Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Nasib Guru di NTT: Rumah Roboh, Keguguran, hingga 2 Tahun Tinggal di Ruang Kelas
12 Maret 2020 15:00 WIB
ADVERTISEMENT
Nasib nahas bertubi-tubi dirasai Ermelinda Elviata dan Kasimirus Medo Lewar. Ibarat pepatah, nasib pasangan suami istri yang merupakan guru di Sekolah Dasar Negeri Hepang, Desa Nenbura, Kabupaten Sikka, NTT ini, tak ubahnya sudah jatuh tertimpa tangga.
ADVERTISEMENT
Rumah yang mereka tinggali roboh dilanda hujan disertai angin kencang pada 4 Januari 2020. Padahal rumah tersebut satu-satunya tempat bernaung yang mereka punya selama mengabdikan diri menjadi pengajar.
Itu pun hanya rumah darurat yang dibangun dari hasil swadaya masyarakat. Di atas tanah yang luasnya tak seberapa, berdinding bambu dan beratapkan seng.
Cobaan yang mereka alami tak berhenti di situ. Lebih sedih lagi nasib buruk turut mereka rasai: Ermelinda keguguran sewaktu berupaya menyelamatkan barang-barang di tengah badai.
Usia kandungannya saat itu memasuki bulan ketujuh. Kehamilan ketiga Merlinda itu yang sejatinya bakal menggenapi kebahagiaan mereka, mesti pupus di tengah cobaan lain yang juga mereka hadapi.
Saat partner kumparan, Florespedia menyambangi mereka, Ermelinda tampak berkaca-kaca mengenang peristiwa tersebut. Semua itu baginya terjadi serba darurat dan cepat.
ADVERTISEMENT
"Saat tinggal di ruang kelas, anak saya yang pertama sakit. Saya dengan anak ke Maumere untuk berobat. Tapi ternyata sampai di Maumere, saya yang dirawat di Puskesmas Beru. Mungkin karena kecapean. Tanggal 4 Januari itu saya masuk di Puskesmas Beru, itu Pa Guru (suami) di sini. Saya telepon dia turun dan saya dirujuk ke Rumah Sakit TC Hilers. Tiba di rumah sakit, memang anak saya sudah meninggal di kandungan," kenang Ermelinda, Kamis (13/1).
Mereka sudah dua tahun menempati rumah darurat tersebut. Selama rentang waktu itu pula mereka sudah bolak balik menjadikan ruang kelas sebagai tempat bernaung bila badai menerjang.
Kini mereka harus berbagi ruang kelas IV dengan para murid. Ruang kelas itu disulap jadi kamar tidur dengan cara diberi sekat. Guru dan murid di sekolah ini terpaksa rela menghadapi situasi proses belajar mengajar yang tak mengenakkan.
ADVERTISEMENT
Menurut Kasimirus, dua tahun sudah kenahasan itu mesti mereka rasai. "Bangunan dua rumah guru ini dibangun swadaya murni masyarakat. Jadi tiap tahun kalau musim hujan angin tiba kami mengungsi ke ruang kelas," tuturnya. Ia mengaku telah mengadukan keadaan ini kepada Bupati Sikka, Fransiskus Roberto, sejak tahun 2018. Sang bupati kala itu menjanjikan akan direnovasi tahun 2019, namun tak pernah terealisasi.
"Belum ada realisasinya, sehingga terpaksa saya bersama istri dan anak nginap di ruang kelas," ujarnya.
Nasib serupa juga dialami Maria Margaretha, guru kelas I SDN Hepang. Maria juga menempati rumah darurat berdinding pelupuh yang dibangun warga di lahan sekolah.
Kini, kondisi kedua rumah darurat tersebut bisa dibilang tak layak huni. Bangunannya mengalami rusak berat, sedang atapnya sudah bocor di sana-sini.
ADVERTISEMENT
Ketiganya hanya bisa berharap pemerintah memperbaiki dan membikinkan rumah permanen untuk mereka. Itu pun tak dapat dipastikan kapan akan terlaksana.
Uluran tangan dari kita barangkali bisa menjadi pengharapan lain buat para guru ini. Sebab meski kecil, akan sangat berarti demi menghadirkan proses belajar mengajar yang lebih layak di SDN Hepang.
Penulis: Muhamad Darisman
Story ini merupakan bagian dari campaign kumparanDerma. Ayo berderma sekarang.
Untuk info, saran dan kritik mengenai kumparanDerma, sila kirim ke [email protected]