Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Dissenting Opinion 3 Hakim Mahkamah Konstitusi
24 April 2024 8:05 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Konfridus R Buku tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Proses sengketa Pilpres 2024 telah berakhir dengan telah dibacakannya putusan Mahkamah Konstitusi pada Senin, 22 April 2024. MK telah memutuskan menolak semua gugatan Pilpres 2024. Namun disela-sela keputusan penolakan terhadap seluruh materi aduan sengketa Pilpres terdapat dissenting opinion.
ADVERTISEMENT
Dissenting opinion merupakan situasi dimana terjadinya perbedaan atau pemahaman yang menyangkut perbedaan pendapat antar hakim mengenai perkara yang sedang ditanganinya. Dissenting opinion juga diartikan sebagai pendapat seorang hakim atau lebih yang menyatakan ketidaksetujuan terhadap keputusan mayoritas hakim dalam majelis hakim yang mengambil keputusan dalam persidangan.
Pendapat dissenting opinion akan tetap dimasukkan dalam keputusan. Namun perbedaan pendapat tersebut tidak akan menjadi acuan yang mengikat dan tetap akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah putusan. Ketentuan tentang dissenting opinion dalam sistem hukum Indonesia didasarkan pada ketentuan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman ("UU Kekuasaan Kehakiman") (CNN Indonesia, 23 April 2024).
Ada tiga hakim menyatakan memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion terhadap putusan lima hakim MK yang menolak gugatan Anies dan Ganjar. Tiga orang Hakim Konstitusi tersebut yaitu Hakim Konstitusi Saldi Isra, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, dan Hakim Konstitusi Arief Hidayat (Tempo.co, 22 April 2024).
ADVERTISEMENT
Terdapat sejumlah poin yang disampaikan ketiga hakim itu dalam dissenting opinion-nya (CNN Indonesia, 23 April 2024). Pertama, Saldi Isra menilai bahwa pembagian bansos menjelang Pemilu memiliki korelasi dengan kepentingan elektoral. Pembagian bansos yang dilakukan oleh Presiden Jokowi dinilai menguntungkan salah satu pihak khususnya paslon 02 Prabowo-Gibran.
Saldi juga kemudian menyoroti soal asas jujur dan adil dalam pelaksanaan Pilpres 2024. Menurutnya, Pilpres 2024 bisa saja sudah sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang ada. Namun, belum tentu menjamin Pilpres berjalan secara jujur. Dia pun menyinggung preseden pada era orde baru. Presenden ini terutama berkaitan dengan abuse of power walaupun tidak terjadi secara masif.
Kedua Arief Hidayat menilai bahwa Pilpres 2024 berbeda dengan edisi-edisi sebelumnya. Dia menyebut ada dugaan intervensi yang kuat dari sentral cabang kekuasaan eksekutif di pilpres kali ini. Eksekutif cendrung mengerahkan kekuasaanya dalam pipres 2024 terutama untuk memenangkan paslon 02.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Arief juga menilai pemerintah telah melakukan pelanggaran Pemilu secara terstruktur dan sistematis dalam Pilpres 2024. Menurut Arief, hal yang dilakukan pemerintahan Presiden Jokowi dengan segenap struktur politik kementerian dan lembaga dari tingkat pusat hingga level daerah telah bertindak partisan dan memihak calon pasangan tertentu.
Ketiga Enny Nurbaningsih menilai meyakini telah terjadi ketidaknetralan pejabat yang sebagian berkelindan dengan pemberian bansos yang terjadi pada beberapa daerah. Karenanya, Enny mengatakan seharusnya MK memerintahkan untuk dilakukan pemungutan suara ulang untuk beberapa daerah itu. Hal itu dilakukan untuk menjamin terselenggaranya pemilu yang jujur dan adil sebagaimana dijamin oleh UUD 1945.
Dissenting opinion yang diberikan oleh tiga hakim MK menjadi hal baru dalam sejarah proses penyelesaian sengketa Pilpres di Indonesia. Mahfud MD yang merupakan pomohon dan juga mantan Hakim Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa dissenting opinion atau pendapat berbeda yang dibacakan tiga hakim Mahkamah Konstitusi (MK), baru pertama kali terjadi sepanjang sejarah hukum di Indonesia. Khususnya, dissenting opinion itu dinilai Mahfud baru pertama kali terjadi saat MK mengadili perkara Pemilu. Dalam pemilu 2004, 2009, 2014, 2019, tidak pernah ada dissenting opinion, semua hakim suaranya sama. Jika ada yang tidak setuju biasanya disepakati bersama terlebih dahulu dan dijadikan sebagai suara hakim (Kompas.com, 22 April 2024).
ADVERTISEMENT
Hal ini kemudian menjadi pertanyaan besar bagi sejumlah pihak yang kemudian menilai bahwa sebenarnya apa yang disangkakan oleh pemohon pada prinsipnya terjadi dalam Pilpres 2024 namun tidak terjadi atau tidak dapat dibuktikan terjadi secara Terstruktur, Sistematis dan Masif.
Tim Ganjar-Mahfud kemudian menilai bahwa Prabowo-Gibran tidak mendapat mandat sepenuhnya dari hakim MK. Mandat itu tidak merupakan mandat yang 100 persen. Mandat itu adalah mandat yang disertai dengan catatan-catatan. Ada masalah-masalah yang tersisa dari Pilpres 2024 dan mesti diselesaikan. Misalnya penyaluran bantuan sosial dan intervensi kekuasaan (Kompas.com, 22 April 2024).
Bahkan DPP PDIP dalam rilis media pada 22 April 2024 menyatakan bahwa keputusan MK melegalkan Indonesia Negara kekuasaan, lupakan kaidah etika dan moral yang berakibat pada Ineonesia masuk dalam kegelapan demokrasi. PDIP bahkan menyatakan selamat datang Othoritanian Democracy. PDIP akan melajutkan proses sengketa Pilpres ke PTUN.
ADVERTISEMENT
Bertolak dari hal ini kemudian nampak bahwa sejumlah pihak masih merasa tidak puas dengan keputusan MK dan kehadiran dissenting opinion menghadirkan perdebatan dan polemik. Banyak pihak yang menilai bahwa perbedaan pendapat seperti ini memberi gambaran bahwa Pilpres 2024 tidak berjalan sebagaimana mestinya. Terdapat sejumlah ketimpangan seperti yang digambarkan oleh ketiga hakim MK dalam dissenting opinion mereka.
Dissenting opinion tiga hakim MK memberi gambaran bahwa Pemilu 2024 sarat akan ketimpangan. Namun bahwa dissenting opinion itu sendiri tidak mampu mengubah keputusan yang ada. Dissenting opinion memberi gambaran bahwa suara minoritas akan kalah dengan suara mayoritas.
Disenting opinion tiga hakim MK itu bagaikan 220 juri yang membela Socrates yang pada akhirnya menjatuhkan hukuman mati kepada Socrates karena kalah dengan mayoritas juri. Pengadilan Socrates adalah pengadilan yang kontroversial yang melahirkan polemik hingga saat ini.
ADVERTISEMENT
Dalam pengadilan Socrates, tuduhan yang diberikan Meletus, Anytus, dan Lycon kepadanya atas dasar pertanyaan terhadap kepercayaan tradisional Athena dan hubungannya dengan tokoh-tokoh yang menjadi kontroversial secara politik, yang kemudian berakhir dihukum mati karena hal tersebut. Sebenarnya tujuan dari Socrates adalah ingin adanya kebebasan berpikir dan berekspresi dalam masyarakat. Karena hal tersebut sangat penting untuk mengekspresikan diri dalam mengejar kebenaran dan pemahaman yang menghasilkan keadilan dan integritas (Fitria dkk: 2024).
Sama halnya dengan dissenting opinion tiga hakim MK dan pengadilan Socrates maka suara minoritas tidak mampu mengubah suara mayoritas. Seberapapun benarnya suara minoritas pasti akan kalah dengan mayoritas suara.
Belajar dari dissenting opinion dan pengadilan Socrates bahwa sesungguhnya bukan hanya masih ada, melainkan masih banyak orang yang mau menggunakan akal sehat dan hati nuraninya dalam melihat persoalan. Tinggal bagaimana menumbuhkan dan mengembangkan keberanian masyarakat untuk lebih berani menyuarakan kebenaran. Itulah sebabnya mengapa Plato sebagai murinya Socrates berkata bahwa 'keberanian adalah kearifan tertinggi'.
ADVERTISEMENT
Ali bin Abi Thalib berkata: "Keburukan atau kezaliman terjadi bukan karena banyaknya orang zalim, melainkan lebih karena banyaknya orang baik yang diam. Ketukan palu Mahkamah Konstitusi adalah ujian moral dan etika bagi bangasa ini.
Terlepas dari polemik tentang adanya dissenting opinion maka sebagai warga negara yang taat konstitusional maka sudah sepatutnya kita semua menghormati dan mentaati keputusan Mahkamah Konstitusi. Tinggal bagaimana kita mengawal pemerintahan yang terpilih agar senantias berjalan sejalan dengan semangat konstitusional bangsa.