Mahalnya Harga Beras; Negara Gagal Mengelola Ketahanan Pangan

Konfridus R Buku
Dosen Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat (STPM) Santa Ursula Ende
Konten dari Pengguna
12 Maret 2024 9:20 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Konfridus R Buku tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Harga Beras. Foto: Alfadillah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Harga Beras. Foto: Alfadillah/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Beras merupakan sumber makanan pokok mayoritas masyarakat Indonesia dan menjadi komoditas strategis ekonomi Indonesia. Di Indonesia, padi yang menghasilkan beras mempunyai sejarah panjang sebagai makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia. Tanaman yang memiliki nama latin Oryza sativa ini diperkirakan sudah menjadi makanan pokok bangsa ini sejak masa kerajaan Hindu-Budha di Nusantara. Sehingga kenaikan harga beras menjadi sangat berpengaruh terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat.
ADVERTISEMENT
Kenaikan harga beras yang terjadi sejak pertengahan Februari mencapai hampir 30 persen di atas HET yang ditetapkan pemerintah. Berdasarkan Peraturan Badan Pangan Nasional No. 7 Tahun 2023, HET beras berlaku sejak Maret 2023 adalah Rp10.900 per kg medium, sedangkan beras premium Rp13.900 per kg untuk zona 1 yang meliputi Jawa, Lampung, Sumsel, Bali, NTB, dan Sulawesi (kompas.id, 1 Maret 2024).
Sementara, HET beras di zona 2 meliputi Sumatera selain Lampung dan Sumsel, NTT, dan Kalimantan dipatok Rp 11.500 per kg medium dan beras premium Rp 14.400 per kg. Sementara di zona ke 3 meliputi Maluku dan Papua, HET beras medium sebesar Rp 11.800 per kg, dan untuk beras premium sebesar Rp 14.800 per kg (kompas.id, 1 Maret 2024).
ADVERTISEMENT
Badan Pangan Nasional (Bapanas) beralasan bahwa perubahan iklim ekstrem menjadi salah satu penyebab melonjaknya harga beras akhir-akhir ini. Perubahan iklim ekstrem yang dimaksud adalah El Nino, menyebabkan dampak signifikan pada sektor pangan. Fenomena cuaca tersebut menyebabkan musim hujan di Indonesia tidak merata. Ada daerah yang frekuensi dan curah hujannya tinggi, serta ada pula yang sedang, bahkan rendah sekali. Ada daerah juga yang kemudian mengalami frekuensi musim panas yang cukup panjang (kompas.com, 6 Maret 2024).
Perubahan iklim menjadi salah satu tantangan yang cukup keras dalam upaya menjaga pasokan beras di Indonesia. Namun Dr. Angga Dwiartama, Dosen dan Peneliti Pangan di Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung (ITB) mengatakan, perubahan iklim memang berdampak pada produksi pertanian, tetapi bukan menjadi alasan satu-satunya (kompas.com, 6 Maret 2024).
ADVERTISEMENT
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) yang disampaikan oleh Angga, produksi pertanian Indonesia sempat meningkat pada 2016, mencapai puncak produksinya. Padahal, ada El Nino cukup ekstrem pada 2015. Angga mengatakan, sistem pangan Indonesia rentan terhadap beberapa hal selain El Nino, yakni pandemi, alih fungsi lahan, hingga petani meninggalkan sektor pertanian. Di sisi lain juga dipengaruhi oleh harga pupuk dan bibit yang cukup tinggi di pasaran. Selain itu, rendahnya inovasi dan dukungan pembiayaan yang diberikan kepada sektor pertanian juga menjadi faktor penyebab krisis pangan.
Kenaikan harga itu berpotensi mengerus kesejahteraan masyarakat dan dikhawatirkan menambah angka kemiskinan nasional. Beras dikonsumsi cukup merata oleh hampir seluruh masayarakat Indonesia sehingga menjadikannya sebagai bahan pokok utama. Masyarakat Indonesia memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap suplai beras di pasaran. Ketika harga beras mengalami kenaikan maka akan sangat berdampak pada kondisi ekonomi masyarakat. Mahalnya harga beras menjadi salah satu tantangan serius bagi ketahanan pangan dan ketahanan ekonomi nasional.
ADVERTISEMENT
Ketahanan pangan Indonesia dinilai masih sangat lemah, hal ini lantaran produksi di dalam negeri tidak sanggup menutup semua kebutuhan. Akibatnya, impor pangan terjadi hampir setiap tahun. Impor menjadi salah satu langkah instant yang ditempuh pemerintah dalam mengatasi kelangkaan dan kenaikan harga pangan di Indonesia. Namun perlu dicatat bahwa impor tidak menjadi solusi ketahanan pangan berkelanjutan.
Bahkan, impor pangan membengkak begitu terjadi lonjakan harga di pasar domestik. Contohnya, tahun 2023, pemerintah memutuskan mengimpor beras sebanyak 3,5 juta ton, tertinggi sejak krisis moneter 1997, demi meredam lonjakan harga komoditas beras. Jumlah itu naik tajam dibandingkan 2022 sebanyak 429 ribu ton. Indonesia tak hanya mengimpor beras, melainkan komoditas pangan lainnya. Sebut saja kedelai, jagung, hingga gula.
ADVERTISEMENT
Direktur Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono menuturkan, impor pangan dalam jumlah yang sangat signifikan jelas menandakan ketahanan pangan Indonesia lemah. Indonesia hingga kini belum mampu swasembada beras. Kegagalan ini harus dibayar mahal oleh lemahnya ketahanan pangan nasional.
Menghadapi krisis pangan di Indonesia dan melonjaknya harga beras maka terdapat beberapa hal yang harusnya dilakukan. Pertama, meningkatkan produksi dalam negeri, diikuti manajemen stok pangan yang lebih efisien. Upaya meningkatkan produksi pangan harus dimulai dari hulu hingga ke hilir, mulai dari lahan, bibit hingga ke pupuk.
Ketersediaan bibit dan pupuk yang mudah diakses oleh para petani juga menjadi salah satu kebijakan yang perlu ditempuh agar produksi pangan dalam negeri dapat meningkat secara signifikan. Akhir-akhir ini banyak petani yang mengkeluhkan harga bibit dan pupuk yang melonjak sangat tinggi. Sehingga walaupun harga beras naik namun tetap tidak berdampak pada ketahanan ekonomi petani. Oleh karena itu upaya peningkatan produksi pangan harus diikuti oleh kebijakan menjaga harga pupuk dan bibit yang stabil bagi para petani.
ADVERTISEMENT
Kedua, peningkatan inovasi dan dukungan pembiayaan dalam sektor pertanian dengan memberikan akses yang lebih mudah bagi petani terhadap modal, teknologi pertanian, dan pelatihan. Inovasi dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan hasil pertanian yang efektif dan efesien. Inovasi juga dapat dilakukan dalam rangka mengantisipasi berbagai gejala alam dan pengaruh ekonomi global lainnya.
Ketiga, peningkatan ketahanan pangan melalui diversifikasi usaha pertanian, pengembangan sistem irigasi, dan pemanfaatan lahan yang tepat. Kebijakan diversifikasi pangan dan menumbuhkan budaya pangan lokal yang kini semakin tergerus oleh tren pangan asing. Ketergantungan yang cukup tinggi terhadap beras sebagai sumber makanan pokok harus dapat diantisipasi melalui kebijakan diversifikasi usaha pertanian.
Keempat, peningkatan akses pasar bagi petani dan pembukaan pasar baru untuk produk pertanian Indonesia. Pembukaan akses pasar akan membantu petani dapat mendistribusikan hasil pertaniannya langsung kepada konsumen. Dengan demikian bahwa biaya distribusi dapat dikurangi sehingga tidak berdampak langsung pada kenaikan harga secara signifikan.
ADVERTISEMENT
Krisis pangan di Indonesia merupakan tantangan serius yang membutuhkan perhatian dari semua pihak. Dalam mengatasi masalah ini, dibutuhkan kerjasama antara pemerintah, sektor pertanian, masyarakat, dan pihak lainnya.
Dengan adanya tindakan segera dan solusi berkelanjutan, diharapkan krisis pangan dapat diatasi, dan masyarakat Indonesia dapat menikmati pangan yang cukup, bergizi, dan terjangkau.