Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Konten dari Pengguna
SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL
16 Agustus 2024 12:37 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari SEVIMA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Artikel ini adalah Opini yang dikirimkan ke Majalah SEVIMA. Baca selengkapnya Majalah SEVIMA dengan cara klik di: https://sevima.com/ebook/majalah-sevima-edisi-2/
ADVERTISEMENT
Sopian Ansori & Sunandar Azma’ul Hadi
Sistem Penjaminan Mutu Internal Perguruan Tinggi adalah rangkaian proses dan kebijakan yang dibuat oleh institusi pendidikan untuk memastikan bahwa standar kualitas pendidikan terpenuhi secara konsisten dan melibatkan evaluasi berkelanjutan terhadap program akademik, fasilitas, tenaga pengajar, dan proses administratif untuk memastikan bahwa tujuan pendidikan tercapai sesuai dengan visi misi lembaga yang telah ditetapkan.
Sistem penjaminan mutu yang baik harusnya bisa mewujudkan budaya mutu di institusi pendidikan, termasuk pendidikan tinggi, tetapi faktanya di lapangan adalah sistem penjaminan mutu terkadang menjadi kesempatan untuk ajang meningkatkan nilai akreditasi perguruan tinggi, dan tidak ada salahnya perguruan tinggi menjadikan hal tersebut dalam kegiatan akreditasi. Namun yang dilakukan oleh sebagian perguruan tinggi yang haus akan nilai akreditasi tinggi adalah memanipulasi mutu melalui proses akreditasi yang rutin dilakukan setiap 5 tahun sekali.
ADVERTISEMENT
Hasil akreditasi sangat dipengaruhi oleh kemampuan kampus dalam menyikapi rentetan proses akreditasi, mulai dari penyusunan borang hingga persiapan visitasi dan menjadi rahasia umum bahwa data yang terdapat di dalam borang sering sekali di mark-up agar mendapatkan nilai tinggi atau akreditasi unggul. Pada saat proses visitasi pun tidak luput dari keadaan yang dikondisikan oleh pihak kampus. Beberapa bentuk pengkondisiannya adalah seperti (1) Infrastruktur di lengkapi saat hari visitasi, begitu akreditasi selesai, kondisi kampus kembali seperti sediakala karena fasilitas tersebut dipinjam untuk memenuhi kriteria unggul pada saat akreditasi atau visitasi. (2) Jawaban mahasiswa pun di-setting agar mendapatkan nilai unggul. (3) Pihak kampus berusaha mendekati asesor untuk memuluskan jalannya menuju nilai unggul. Dan masih banyak lagi beberapa hal yang tidak seharusnya dilakukan jika dipandang berdasarkan perspektif SPMI.
ADVERTISEMENT
Kondisi-kondisi di atas menjadikan akreditasi belum relevan dijadikan sebagai proses evaluasi mutu perguruan tinggi dan beberapa praktisi pendidikan menamai “Borang” dengan sebutan "Bohong dan Curang", istilah demikian muncul dikarenakan fakta yang terjadi di lapangan setiap lembaga perguruan tinggi memang demikian adanya dan mutu perguruan tinggi tidak bisa ditentukan dengan mekanisme evaluasi seperti ini.
Zaman sekarang, mindset masyarakat memiliki kecenderungan untuk memilih kampus tujuan berdasarkan dari nilai akreditasi yang dimilikinya dan kampus yang memiliki nilai akreditasi unggul akan menjadi kampus incaran para konsumen jasa pendidikan untuk memperoleh gelar dan ilmu. Dalam perspektif ilmu, kampus dengan nilai akreditasi unggul, belum tentu lebih baik dari kampus dengan nilai akreditasi baik sekali atau pun baik. Bisa jadi kampus dengan nilai akreditasi unggul hanya lebih baik dalam menyusun borang dan mengkondisikan SDM serta infrastrukturnya pada saat proses akreditasi berlangsung.
ADVERTISEMENT
Esensi adanya sistem penjaminan mutu internal yang sebenarnya adalah untuk mewujudkan budaya mutu yang efektif dan efisien, sehingga mutu yang sudah ditetapkan negara dan kampus sendiri bisa benar-benar tercapai dan menjadi gambaran institusi tersebut. Bukannya dimanipulasi setiap lima tahun sekali, dan menghasilkan mutu yang semu serta hanya sebagai pencitraan di mata masyarakat.
Kondisi demikian semakin kentara terlihat pada perguruan tinggi swasta karena kemampuan finansial yang tidak terlalu baik, bila dibandingkan dengan pada perguruan tinggi negeri yang menyebabkannya mencari jalan pintas agar terlihat unggul di mata asesor dan masyarakat. Selain kondisi yang tidak kalah mirisnya yakni, terdapat beberapa perguruan tinggi swasta yang belum memiliki lembaga penjaminan mutu, apalagi memiliki sistem untuk menjamin mutu lembaganya karena kondisi yang serba kekurangan jika dilihat dari berbagai aspek.
ADVERTISEMENT