Konten dari Pengguna

Opini Bapak Ramdi: SPMI PERGURUAN TINGGI BERJALAN SENDIRI

SEVIMA
Sentra Vidya Utama (Sevima) adalah Education Technology yang berdiri sejak tahun 2.004, dengan komunitas dan pengguna platform yang tersebar di lebih dari 1.000 kampus se-Indonesia. Bersama kita revolusi pendidikan tinggi, #RevolutionizeEducation!
8 Oktober 2024 16:20 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari SEVIMA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mayoritas secara faktual menunjukkan bahwa perjalanan SPMI setelah dicetuskan kemudian diterapkan perguruan tinggi di Indonesia berjalan lambat. Namun pada satu sisi dia diagungkan sebagai motorik untuk mencapai kesetaraan kualitas perguruan tinggi standar Internasional. Memproklamirkannya pada berbagai seminar dan workshop,memposisikannya sebagai kinerja tata pamong paling urgen, dan mengaturnya pada regulasi bahwa untuk wajib lapor tentang perkembannya ke ditjendikti melalui akun khusus. Hebohnya memanggungkan SPMI tidaklah berkesesuaian dengan fakta sesungguhnya pada perguruan tinggi. Ibarat memasarkan barang dengan cara gembar gembor, padahal produknya masih belum beres di pabrik.
ADVERTISEMENT
Wajah SPMI terkini masih berjibaku tentang pemahamannya, tentang pembentukan UPT selaku institusi khusus ranah fungsional untuk menanganinya seperti Unit Penjaminan Mutu, Badan Penjaminan Mutu, dan sejenisnya, serta tugas wajib pelaporan dokumen dokumen SPMI. Namun tak kalah penting pula tentang saling lempar dan saling tuduh antara struktural dengan petugas SPMI untuk tugas kinerja perguruan tinggi. Kepolosan bermanajemen mutu seperti ini ditandai dengan asumsi struktural bahwa petugas SPMI meringankan tugas tugasnya yang batasan tugas itupun tidak jelas, menganggap petugas SPMI selaku pekerja segala bisa yang salah satunya pelaporan instrumen akreditasi dipandang sebagai kewajiban petugas SPMI.
Padahal sesungguhnya tugas penjaminan mutu itu adalah tugas tata pamong perguruan tinggi, tata pamong itu disebut sebagai struktural. Nah, begitu terbentuknya petugas SPMI selaku stafnya Struktural yang bertugas sebagai tenaga ahli mutu atau konsultan internal mutu, tukang kaji mutu, pemberi arahan mutu, bukan berarti tugas struktural berkurang tetapi justru bertambah. Bahwa yang selama ini tata kelola perguruan tinggi oleh struktural terkesan rutinitas dan konvensional , maka dengan adanya petugas SPMI akan mengarahkan pada kinerja mutu sehingga porsi kerja itu akan meningkat baik secara kuantitas maupun kualitas, jadi bukannya berkurang. Hebatnya lagi petugas SPMI diposisikan menurut anggapan sebagai bentuk pejabat struktural baru. Padahal sudah cukup jelas pada IKU tata pamong bahwa penjaminan mutu itu salah satu tugas pokok ketatapamongan disamping empat tugas pokok lain yang meliputi : GUG, Tata Kelola, Kepemimpinan, dan Kerjasama.
ADVERTISEMENT
Tak kalah hebat pula, petugas SPMI sebagai LLDIKTI oriented, seolah centra urusannya bersumber dari informasi LLDIKTI dan merekapun punya WAG antar sesama petugas SPMI per LLDIKTI, sementara bagi struktural mulai santai oriented karena sebahagian tugasnya dicover petugas SPMI. Kalau digabungkan keduanya menghasilkan cuek oriented. Seolah masing masing nya berucap secara intra personal " bahwa dunia kita jauh berbeda ".
Akar masalah dari sudut pandang staffing atas fenomena yang dijabarkan tersebut disebabkan pejabat struktural yang dipilih masih minim penguasaannya terhadap kinerja perguruan tinggi dan manajemen perguruan tinggi. Pada sisi lain kelemahan petugas SPMI bisa disebabkan petugas SPMI yang dipilih bukanlah seorang pemikir dan konseptor serta minim memiliki penjiwaan dan keteguhan prinsip dalam bermutu, artinya petugas SPMI idealnya berkemampuan sebagai Value Police seorang yang berkemampuan koordinatif,kontrol, kollaboratif, serta komando. Ketidakmampuan seperti inilah salah satu penyebab hingga petugas SPMI ini terkesan berjalan sendiri, dia terkesan single fghter, bagaikan anak ayam yang berjalan sendiri, tercecer dari saudaranya yang lain yaitu terpisah dari struktural dan tendik.
ADVERTISEMENT
Faktor eksternal bisa disebabkan pula bahwa pendapatan pokok dosen struktural dan fungsional adalah mengandalkan dari mengajar. Sehingga merasa alergi terbebani tugas teknis dan tugas yang membutuhkan pemikiran yang berat berat. Jadi alangkah bagus adanya rencana pemerintah untuk melepaskan pimpinan dan wakil pada perguruan tinggi dari kinerja Tri Dharma sehingga tugasnya fokus memanej perguruan tinggi. Ibarat para dokter merangkap manejer rumah sakit masih menyambil mengobati pasien, sehingga menimbulkan pertanyaan ke padanya : mau memajukan rumah sakit atau mau menyuntik pasien ?
Merupakan kalideoskop yang bagus bila mengulang cerita ke belakang dengan suguhan narasi berbeda, sebagai sebuah cerita bersambung dengan tema yang sama tetapi ceritanya dimodifikasi yang mengguiding struktural dan fungsional perguruan tinggi tentang tanggung jawab dan kinerjanya. Tidak harus disajikan melalui rentetan ilmiah, biasa biasa saja, anggap diskusi versi warung kopi. Deskripsinya di bawah ini.
ADVERTISEMENT
Saat BP PTS / Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta seperti Yayasan menitip amanat ke Pejabat Struktural dan Fungsional, seolah dia berkata : kutitipkan perguruan tinggi ini padamu sekaligus undang undang dasarnya ( STATUTA ) sebagai pedoman arah dan fungsi kontrol. Rumuskanlah arah dan berjalanlah sesuai arah teraebut yang disebut sebagai VMTS.
Langkah kinerja struktural pertama adalah merumuskan cita cita tentang mau dibawa ke mana perguruan tinggi ini, adalah VMTS. Namun ada sedikit cerita lucu karena ada struktural merasa hebat oleh sebab merumuskan VMTS yang terlalu hebat. Dicaplok itu VMTS perguruan tinggi yang lebih maju dengan cara Capsani, caplok sana sini. VMTS itu melangit hingga lupa membumi. Apakah tidak paham bahwa cita cita kita pasti berbeda dengan yang lain, mengapa tidak menerapkan Evaluasi diri berbasis Swot sehingga kita bisa sadar bahwa kita sesungguhnya kurang modal, bagaikan pengecer memiliki cita cita yang sama dengan cita cita grosir. Nah, begitilu diuji melalui evaluasi standarisasi SMART, baru ketahuan kacau balaunya.
ADVERTISEMENT
Langkah kinerja struktural kedua adalah penjaminan mutu melalui manajemen mutu untuk mewujudkan pencapaian cita cita atau VMTS. Objek materilnya seputar standar mutu akademis / Tri Dharma dan standar mutu non akademis sebagai mana termaktub pada regulasi Permenrustekdikbud No 53 Tahun 2023 , serta regulasi lain atau petunjuk lainnya. Jenis materil itu secara umum 24 standar mutu akademik ditambah minimal 5 standar mutu non akademik dengan kata lain minimal relevan dengan asesmen Ban PT. Kualifikasi standar mutu terdiri dari IKU dan IKT. Kemudian dilanjutkan melalui mesin pengolahan penjaminan mutu.
Identifikasi mesin pengolah penjaminan mutu itu terdiri dari lima mesin yang disebut juga 5 buku SPMI. Yang paling vital adalah buku 2 yang disebut manual mutu. Cara kerjanya berbentuk circle, disebut sebagai circle PPEPP. Dari sinilah biang persiteruan manajemen kinerja pergurun tinggi itu.Perlu ditegaskan bahwa PPEPP merupakan tugas dan tanggung jawab Strukturul, bukan tanggung jawab petugas SPMI. Hanya saja dalam E struktural tidak boleh melakukan secara teknis karena sasarannya ke kinerjanya sendiri.
ADVERTISEMENT
Berbagai pelatihan yang diselenggarakan LLDIKTI mayoritas berorientasi tentang Tri Dharma yang cenderung sebagai aplikasi aplikasi teknis. Hal ini terkesan monoton oleh sebab pucuknya tidak mendapat guiding. Dengan kata lain sangat minim sekali diadakan pelatihan yang berbasis ketatapamongan perguruan tinggi. LLDIKTI membutuhkan energi yang besar bila ingin menyuburkan daun dan buah bila akarnya tidak disiram. Bahwa LLDIKTI sebaiknya mengadakan kepembinaan dan pelatihan yang seimbang terhadap ketatapamongan perguruan tinggi dengan aplikasi Tri Dharma secara teknis yang notabene sebagai role nya dosen.
Pada akhirnya akar masalah pelaksanaan penjaminan mutu di perguruan tinggi masih jauh dari harapan bahwa tidaklah bisa menitipkan tugas penjaminan mutu ke pada fungsional yang disebut petugas SPMI tanpa mempertautkan benang merah dengan struktural. Artinya maksimalisasi guiding terhadap SPMI haruslah dibarengi pula dengan maksimalisasi guiding strktural perguruan tinggi.
ADVERTISEMENT
Sumber : RAFDI ( Penulis Adalah Kolomnis Pada Berbagai Media Massa Nasional )