ayam malah turun karena kelebihan stock.
Beralih ke tujuan nomor dua belas, pada poin target nomor tiga. Poin ini menyebutkan bahwa pada tahun 2030, dunia harus mengurangi separuh jumlah dari sampah pangan global perkapita pada tingkat retail dan konsumen dan mengurangi kerugian makanan sepanjang produksi dan rantai penawaran, termasuk kerugian paska panen.
ADVERTISEMENT
Saat ini Pemerintah dianggap gagal mengendalikan supply and demand (tata niaga) unggas sehingga terjadi over supply yang mengakibatkan harga di pasar hancur. Belum lagi saat ada unjuk rasa bagi-bagi ayam gratis di depan Kementan. Kegiatan bagi-bagi ayam ini merupakan simbol bahwa keadaan para peternak sedang tidak baik. Harga yang anjlok membuat para peternak memilih untuk membagikan hasil ternak secara cuma-cuma kepada masyarakat. Hal ini sudah merepresentasikan adanya kerugian paska panen.
Keadaan para peternak ayam di tengah pandemi Covid-19 sudah tidak baik-baik saja. Selama PSBB para peternak sudah kehilangan konsumen tetap dari restoran yang terpaksa tutup. Peran pemerintah seharusnya terlihat di sini untuk menunjang para peternak rakyat justru tidak terlihat. Saat ini pelaku penyedia bahan pangan tidak mengharapkan untung yang penting tidak rugi. Harapannya Pemerintah bisa menjalankan aturan yang sudah ada dan melindungi ranahnya para peternak rakyat.
ADVERTISEMENT
Permasalahan tata niaga unggas yang kacau juga menambah beban para peternak rakyat saat ini. Namun para peternak tidak akan tinggal diam. “Cerita ini masih berlanjut, setiap minggu saya ada gerakan” tegas Alvino, peternak rakyat dari Bogor.