Konten dari Pengguna

Momen Kemerdekaan, Pelita Gelar Diskusi Soal Masa Depan Pendidikan Vokasi

SEVIMA
Sentra Vidya Utama (Sevima) adalah Education Technology yang berdiri sejak tahun 2.004, dengan komunitas dan pengguna platform yang tersebar di lebih dari 1.000 kampus se-Indonesia. Bersama kita revolusi pendidikan tinggi, #RevolutionizeEducation!
21 Agustus 2023 14:31 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari SEVIMA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Momen Kemerdekaan, Pelita Gelar Diskusi Soal Masa Depan Pendidikan Vokasi
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Pendidikan vokasi memiliki peran yang sangat penting dalam membekali generasi muda dengan keterampilan praktis yang diperlukan untuk berkontribusi dalam dunia industri. Pada momen memperingati Kemerdekaan ke-78 Republik Indonesa, Perkumpulan Politeknik Swasta Seluruh Indonesia (Pelita) menggelar E-Talkshow dengan tema Masa Depan Pendidikan Vokasi, Peluang dan Tantangan yang diadakan secara daring pada 19 Agustus 2023.
ADVERTISEMENT
Puluhan Direktur Politeknik pun mengikuti kegiatan yang turut dihadiri oleh Dirjen Vokasi Tahun 2020-2022, Wikan Sakarinto, ST., M.Sc., Ph.D. Pada kesempatan itu Wikan menyampaikan tantangan utama dalam pendidikan vokasi tidak semata-mata terletak pada aspek infrastruktur atau peralatan, melainkan lebih pada pola pikir atau mindset yang sulit diubah. Ia menyoroti beberapa isu mendasar yang perlu menjadi perhatian dalam menghadapi tantangan ke depan pendidikan vokasi.
"Kita selalu teriak kekurangan duit dan alat. Tapi sesungguhnya bukan itu, masalahnya ada pada mindset. Kita sudah punya kurikulum merdeka yang jauh lebih link and macth tetapi kalau mindset guru atau kepala sekolah tidak berubah, ya tidak ada bedanya," kata Wikan saat E-Talkshow, Sabtu (19/8/2023).
Salah satu isu yang diangkat adalah kecenderungan pendidikan vokasi dalam lebih menekankan pada pengembangan keterampilan teknis atau hardskill dibandingkan dengan aspek keterampilan sosial dan kepribadian atau softskill. Menurut Wikan, pandangan ini membuat anak-anak dididik dengan pola pikir bahwa tujuan akhir dari pendidikan vokasi adalah untuk menjadi "tukang" dalam industri.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks ini, pembelajaran vokasi sering kali terfokus pada praktik yang mengambil porsi hingga 70 sampai 90 persen. Dalam pembelajaran sering kali mengabaikan pentingnya pengembangan karakter, etika, serta kemampuan beradaptasi yang diinginkan oleh dunia industri.
"Pembentukan karakter dan etitude itu penting dan justru yang diinginkan oleh industri, bukan hanya hardskill sehingga kita selalu menuntut kita butuh peralatan," katanya.
Wikan mencontohkan pembelajaran yang diterapkan di Politeknik Gistrav dengan Akademi Inovasi Indonesia yang baru saja berdiri. Di Politeknik Gistrav melatih keseimbangan antara hardskill dan softskill melalui pendekatan pembelajaran yang lebih berorientasi pada pengalaman praktis. Konsep "teaching factory" di mana siswa belajar melalui interaksi dengan dunia nyata dan langsung berhadapan dengan konsumen serta situasi yang mungkin timbul dalam industri, menjadi salah satu contoh pendekatan inovatif.
ADVERTISEMENT
Wikan mengusulkan bahwa pendidikan vokasi harus bertransformasi menuju paradigma baru. Menurutnya, siswa harus segera terlibat dalam lingkungan nyata industri sejak awal pembelajaran. Ini akan membantu siswa beradaptasi dengan tuntutan dan dinamika industri sebenarnya, di mana mereka akan berhadapan dengan berbagai situasi, termasuk kemungkinan kegagalan dan kendala. Dalam hal ini, peran dosen juga harus berubah menjadi "coach" yang memberikan bimbingan lebih dari sekadar pengajaran teori.
Contoh lain di program studi Teknik Mesin di Akademi Inovasi Indonesia, Salatiga. Dalam hal ini, perubahan mindset dan kurikulum membawa perubahan signifikan. Dengan menekankan pada pengalaman nyata di industri melalui metode "teaching factory", mereka berhasil menciptakan lulusan yang tidak hanya memiliki keterampilan teknis yang solid, tetapi juga kualitas kepribadian, etika, serta kemampuan berkolaborasi yang dihargai oleh industri.
ADVERTISEMENT
"Meski baru dibuka tiga minggu lalu, sudah dapat mahasiswa 70 persen dari daya tampung karena kuliah gratis sampai lulus. Dari mana? karena kita berani merubah mindset, kurikulum dirombak dengan teaching factory," ucapnya.
Wikan mengingatkan bahwa perubahan paradigma dalam pendidikan vokasi tidak hanya berkaitan dengan penyediaan peralatan dan fasilitas belaka. Lebih dari itu, perubahan pola pikir dan pendekatan pembelajaran yang lebih holistik perlu diimplementasikan secara merata. Melalui pendekatan ini, mahasiswa akan siap menghadapi dunia kerja yang semakin kompleks dan dinamis, di mana keterampilan teknis dan softskill memiliki bobot yang sama pentingnya.
Menurutnya dalam menghadapi tantangan ke depan, pendidikan vokasi di Indonesia perlu mengadopsi pendekatan yang lebih progresif dan adaptif. Paradigma baru ini akan membantu mencetak lulusan vokasi yang tidak hanya berkualitas dalam segi teknis, tetapi juga memiliki karakter, etika, dan kemampuan beradaptasi yang dibutuhkan oleh dunia industri yang terus berkembang.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Ketua Pelita Akhwanul Akhmal mengatakan Pelita berperan sebagai wadah kolaboratif bagi politeknin swasta yang ada di Indonesia. Terlebih politeknik memiliki tantangan dan kendala masing-masing dalam mengembangkan perguruan tingginya. Sehingga diharapkan melalui wadah kolaboratif ini bisa menyatukan dan mencari solusi yang terbaik.
"Melalui kegiatan ini penting dalam memastikan bahwa berbagai ide, inovasi, dan strategi terbaik dapat ditemukan dan diadopsi oleh berbagai institusi politeknik di seluruh negeri," ucapnya.
Direktur Eksekutif Pelita Indonesia, Ginanjar Wiro Sasmito, M.Kom mengatakan pendidikan vokasi memiliki peran strategis dalam mencetak tenaga kerja terampil yang dibutuhkan oleh negara. Salah satu hal krusial dalam pendidikan vokasi adalah keterhubungan antara dunia pendidikan dengan dunia industri (dudi).
"Kolaborasi antara pendidikan vokasi dan DUDI sangatlah penting dalam membentuk tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan industri saat ini. Di era modern seperti sekarang, kebutuhan akan tenaga kerja terampil lebih tinggi dibandingkan dengan tenaga konvensional," kata Ginanjar.
ADVERTISEMENT