Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Kajian Spiritual KH Nasaruddin Umar: Temukan Ketenangan di Era Kehidupan Modern
6 November 2024 9:05 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari SEVIMA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam kajian yang disampaikan oleh Nasaruddin Umar, kita diajak merenung tentang fenomena stres yang makin umum terjadi dalam masyarakat modern. Ia menyoroti bahwa stres merupakan istilah baru, dimana tidak dikenal oleh masyarakat dahulu.
ADVERTISEMENT
Menurutnya kakek-nenek kita mungkin menghadapi masalah serupa, namun mereka memiliki cara yang berbeda dalam merespons tekanan hidup, yaitu dengan menjalin persahabatan yang erat dengan alam.
Beliau menggambarkan bahwa bagi orang-orang terdahulu, hutan dan sungai bukan hanya sekadar lingkungan sekitar; pepohonan, burung, hingga gemericik air sungai dianggap sebagai hiburan yang menenangkan. Alam semesta adalah sahabat sejati yang membantu mereka melepas lelah dan menemukan ketenangan.
Otak Kanan dan Otak Kiri: Keseimbangan yang Hilang
KH Nasaruddin menyampaikan bahwa masyarakat modern cenderung didikte oleh “otak kiri,” yang terkait dengan logika dan analisis. Otak kiri mengajak kita untuk mempertanyakan dan menilai segala sesuatu, sering kali membuat kita terjebak dalam rasa curiga. Sebaliknya, otak kanan, yang melambangkan perasaan cinta dan empati, semakin jarang digunakan, sehingga kehidupan menjadi kering dan cenderung penuh tekanan.
ADVERTISEMENT
"Ketika cinta mendominasi hati kita, kita bisa merasa bahagia bahkan di tengah keterbatasan," ujar KH Nasaruddin. Sebaliknya, ketika hidup dipenuhi curiga, kemewahan sekalipun tidak mampu membawa kedamaian. Inilah perbedaan mendasar antara rasa syukur yang sederhana dan ketidakpuasan yang sering kali lahir dari dorongan logika yang berlebihan.
Islam sebagai Penyejuk Hati: Obat untuk Stres
Islam, lanjut beliau, menawarkan cara-cara untuk mengobati stres melalui pendekatan spiritual. Dalam ajaran Islam, ingat kepada Allah melalui salat dan zikir diyakini dapat menenangkan jiwa dan hati. Ketika hati tenang, kebahagiaan sejati akan dirasakan. “Kebahagiaan itu tidak bisa dibeli dengan uang, mobil, atau istana. Ketenangan batin adalah harta yang tak ternilai harganya,” jelasnya.
Beliau menambahkan, "Ketenangan itu bisa saja dirasakan di tempat sederhana. Sebaliknya, kemewahan belum tentu menghadirkan kedamaian." Stres sering kali lahir dari ketidakseimbangan antara pemikiran logis (otak kiri) dan kepasrahan kepada Tuhan (otak kanan). Ketika kita terlalu banyak menggunakan otak kiri, segala sesuatu yang tidak sesuai harapan cenderung membuat kita kecewa dan frustasi.
ADVERTISEMENT
Kebahagiaan Sejati Berasal dari Kedekatan dengan Tuhan
KH Nasaruddin Umar mengajak kita untuk mengevaluasi ulang arti kebahagiaan. Menurutnya, sumber kebahagiaan sejati adalah kedekatan dengan Tuhan, bukan harta atau kedudukan. Kebahagiaan yang dibangun dari obsesi pada materi cenderung bersifat sementara. Ia mengibaratkan, "Kebahagiaan semu hanya bertahan beberapa jam, setelah itu hati kembali dirundung keresahan."
Sebaliknya, kebahagiaan yang lahir dari iman kepada Tuhan bersifat abadi. “Keabadian kebahagiaan terletak pada hubungan manusia dengan Sang Pencipta. Semakin dekat kita dengan Tuhan, semakin kuat pula rasa damai dalam hati kita,” tegas beliau.
Stres sebagai Penggerak Kompetisi
Namun demikian, KH Nasaruddin juga mengingatkan bahwa stres memiliki sisi positif bila diimbangi dengan kontrol yang baik. Stres, katanya, bisa menjadi pendorong untuk berkompetisi dan mencapai tujuan. Namun, ketika stres itu berlebihan, ia berubah menjadi penyakit yang berdampak pada fisik, seperti pusing, gangguan lambung, hingga masalah jantung.
ADVERTISEMENT
Beliau menegaskan pentingnya memiliki sikap yang seimbang terhadap stres. Stres ringan dapat memacu semangat, tetapi stres yang berlebihan dapat menghancurkan diri kita.