Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Mengenal Denyut Demokrasi di Negara Kuwait
22 April 2018 21:56 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:19 WIB
Tulisan dari Tafwid Mulia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebagaimana dimaklumi bersama, negara-negara Teluk Arab atau yang biasa disebut dengan Gulf States, merupakan negara-negara Islam yang dipimpin oleh seorang Raja, yaitu Arab Saudi, Uni Arab Emirates, Qatar, Oman, Bahrain, dan Kuwait.
ADVERTISEMENT
Keenam negara Teluk tersebut memiliki sistem pemerintahan kerajaan, dan telah dipimpin oleh keluarga kerajaan sejak puluhan tahun yang lalu. Karena menggunakan sistem kerajaan dengan kekuasaan yang absolut, maka di negara-negara ini tidak dikenal adanya sistem partai politik.
Namun tidak banyak yang tahu bahwa meskipun negara-negara tersebut menganut sistem kerajaan, namun ternyata mereka juga memiliki badan legislatif atau yang biasa disebut sebagai parlemen. Bentuk parlemennya bervariasi, mulai dari sistem satu atau dua kamar, proses pemilihannya, hingga kewenangan yang dimilikinya juga berbeda antara satu dengan yang lain.
Kali ini kita akan sedikit mengulas tentang demokrasi di negara Kuwait. Sistem parlemen di Kuwait merupakan yang paling menarik di antara negara-negara teluk lainnya karena tiga hal berikut:
ADVERTISEMENT
1. Sistem Demokrasi “Tertua” di Antara Negara-negara Teluk
Parlemen Kuwait pertama kali dibentuk tahun 1963 sebagai bagian dari Undang-Undang Kemerdekaan Kuwait, sehingga menjadi institusi legislatif tertua dikawasan Teluk. Bahkan sebenarnya parlemen Kuwait sudah ada lama sebelum Kuwait merdeka, yaitu pada 1938, di mana saat itu Kuwait masih merupakan suatu “wilayah transit” para pedagang dari Arab Saudi ke Irak atau Syria.
Para pemuka pedagang bersepakat untuk membentuk suatu “majelis perwakilan” yang merupakan utusan dari kelompok-kelompok pedagang. Namun, usianya tidak lama karena saat ditemukan ladang minyak, majelis tersebut berupaya menguasainya. Akhirnya para pedagang saat itu bersepakat untuk membubarkan majelis tersebut namun menunjuk Al Sabah sebagai raja di sana.
2. Memiliki Kewenangan yang Paling Kuat dibanding Parlemen yang Ada di Negara-negara Teluk Lainnya.
ADVERTISEMENT
Parlemen yang ada di negara-negara teluk biasanya tidak memiliki taring atau kekuatan untuk mengubah atau mengatur jalannya pemerintahan. Kebanyakan sistem parlemen di Teluk hanya memiliki kewenangan sebatas tempat untuk konsultasi para menteri atau raja.
Namun hal ini tidak berlaku di Kuwait. Undang-undang Kuwait memberi kewenangan bagi parlemen Kuwait untuk melakukan interpelasi terhadap menteri dan juga perdana menteri. Jika dalam interpelasi tersebut sang menteri/perdana menteri dinilai bersalah atau mereka merasa tidak puas, maka parlemen Kuwait memiliki kewenangan untuk menolak kerja sama dengan kabinet, di mana dalam hal ini kabinet terpaksa dibubarkan dan harus dibentuk yang baru.
Kekuasaan parlemen Kuwait memang tidak main-main, hanya parlemen Kuwait yang dapat membatalkan veto raja terhadap suatu rancangan undang-undang jika disetujui oleh 2/3 anggota parlemen. Hal ini tentunya merupakan suatu hal yang haram di sistem pemerintahan kerajaan, karena terkesan raja tidak berkuasa penuh.
ADVERTISEMENT
3. Dipilih Langsung oleh Rakyat, Tidak Ditunjuk oleh Raja.
Jumlah anggota parlemen Kuwait adalah 50 orang yang dipilih secara langsung oleh masyarakat Kuwait melalui sistem electoral vote. Kuwait tidak mengenal sistem partai politik, sehingga WN Kuwait yang ingin menjadi anggota parlemen harus mengajukan diri dan ikut pemilihan umum tanpa ada campur tangan mesin partai politik atau keluarga kerajaan.
Hal ini sangat berbeda dengan parlemen negara Teluk lainnya, sebagai contoh Arab Saudi, di mana 150 anggota parlemennya ditunjuk langsung oleh Raja Arab Saudi. Atau negara Oman, di mana parlemennya setengah dipilih oleh Raja, dan setengah lagi baru dipilih langsung oleh rakyat.
Pemilihan terakhir di Kuwait dilakukan pada tahun 2016 lalu. Pemilihan tersebut dilakukan bukan karena masa parlemennya habis, melainkan karena dekrit Raja Kuwait yang membubarkan kabinet dan parlemen sekaligus karena alasan situasi keamanan.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya, pada masa itu hubungan kabinet dan parlemen juga dalam keadaan kurang baik karena seringnya interpelasi oleh parlemen yang diajukan terhadap sejumlah anggota Menteri kabinet atas sejumlah kebijakan yang dinilai tidak tepat.