Konten dari Pengguna

The Era of Digitalization and Globalization of Knowledge

SEVIMA
Sentra Vidya Utama (Sevima) adalah Education Technology yang berdiri sejak tahun 2.004, dengan komunitas dan pengguna platform yang tersebar di lebih dari 1.000 kampus se-Indonesia. Bersama kita revolusi pendidikan tinggi, #RevolutionizeEducation!
26 Agustus 2024 14:35 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari SEVIMA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Tantangan dan Peluang Bagi Dunia Pendidikan

The Era of Digitalization and Globalization of Knowledge
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Artikel ini adalah Opini yang dikirimkan ke Majalah SEVIMA. Baca selengkapnya Majalah SEVIMA dengan cara klik di: https://sevima.com/ebook/majalah-sevima-edisi-2/
ADVERTISEMENT
Oleh Dr. Nurmi, M.Hum., M.Pd. - Universitas Muhammadiyah Bone
Digitalization and globalization of knowledge adalah kondisi yang bagaikan dua sisi mata uang yang tak terpisahkan dari wajah perkembangan dan kemajuan teknologi. Hal ini, menyajikan kemudahan yang memanjakan semua orang. Namun, dibalik semua kemudahan dan kenyamanan tersebut tersaji pula tantangan berat yang memerlukan ketangguhan dan ketabahan yang membantu individu untuk pantang menyerah dalam menghadapi tantangan tersebut.
Setiap orang memerlukan kompetensi untuk dapat survive di era serba digital saat ini. Kemudahan dan kenyamanan instan yang disajikan pasar bebas adalah tantangan terberat bagi dunia pendidikan dalam menghasilkan learning outcome yang kompeten di bidangnya. Dosen yang kompeten menjadi ujung tombak pembelajaran. Mereka diharapkan berorientasi proses untuk pengemban personal mahasiswa “proses tidak pernah mengkhianati hasil”, dalam arti jika kita menjalani proses dengan konsisten dan disiplin maka hasil yang akan kita tuai sesuai dengan yang kita harapkan. Disadari atau tidak disadari ini bermakna jangan mimpi mendapatkan hasil maksimal tanpa kerja maksimal pula.
ADVERTISEMENT
Disiplin dan konsistensi dalam menerapkan teori-teori pembelajaran secara kreatif dan inovatif kini sudah tak terelakkan lagi. Learning outcome pendidikan saat ini seyogyanya mampu menjawab tantangan globalisasi digital dan globalisasi pengetahuan. Tantangan ini, pada dasarnya tidak berdiri sendiri, dia bersinergi dengan budaya masyarakat kita, yang secara umum hanya berorientasi pada hasil, bukan pada proses, kebanyakan dari mereka hanya mengejar prestise dan mengabaikan mutu. Inilah masalah yang dihadapi penjaminan mutu ketika mencoba konsisten pada implementasi kurikulum mutu yang mendukung tercapainya SKL dari SNDIKTI. Perubahan kurikulum terus menerus dilakukan dari waktu ke waktu, namun hasilnya sama saja, masalah mutu tetap menjadi pekerjaan rumah (PR), perubahan signifikan belum tampak jelas pada kebanyakan civitas akademika. Upaya pengembangan mutu dosen yang dilakukan pemerintah justru mendorong dan menjebak mereka ke dalam kesibukan lain yang justru menjauhkan mereka dari pelaksanaan tridarma utama (pengajaran yang berorientasi pada CPL personal lulusan yang kompeten) dan fokus pada tridarma pendukung.
ADVERTISEMENT
Tingkat pendidikan dosen yang semakin tinggi dan peraturan yang terus berubah sebagai bentuk upaya perbaikan dan peningkatan mutu outcome pendidikan belum sesuai dengan ekspektasi. Selain itu, peningkatan globalisasi digital membawa angin segar untuk masalah keterbatasan sumber belajar dan banyak hal yang terkait pembelajaran, namun menyisakan masalah baru dalam pembelajaran, khususnya bagi mahasiswa.
Kebanyakan mahasiswa memiliki kesadaran metakognisi dan keterampilan regulasi diri yang masih sangat rendah, sehingga mereka sangat mudah diombang-ambingkan oleh beragama sosial media, aplikasi, dan notifikasi dari smartphone mereka (fakta dari pengakuan kebanyakan mahasiswa). Hal ini, menjadi tantangan terberat bagi dosen dan mahasiswa itu sendiri. Bagi dosen yang memiliki dedikasi terhadap mutu CPL (outcome) pembelajaran yang dilakoninya akan semakin kreatif dan inovatif, sebaliknya bagi dosen yang berbeda dari mereka yang dedication, era ini dipandang rintangan. Demikian pula, dengan mahasiswa. Sudut pandang mahasiswa terhadap tantangan era digitalisasi dan globalisasi pengetahuan juga terpecah menjadi dua. Sebagian kecil menyambutnya sebagai peluang untuk mengembangkan diri dengan menghasilkan kreasi di bidang kewirausahaan, namun kebanyakan terjebak dengan sosial media sehingga tugas-tugas kuliah mereka belum mencapai target dari tujuan penugasan yang diharapkan. Hal ini, terjadi karena mereka terjebak oleh notifikasi pada saat mereka mencoba mengeksplorasi sumber belajar terkait tugas kuliah.
ADVERTISEMENT
Pada hakikatnya “The era of digitalization and globalization of Knowledge” adalah peluang maju dan mengembangkan diri secara kreatif dan inovatif. Namun, digitalisasi pendidikan bagaikan pedang bermata dua, di mana kedua mata pedang tersebut sama tajamnya. Mata pedang pertama memangkas dengan sangat cepat masalah jarak, waktu, dan akses ke berbagai sumber belajar, peraturan dan aplikasi; Sebaliknya, mata pedang yang lain, dari era ini membawa simalakama pada kebanyakan mahasiswa. Mereka terbawa arus dunia maya tanpa batas yang jelas. Sebagian dari mereka terbuai dengan berbagai tawaran yang keakuratannya tidak dapat dipercaya. Kondisi ini, memerlukan keterampilan berpikir kritis dari mahasiswa untuk menolong diri mereka sendiri.
Pendekatan konstruktivisme berorientasi personal dari student centered learning yang diintegrasikan dengan keterampilan metakognisi dapat melatih keterampilan berpikir kritis mahasiswa. Namun, tidak dapat secara serta merta menjadi solusi pembelajaran yang dapat menolong mahasiswa. Suasana pembelajaran masih perlu dikelola untuk menjadi menyenangkan, dan mendorong mahasiswa asyik melakukan aktivitas belajar tanpa mereka sadari bahwa mereka sebenarnya sedang belajar. Kondisi pembelajaran yang memberikan ruang dan waktu kepada setiap mahasiswa menggali dan mengembangkan potensi dan kompetensi diri mereka masing-masing penting untuk diwujudkan.
ADVERTISEMENT
Budaya mutu pada dasarnya tidak mesti kaku dan sulit, tetapi cukup dengan membuat pembelajaran dalam suasana alami. Hal ini, mungkin lebih efektif dan efisien dengan merancang pembelajaran dalam aktivitas asyik melalui permainan…..
Silakan ikuti opini berikutnya: