Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Strategi Mewujudkan Pemerataan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Di Indonesia
31 Januari 2024 9:32 WIB
Tulisan dari Konfridus R Buku tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pembangunan sosial dan kesejahteraan di Indonesia masih menjadi momok. Walaupun Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia mengalami kenaikan tiap tahunnya namun angka ketimpangan sosial di Indonesia masih cukup tinggi. Berdasarkan data BPS Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2023 mencapai 74,39, meningkat 0,62 poin (0,84 persen) dibandingkan tahun sebelumnya (73,77). Selama 2020–2023, IPM Indonesia rata-rata meningkat sebesar 0,72 persen per tahun. Peningkatan IPM 2023 terjadi pada semua dimensi, baik umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan, maupun standar hidup layak.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain angka ketimpangan sosial di Indonesia masih cukup tinggi. Berdasarkan laporan BPS, gini ratio (angka yang menjadi alat pengukuran ketidakmerataan atau ketimpangan) Indonesia pada Maret 2023 ada di angka 0,39. Artinya, ketimpangan pendapatan masyarakat Indonesia pada tahap sedang, karena berada di antara angka 0,3 hingga 0,5. Angka ini meningkat dari periode sebelumnya, bahkan merupakan yang tertinggi selama periode September 2018 hingga Maret 2023 (kumparan.com, 26 Januari 2024).
Ketimpangan yang masih terjadi umumnya disebabkan karena strategi pembangunan di Indonesia yang lebih menekankan pada aspek pertumbuhan ekonomi melalui strategi trickle down effect. Dalam strategi trickle down effect memandang bahwa pemerataan pembangunan dapat terwujud di suatu negara, ketika negara tersebut menggenjot pertumbuhan ekonominya setinggi-tingginya. Namun yang terjadi bahwa masih adanya kesenjangan. Pembangunan umumnya masih berfokus pada wilayah-wilayah perkotaan dan masih minimnya pembangunan di wilayah pedesaan.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu ketimpangan-ketimpangan yang masih terjadi di Indonesia membutuhkan langkah-langkah strategis yang komperhensif melalui pendekatan yang tepat. Paling kurang terdapat tiga strategi atau pendekatan yang dapat digunakan dalam mewujudkan pembangunan sosial dan kesejahteraan yang merata melalui keterlibatan berbagai stakeholder baik pemerintah, masyarakat sendiri maupun pihak swasta (perusahaan).
Pertama, melalui penetapan kebijakan sosial yang tepat. Kebijakan sosial menjadi aspek penting dalam mewujudkan pembangunan dan kesejahteraan sosial yang menyeluruh. Kebijakan sosial berkaitan dengan upaya negara dalam rangka mewujudkan kesejahteraan sosial terutama melalui berbagai program-program strategis pemerintah. Kebijakan sosial yang dimaknai sebagai kebijakan kesejahteraan sosial (social welfare policy), yakni apa yang dilakukan oleh pemerintah yang mempengaruhi kualitas hidup manusia.Upaya yang dilakukan oleh pemerintah tersebut dikategorikan menjadi public assistance, social insurance, social service, serta isu-isu yang mempengaruhi pemenuhan layanan kesejahteraan sosial.
ADVERTISEMENT
Selama ini kebijakan sosial yang dikeluarkan oleh pemerintah adalah melalui berbagai program kartu sakti dan jaminan-jaminan sosial lainnya. Beberapa bentuk kartu sakti yang menjadi program unggulan pemerintahan Jokowi yaitu Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Keluarga Sejahtera, Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Sembako Murah, Kartu Pra-Kerja, Kartu Program Keluarga Harapan (KPHP), Kartu Beras Sejahtera, Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP) Kuliah.
Jaminan sosial lainnya melalui bansos, BLT, dana pensiun dan lain sebagainya juga banyak diberikan oleh pemerintah Jokowi. Tahun 2020 misalnya menjadi tahun dengan anggaran bantuan sosial (bansos) tertinggi mencapa Rp 202 triliun. Di tahun selanjutnya, 2021, anggaran bansos mencapai Rp 173 triliun (kumparan, 26 Januari 2024).
Walaupun terdapat sejumlah kebijakan sosial yang telah ditetapkan oleh pemerintah namun angka ketimpangan di Indonesia masih saja cukup tinggi. Hal ini terutama disebabkan karena berbagai program jaminan sosial atau kartu sakti pemerintah belum menyentuh langsung berbagai persoalan sosial yang dialami masyarakat. Di sisi lain implementasi berbagai program jaminan sosial dinilai belum tepat sasar. Kebijakan sosial yang terjadi saat ini masih cendrung bersifat top down sehingga terkadang belum menyentuh langsung kebutuhan masyarakat. Kebijakan sosial yang baik harusnya bersifat bottom up, sehingga masyarakat benar-benar mampu menerima manfaatnya.
ADVERTISEMENT
Jika saat sekarang umumnya para capres dan cawapres menawarkan skema yang hampir sama dengan skema sebelumnya. Maka hal yang masih perlu diperhatikan adalah bagaimana proses pengambilan kebijakan tersebut harus bersifat bottom up, implementasi program harus benar-benar diawasi dan dijalankan tepat sasar.
Kedua, melalui pemberdayaan masyarakat yang komperhensif. Pemberdayaan masyarakat terutama berkaitan dengan kemandirian masyarakat dalam mewujudkan kesejahteraan sosial. Mengutip buku Pemberdayaan Masyarakat tulisan Dedeh Maryani dan Ruth Roselin E. Nainggolan (2019: 8), pemberdayaan masyarakat adalah proses pembangunan yang membuat masyarakat berinisiatif untuk memulai kegiatan sosial dalam memperbaiki situasi dan kondisi diri sendiri. Pemberdayaan masyarakat (community empowerment) dimaksudkan sebagai upaya yang sengaja dilakukan pemerintah untuk memfasilitasi masyarakat lokal dalam merencanakan, memutuskan dan mengelola sumberdaya yang dimiliki sehingga pada akhirnya mereka memiliki kemampuan dan kemandirian secara ekonomi, ekologi dan sosial secara berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, pemberdayaan masyarakat bersifat inklusif, dalam arti lain turut melibatkan masyarakat sasaran program. Hal yang perlu dilakukan adalah dengan membangun paradigma baru dalam pembangunan yang bersifat peoplecentered, participatory, empowerment and sustainable (Chamber, 1995). Keberhasilan program tidak hanya bergantung pada pihak yang melakukan pemberdayaan, tetapi juga oleh keaktifan pihak yang diberdayakan.
Pada saat ini 70% dari dana desa umumnya telah digunakan untuk program pemberdayaan masyarakat. Masyarakat sungguh merasakan manfaatnya, namun tidak dapat dipungkiri juga bahwa banyak program pemberdayaan yang kemudian mengalami kegagalan. Hal ini terutama disebabkan karena implementasi program yang belum dirancang dengan baik serta masih terbatasnya Sumber Daya Manusia dalam mengelola program pemberdayaan masyarakat. Di sisi lain sikap konsumtif masyarakat juga menjadi penyebab gagalnya sejumlah program pemberdayaan serta model pemberdayaan hanya merujuk pada upaya pemenuhan kebutuhan dasar. Robert Chambers (1995) misalnya menjelaskan bahwa konsep pembangunan dengan model pemberdayaan masyarakat tidak hanya semata-mata memenuhi kebutuhan dasar (basic need) masyarakat tetapi lebih sebagai upaya mencari alternatif pertumbuhan ekonomi lokal.
ADVERTISEMENT
Pemerintah perlu mengembangkan dan memfasilitasi upaya pokok dalam pemberdayaan masyarakat yaitu : 1) menciptakan suasana yang memungkinkan potensi mayarakat berkembang (enabling), 2). memperkuat potensi yang dimiliki masyarakat (empowering) dan 3) melindungi dan membela kepentingan masyarakat bawah (protecting). Oleh karena itu maka dibutuhkan mekanisme kontrol yang baik dari pemerintah dan diimbangi juga dengan kualitas SDM yang mumpuni serta strategi pemberdayaan yang tepat sasar yang tidak mengabaikan potensi-potensi lokal.
Ketiga, keterlibatan perusahaan (mitra) melalui program corporate social responsibility (CSR). Tanggung jawab sosial atau corporate social responsibility (CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya perusahaan adalah memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan seperti terhadap masalah-masalah yang berdampak pada lingkungan seperti polusi, limbah, keamanan produk dan tenaga kerja. Hal ini terutama dikaitkan dengan kemitraan dan keterlibatan pihak swasta dalam membantu mewujudkan kesejahteraan sosial.
ADVERTISEMENT
Konsep corporate social responsibility melibatkan tanggung jawab kemitraan antara pemerintah, lembaga sumber daya masyarakat, juga masyarakat setempat (lokal). Kemitraan ini merupakan tanggung jawab bersama secara sosial antar stakeholders. Menurut Bank Dunia, Tanggung jawab sosial perusahaan terdiri dari beberapa komponen utama: perlindungan lingkungan, jaminan kerja, hak azasi manusia, interaksi dan keteribatan perusahaan dengan masyarakat, standar usaha, pasar, pengembangan ekonomi dan badan usaha, perlindungan kesehatan, kepemimpinan dan pendidikan, bantuan bencana kemanusiaan.
Selama ini program-program CSR umumnya masih belum tepat sasaran dan belum menyentuh aspek pemberdayaan masyarakat secara lebih komperhensif. Dana-dana CSR umumnya belum dikelola secara baik terutama disebabkan karena program-program CSR masih terkendala oleh perbedaan persepsi antara masyarakat dengan pihak perusahaan. Program CSR yang diharapkan masyarakat adalah program yang instan. Selain itu terdapat beberapa penyebab CSR belum berjalan secara optimal yakni masalah biaya, SDM yang belum kompeten, distribusi kegiatan serta penentuan target yang belum tepat sasar, bentuk kegiatan, masalah perizinan dan regulasi, kurangnya kemitraan, sosialisasi kegiatan, pemahaman mengenai pelaksanaan dan evaluasi di lapangan.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi secara lebih baik terhadap pelaksanaan CSR di Indonesia agar benar-benar memberikan manfaat bagi pemberdayaan masyarakat lokal. Pelu didukung regulasi yang baik dari pemerintah serta program CSR harus berangkat dari riset yang memadai dengan memanfaatkan peluang dan potensi lokal masyarakat.
Pada akhirnya pembangunan sosial dan kesejahteraan sosial dapat terwujud secara lebih baik maka perlu dilakukan sinergisitas antara ketiga elemen atau pendekatan di atas mulai dari kebijakan sosial yang lebih baik dan mampu menyentuh langsung pemberdayaan masyarakat hingga perlu adanya kemitraan sosial oleh perusahaan secara lebih komperhensif. Hal yang utama adalah iklim yang perlu dibangun melalui regulasi yang mampu mendorong pemberdayaan masyarakat serta pemerataan pembangunan hingga ke hilir. Jika tidak dievaluasi secara baik terhadap seluruh program maka akan jauh panggang dari api mimpi Indonesia Emas. Oleh karena itu dibutuhkan keterlibatan semua pihak agar dapat terwujud kesejahteraan sosial yang jauh dari ketimpangan sosial.
ADVERTISEMENT