Konten dari Pengguna

Kebijakan Untuk Mencapai 80 Persen Tingkat Pengelolaan Sampah pada Tahun 2025

Kominfo APEKSI
Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia dengan anggota 98 Pemerintah Kota
25 Juni 2021 13:00 WIB
·
waktu baca 7 menit
clock
Diperbarui 13 Agustus 2021 14:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kominfo APEKSI tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Waste taken from Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Waste taken from Unsplash
ADVERTISEMENT
Jakarta, 22 Juni 2021 – Bekerja sama dengan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) dan didukung oleh Kedutaan Besar Norwegia di Indonesia, SYSTEMIQ telah melakukan kajian komprehensif untuk memahami akar penyebab di balik permasalahan sistem pengelolaan sampah di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Khususnya tingkat pengelolaan sampah yang masih rendah dan telah mengidentifikasi faktor-faktor penentu utama yang dapat mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, yang pada akhirnya dapat mendukung pemerintah Indonesia dalam menggandakan tingkat pengelolaan sampah (pengurangan dan penanganan) ke 80% pada tahun 2025 dan secara permanen menghentikan 40 juta ton sampah mencemari lingkungan.
Pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmen yang sangat besar untuk dapat menyelesaikan persoalan pengelolaan sampah di Indonesia, dengan menetapkan target nasional seperti pengurangan sampah sebanyak 30% dan penanganan sampah sebanyak 70% pada tahun 2025 dan Pengurangan 70% sampah plastik laut pada tahun 2025. Berdasarkan laporan Kemitraan Aksi Plastik Nasional Indonesia atau National Plastic Action Partnership (NPAP) yang diluncurkan pada April 2020, disebutkan bahwa masih 39% sampah di Indonesia yang telah dikelola dengan baik mencakup pengurangan dan penanganan (data ini berdasarkan baseline 2017) yang berarti sekitar 40 juta ton sampah (4 juta ton di antaranya adalah plastik) yang terbuang ke lingkungan setiap tahunnya. Dalam laporan yang sama, ditargetkan untuk menggandakan tingkat pengelolaan sampah menjadi 80% pada tahun 2025 dan berdasarkan laporan ini, ditemukan bahwa tingkat pengelolaan sampah yang rendah utamanya di arkatipe rural, remote dan medium yang pada umumnya di daerah pedesaan. Selain itu, lebih dari 70% Tempat Pengelolaan Sampah Reduce Reuse Recycle (TPS3R) dan 40% Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) di Indonesia terbengkalai atau tidak diketahui statusnya, dan setiap tahun semakin banyak Tempat Pembuangan Akhir (TPA) saniter dan terkendali yang berubah menjadi fasilitas open dumping.
ADVERTISEMENT
Temuan dari kajian kebijakan tersebut dipresentasikan hari ini di Seminar Nasional (National Assembly) berjudul “Mencapai 80% Tingkat Pengelolaan Sampah di Indonesia dengan Tata Kelola yang Stabil dan Kuat dan Pendanaan yang Memadai dan Stabil” yang diselenggarakan bersama oleh APKASI, APEKSI, SYSTEMIQ bersama dengan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) dan didukung oleh Kedutaan Besar Norwegia. Seminar ini dihadiri oleh Kemenko Marves, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), pemerintah kabupaten dan kota se-Indonesia, Lembaga Swadaya Masyarakat, sektor swasta, para pemangku kepentingan pengelolaan sampah, kelembagaan dan pendanaan beserta perwakilan negara asing, kedutaan besar, lembaga donor, lembaga pembangunan dan keuangan internasional di Indonesia dengan jumlah lebih dari 600 orang peserta.
ADVERTISEMENT
“Pemerintah Norwegia mendukung upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam upaya menyelesaikan persoalan pengelolaan sampah, dan mengapresiasi kajian kebijakan pengelolaan sampah yang dilakukan oleh SYSTEMIQ,” ujar Vegard Kaale, Duta Besar Norwegia untuk Indonesia dalam sambutannya pada seminar nasional, “menyelesaikan persoalan di sektor persampahan tidak dapat dilakukan dalam waktu yang cepat. Dibutuhkan upaya serta pendekatan kontekstual yang perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik setempat. Jika sampah di hulu tidak dikelola dengan baik, maka persoalan sampah di laut tidak akan berakhir.”
“Pengelolaan sampah harus dilakukan dari hulu ke hilir, salah satunya dengan mendahulukan pengelolaan sampah dari sumber, dengan menggiatkan tiga aspek utama: tata kelola, peningkatan kapasitas dan pendanaan,” ujar Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kemenko Marves Dr. Ir. Nani Hendiarti, MSc., “perlunya model kelembagaan yang kuat untuk pengelolaan sampah, salah satunya melalui BLUD, juga penting untuk didukung dengan adanya Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang jelas dalam layanan persampahan, dukungan anggaran yang memadai dan penegakan hukum.”
ADVERTISEMENT
Hasil dari kajian tersebut mengidentifikasi dua faktor penentu utama untuk meningkatkan tingkat pengelolaan sampah dua kali lipat di Indonesia:
1. Tata Kelola Pengelolaan Sampah yang Stabil dan Kuat
Susunan Tata Kelola: Kajian ini mengusulkan penerapan Badan Layanan Umum Daerah/BLUD (pada Unit Pelaksana Teknis Daerah/UPTD) sebagai kelembagaan pengelolaan sampah karena BLUD berpotensi lebih professional dan berkelanjutan, cakupan layanan bisa se-kabupaten/kota, potensi pendanaan dari berbagai sumber termasuk pemerintah, swasta, iuran, penjualan material sampah dan dapat mengelola pendapatan secara mandiri.
Koordinasi tata kelola: Kajian ini mengusulkan pengubahan tata kelola dari yang berbasis masyarakat ke berbasis institusi, dengan mengusulkan penggantian Permendagri No. 33 Tahun 2010 yang telah dicabut dan dalam peraturan yang baru tanggung jawab pengelolaan sampah sepenuhnya diberikan kepada pemerintah kabupaten/kota termasuk pengelolaan sampah dari sumber dan peran utama masyarakat/desa focus pada kampanye perubahan perilaku untuk pengurangan sampah atau 3R – reduce (pembatasan), reuse (pemanfaatan kembali), dan recycle (pendauran ulang) sampah.
ADVERTISEMENT
Penegakan hukum larangan membuang/membakar sampah: Kajian ini mengusulkan pengelolaan sampah menjadi Urusan Pemerintah Wajib – Pelayanan Dasar (dengan mengajukan revisi UU No. 23 Tahun 2014) agar pengelolaan sampah menjadi prioritas sehingga akses ke layanan sampah meningkat sehingga penegakan hukum bisa efektif. Penegakan hukum juga harus dibarengi dengan kampanye dan informasi pengurangan sampah yang memadai dan adanya sistem pengaduan dari masyarakat dan tindakan jika layanan sampah tidak tersedia.
2. Pendanaan Pengelolaan Sampah yang Memadai dan Stabil
Untuk mencapai 80% tingkat pengelolaan sampah pada tahun 2025, untuk biaya investasi (CAPEX) dibutuhkan sekitar Rp. 22.000/kapita/tahun, sementara biaya yang dibelanjakan pemerintah saat ini sekitar Rp. 5.000/orang/tahun sehingga ada selisih Rp. 17.000/kapita/tahun. Untuk biaya operasional (OPEX) dibutuhkan sekitar Rp. 43.000/kapita/tahun, sementara biaya yang dibelanjakan pemerintah saat ini sekitar Rp. 19.000/orang/tahun sehingga ada selisih Rp. 24.000/kapita/tahun.
ADVERTISEMENT
Untuk menutup selisih biaya-biaya tersebut kajian ini mengusulkan tiga sumber pendanaan utama: pertama, retribusi sampah sebagai sumber pendanaan utama, dengan mengusulkan pengelolaan retribusi secara tidak langsung (indirect) dengan menggabungkan retribusi ke tagihan utilitas misalnya tagihan listrik atau air seperti yang sudah umum dilakukan negara-negara lain dengan tingkat pengelolaan sampah yang tinggi; kedua, meningkatkan anggaran pemerintah dengan mengusulkan pengelolaan sampah menjadi Urusan Pemerintahan Wajib Pelayanan Dasar agar pengelolaan sampah menjadi prioritas alokasi anggaran; ketiga, potensi pendanaan sektor swasta sebagai tambahan sumber pendanaan dengan menggali dan piloting mekanisme plastic credits untuk CAPEX dan menggali pendanaan bersama (co-funding) sektor swasta sebagai salah satu opsi jangka panjang untuk OPEX.
“Kami mendukung penuh kelembagaan pengelolaan persampahan yang menerapkan BLUD di kabupaten-kabupaten di Indonesia. Melalui kajian ini, diharapkan BLUD dapat menjadi model alternatif dalam pengelolaan sampah yang lebih baik ke depannya.” Ujar Ketua Umum APKASI dan Bupati Kabupaten Dharmasraya, Sutan Riska Tuanku Kerajaan, SE.
ADVERTISEMENT
“APEKSI memandang isu sampah harus menjadi prioritas kepala daerah yang dituangkan dalam visi misinya. Persoalan pendanaan yang selama ini dihadapi, diharapkan bisa diselesaikan jika pemerintah daerah membangun kolaborasi dengan berbagai pihak (pentahelix) selain juga perlu melihat kelembagaan yang mampu mendukung solusi persoalan pendanaan tadi. Untuk itu kami mendukung kelembagaan BLUD untuk pengelolaan persampahan, dimana diharapkan akan menjadi model alternatif dalam pengelolaan sampah yang lebih baik ke depan.” Ujar Ketua umum APEKSI dan Wali kota Bogor, Dr. H. Bima Arya Sugiarto.
“Kajian ini bukan saja berdasarkan pengalaman dan data-data riil dari implementasi di lapangan tetapi juga menganalisa praktik-praktik terbaik di negara lain, dan temuan-temuan awal dikonsultasikan dengan kementerian, para ahli dan pemangku kepentingan terkait untuk mendapatkan hasil kajian yang komprehensif”. Ujar Lincoln Rajali Sihotang, Program Manajer Kajian Kebijakan SYSTEMIQ.
ADVERTISEMENT
Melalui Seminar Nasional ini, diharapkan temuan dan rekomendasi kajian ini menjadi dasar pertimbangan bagi keputusan bagi pemerintah pusat dan daerah dalam implementasi program-program pengelolaan sampah untuk mencapai 80% tingkat pengelolaan sampah di Indonesia dan target-target pengelolaan sampah lainnya dan juga menjadi bahan masukan perancangan dan perumusan kebijakan-kebijakan pengelolaan sampah di masa yang akan datang.
Tentang SYSTEMIQ
SYSTEMIQ adalah perusahaan yang dibentuk pada tahun 2016 untuk mendorong pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang disusun oleh PBB dan Persetujuan Paris dengan mentransformasikan pasar dan model bisnis dalam tiga wilayah utama: penggunaan lahan, material, dan energi. Di bawah kerja sama dengan mitra di berbagai sektor, SYSTEMIQ bertujuan untuk membuka peluang ekonomi yang menguntungkan bagi usaha, masyarakat, dan lingkungan hidup. Untuk menelusuri lebih lanjut, kunjungi www.systemiq.earth.
ADVERTISEMENT
Tentang APKASI
APKASI adalah Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia dengan 416 anggota. APKASI memiliki tugas penting yang bertujuan untuk meningkatkan peran otonomi daerah di tingkat kabupaten dan bermitra dengan pemerintah nasional. Tugasnya antara lain adalah untuk memfasilitasi kepentingan pemerintah kabupaten dalam penyelenggaraan pemerintah sesuai dengan otonomi daerah. Untuk mempelajari lebih lanjut, kunjungi www.apkasi.org.
Tentang APEKSI
APEKSI adalah Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia yang beranggotakan 98 pemerintah kota yang bertujuan membantu anggotanya dalam melaksanakan otonomi daerah dan menciptakan kerja sama yang kondusif antar pemerintah daerah. Sejalan dengan semangat desentralisasi dan demokrasi, APEKSI telah membantu anggotanya untuk mencapai peningkatan kesejahteraan sosial melalui demokrasi, partisipasi, keadilan dan pemerataan akses terhadap keragaman dan potensi lokal. Untuk mempelajari leboh lanjut, kunjungi www.apeksi.id.
ADVERTISEMENT