Konten dari Pengguna

Efek Domino Debat Pilpres 2024

Konfridus R Buku
Dosen Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat (STPM) Santa Ursula Ende
11 Januari 2024 11:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Konfridus R Buku tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tiga calon presiden menyampaikan gagasannya pada debat ketiga Pilpres 2024 yang digelar di Istora Senayan, Kompleks GBK, Jakarta Pusat, Minggu (7/1). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Tiga calon presiden menyampaikan gagasannya pada debat ketiga Pilpres 2024 yang digelar di Istora Senayan, Kompleks GBK, Jakarta Pusat, Minggu (7/1). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dinamika politik di Indonesia kian memanas sejalan dengan semakin dekatnya waktu pemilihan umum 2024 yang akan digelar pada 14 Februari 2024. Setiap kandidat disibukan dengan proses kampanye dalam rangka mendulang suara pemilih. Konstelasi yang paling panas terutama nampak dalam pemilihan calon presiden dan wakil presiden. Ada begitu banyak framing dan branding politik yang ditampilkan oleh masing-masing kubu. Wacana-wacana dilontarkan dan bahkan saling serang antara masing-masing pasangan calon baik dalam debat yang telah diselenggarakan oleh KPU maupun pada saat-saat setelah debat. Situasi debat dan pasca debat yang kian panas terutama munculnya berbagai upaya saling serang, baik saling serang soal kebijakan dan visi misi, bahkan kemudian disinyalir sampai kepada serangan personal.
ADVERTISEMENT
Dalam debat pilpres 2024 yang telah diselenggarakan oleh KPU baik debat perdana mapun dalam debat ketiga nampaknya kubu 02 Prabowo-Gibran menjadi kubu pasangan calon yang sering diserang baik oleh pasangan 01 Anies-Muhaimin maupun pasangan 03 Ganjar-Mahfud. Dalam debat terlihat bahwa kedua kubu seakan-akan melakukan counter atack kepada pasangan calon kubu 02. Hal ini terutama nampak dalam sejumlah pertanyaan dan statement yang dilontarkan oleh kedua kubu yang secara khusus dilayangkan kepada pasangan calon nomor urut 02. Semisalnya dalam debat perdana isu tentang pelanggaran HAM 98, isu tentang putusan MK dan yang paling akhir adalah isu tentang kepemilikan lahan. Artinya bahwa serangan-serangan dalam debat adalah hal yang biasa namun debat malahan akan kehilangan substantif ketika perdebatan tidak lagi pada soal visi misi melainkan pada serangan personal. Presiden Jokowi bahkan turut angkat bicara berkaitan dengan debat pilpres 2024. Presiden Jokowi menyatakan bahwa debat hendaknya tidak menyerang pribadi atau personal melainan lebih mengangkat hal-hal yang bersifat substatif berkaitan dengan visi misi (detik.com, 9 Januari 2024).
Ilustrasi Efek Domino. Sumber: Istock.com
Fenoman saling serang ini kemudian memunculkan efek domino sebagai imbas proses debat atau kampanye politik. Efek domino adalah reaksi berantai atau sebuah efek kumulatif yang dihasilkan saat satu peristiwa menimbulkan serangkaian peristiwa lainnya. Efek domino inilah yang kemudian menjadi tujuan utama semua proses debat ataupun kampanye politik yakni menarik semakin banyak suara pemilih atau simpati pemilih. Hal yang menarik bahwa efek domino ini bahkan lebih terasa secara positif kepada kubu paslon 02 yang dalam berbagai survey menunjukan peningkatan elektabilitas yang cukup signifikan. Serangan-serangan politik yang dilakukan kepada paslon 02 sebenarnya memiliki tujuan untuk menjatuhkan elektabilitas yang diserang dan meningkatkan elektabilitas yang menyerang. Namun dalam dinamika politik tanah air akhir-akhir ini malah terjadi sebaliknya, yakni yang diserang malahan makin melejit elekatabilitasnya.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan hasil survey Lembaga Median misalnya merilis hasil survei terkait elektabilitas tiga pasangan calon peserta Pilpres 2024. Hasilnya, pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka mengungguli Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md. Prabowo-Gibran: 43,1%, Anies-Cak Imin: 26,8%, Ganjar-Mahfud: 20,1%, Tidak tahu/tidak jawab: 10,0% (kompas.com, 8 Januari 2024). Direktur Eksekutif Politika Research and Consulting Rio Prayogo juga membeberkan tingkat keterpilihan Prabowo-Gibran berada di angka 42,4%. Adapun, duet AMIN dan Ganjar-Mahfud saling pepet dengan elektabilitas masing-masing sebesar 28% dan 21,8% (detik.com, 5 Januari 2024).
Dinamika konstelasi politik ini menjadi hal menarik terutama ketika yang diserang semakin meningkat elektabilitasnya dan yang menyerang bahkan semakin merosot elekatabilitasnya. Hal ini menunjukan ada fenomena politik tersendiri dan menarik dari kancah konstelasi politik tanah air. Fenomena ini umumnya berkaitan dengan karakteristik atau perilaku pemilih Indonesia. Samuel P. Hutington (1990:16) berpendapat bahwa perilaku pemilih dan partisipasi politik merupakan dua hal tidak dapat dipisahkan. Partisipasi politik dapat terwujud dalam berbagai bentuk. Salah satu wujud dari partisipasi politik ialah kegiatan pemilihan yang mencakup suara, sumbangan-sumbangan untuk kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan, dan mencari dukungan bagi seorang calon atau setiap tindakan yang bertujuan untuk mempengaruhi hasil proses pemilihan. Kristiadi (1996:76) mendefinisikan perilaku pemilih sebagai keterikatan seseorang untuk memberikan suara dalam proses pemilihan umum berdasarkan faktor psikologis, faktor sosiologis dan faktor rasional pemilih atau disebut teori voting behavioral.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan psikologi politik, pemilih Indonesia sebagian besar pemilih pada ajang pemilihan umum di Indonesia adalah pemilih emosional yang menentukan pilihan calon pemimpinnya berdasarkan kesukaan atau ketidaksukaan semata. Meski mereka memiliki gagasan besar untuk membangun negara, namun ketika dibungkus dengan hal-hal yang negatif maka dampaknya akan berubah. Pemicu rasa suka atau tidak suka itu bisa jadi hal-hal yang trivial (remeh) dan bukan sesuatu yang substansial terkait pemilu. Namun, hal yang terkesan receh atau sepele itu sering kali menimbulkan kesan mendalam dan mudah ditangkap seseorang. Ketika dalam debat atau dalam kampanye seseorang atau sekelompok orang menyerang pasangan calon tertentu secara negatif lalu kemudian diframe kembali menjadi jualan politik maka hal tersebut akan memberikan efek domino bagi elektabilitas masing-masing kandidat.
ADVERTISEMENT
Dalam ranah psikologi, emosi bersifat otomatis. Rasa suka atau tidak suka terhadap capres-cawapres itu bisa muncul dari mana saja, mulai dari cara mereka berbicara, bahasa tubuh, raut muka, karakter personal, hingga kedekatan mereka dengan masyarakat. Gimik-gimik politik juga seringkali turut mempengaruhi peningkatan elektabilitas kandidat. Gimik yang menarik akan sangat mempengaruhi psikologi masa. Mayoritas pemilih Indonesia berada pada kelompok pemilih emosional ini sehingga tidak mengherankan bahwa elektabilitas paslon yang kebanyakan diserang akan semakin meningkat bila dibandingkan sebaliknya. Pemilih emosional umumnya menentukan pilihan bukan berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan rational melainkan pada pengaruh-pengaruh psikologis dan sosial. Oleh karena itu setiap pasangan calon harus mampu mengemas visi dan misi secara lebih menarik agar mudah tersampaikan kepada publik.
ADVERTISEMENT