Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Kajian Prof Nasaruddin Umar: Berbaik Sangka Namun Tetap Waspada
13 November 2024 11:04 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari SEVIMA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering dihadapkan pada dilema antara berbaik sangka dan bersikap hati-hati. Apakah harus selalu berpikiran positif terhadap semua orang, atau justru sebaliknya, waspada dan curiga terhadap mereka yang belum kita kenal?
ADVERTISEMENT
Di era digital saat ini, di mana interaksi terjadi tanpa tatap muka, tantangan untuk memahami niat seseorang semakin besar. Hal ini sering dirasakan banyak orang, kebingungan antara menjaga hati yang bersih dan melindungi diri dari potensi bahaya. Tidak jarang, kita berakhir dengan merasa bersalah karena terlalu mencurigai, atau malah merasa tertipu karena terlalu mudah percaya.
Dalam kajian yang disampaikan secara daring di akun YouTube NUO, Prof. Nasaruddin Umar, Menteri Agama, memberikan pandangan yang menyejukkan mengenai topik ini. Beliau menegaskan bahwa berbaik sangka atau husnuzan dan sikap berhati-hati adalah dua hal yang berbeda, namun keduanya dapat berjalan berdampingan.
Menurut Prof Nasaruddin, sering kali orang salah mengartikan berbaik sangka sebagai sikap yang sepenuhnya mengabaikan potensi bahaya. Padahal, berbaik sangka tidak berarti kita menutup mata dan membiarkan diri kita rentan terhadap penipuan atau manipulasi.
ADVERTISEMENT
Kehati-hatian: Antara Tabayyun dan Husnuzan
Prof Nasaruddin menekankan pentingnya tabayyun, yaitu melakukan verifikasi atau klarifikasi sebelum mempercayai informasi atau menilai seseorang. Dalam kajiannya, ia mengungkapkan bahwa meskipun kita diajarkan untuk berbaik sangka, kita juga dianjurkan untuk selalu melakukan pengecekan dan klarifikasi terhadap apa yang kita terima. "Saya selalu berasumsi baik terhadap orang yang baru saya temui. Namun, saya tetap melakukan pengecekan, apakah benar orang ini bisa dipercaya," ujar Prof. Nasaruddin.
Konsep tabayyun ini menjadi filter yang penting dalam menyikapi informasi yang kita terima. Ia mencontohkan, ketika kita mendengar kabar buruk tentang seseorang, alih-alih langsung memvonis, kita sebaiknya melakukan verifikasi lebih dulu. Ini berbeda dengan buruk sangka atau suuzan, di mana kita langsung menilai negatif seseorang tanpa dasar yang jelas. Sikap suuzan, menurut Prof. Nasaruddin, berangkat dari hati yang sudah dipenuhi prasangka buruk sehingga apa pun yang dilakukan orang lain akan selalu dianggap negatif.
ADVERTISEMENT
Menghindari Prasangka Negatif dengan Kesadaran yang Bijak
Prof Nasaruddin menegaskan, kehati-hatian bukanlah bentuk dari suuzan. Berhati-hati adalah bentuk kewaspadaan yang dibarengi dengan niat untuk mencari kebenaran, bukan menghakimi. "Ketika seseorang terbukti munafik setelah melalui proses klarifikasi, saya akan berhati-hati terhadapnya. Namun, saya tidak akan membencinya," ungkap beliau. Ini menunjukkan bahwa kehati-hatian tidak sama dengan membenci atau menganggap buruk seseorang, melainkan sebuah upaya menjaga diri dengan tetap mengedepankan sikap adil dan objektif.
Prof Nasaruddin juga mengingatkan bahwa manusia selalu berubah. "Jangan pernah beranggapan bahwa seseorang akan selalu baik atau selalu buruk selamanya," tambahnya. Manusia bisa berubah seiring waktu, baik karena proses pembelajaran, pengalaman hidup, atau perubahan hati. Oleh karena itu, kita diajarkan untuk terus memperbarui penilaian kita terhadap seseorang berdasarkan apa yang kita ketahui saat ini, bukan berdasarkan prasangka atau pengalaman masa lalu yang mungkin sudah tidak relevan.
ADVERTISEMENT
Menjaga Hati dengan Berbaik Sangka dan Kewaspadaan
Pada akhirnya, Prof Nasaruddin mengajak masyarakat untuk bijak dalam bersikap. Berbaik sangka tetaplah menjadi fondasi dalam hubungan antarmanusia, tetapi bukan berarti mengabaikan kewaspadaan. Dalam konteks ini, beliau mengajak kita untuk terus menerapkan tabayyun sebagai bentuk kehati-hatian yang positif. Dengan demikian, kita bisa menjaga hati tetap bersih tanpa terjebak dalam prasangka buruk yang hanya akan merugikan diri sendiri dan orang lain.