Memandang RUU KUHP dari Perspektif Komedi dan Skenario Masa Depan

Konten dari Pengguna
5 Oktober 2019 13:24 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari KRESNOADI tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dok: maulana saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Dok: maulana saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Saya adalah orang yang menganggap dunia maya sebagai pelarian semata. Apa yang saya lakukan di Twitter, misalnya, ya hanya sekadar iseng dan bercanda saja. Begitupun akun yang saya follow. Saya sengaja mem-follow mereka yang punya prinsip serupa. Saya tidak pernah bermaksud serius ketika menulis status: “Penggalan lirik ‘Baby take my hand’ di lagu I Love You 3000 akan terasa lebih romantis jika ditujukan kepada Sumanto.”
ADVERTISEMENT
Tentu, saya tidak benar-benar berniat menyumbangkan lengan saya ke Sumanto sambil menjerit: “AMBIL NEH TANGAN GUE?! KENYOT SAMPE LO KENYANG!!”
Maka, ketika minggu lalu saya menemukan cuitan di linimasa mengenai aborsi, saya merasa cukup ganjil.
Saya, yang tidak memiliki concern terhadap hal itu, pada mulanya mengacuhkannya. Paling algoritma Twitter lagi enggak benar, begitu pikir saya.
Ternyata, besoknya, cuitan yang berhubungan dengan aborsi semakin banyak. Bukan hanya itu, kata kuncinya kini meluas: aborsi, perempuan, dan pemerkosaan.
Wow, jiwa kekepoan saya meletup-letup. Setelah saya cari tahu, cuitan itu adalah bagian dari peraturan yang ada di RUU KUHP. Sedikit demi sedikit, linimasa Twitter saya berubah: yang semula berisi hal-hal lucu dan video kucing, kini riuh oleh nada protes karena tidak setuju dengan isi yang ada di RUU tersebut.
ADVERTISEMENT
Saya, sebagaimana orang Indonesia lain, penasaran dan mengunduh RUU KUHP versi kedua yang dikeluarkan bulan September ini. Saya ingin membuktikan sendiri, apa benar RUU ini bermasalah, sesuai dengan yang mereka katakan di Twitter.
Setelah membaca 628 pasal di dalamnya, otak saya mau mencret.
Pertama, saya tidak paham masalah hukum. Membaca rancangan undang-undang kitab hukum pidana di satu malam ngebikin saya pengin mengaborsi otak. Ya, mau gimana. Satu-satunya yang saya suka dari hal-hal berbau kenegaraan begini paling upacara sekolah. Itu pun bagian setelah pembina berteriak. “TEGAAAK GRAK!” lalu saya menepuk paha kencang-kencang seusai hormat. Biar keliatan keren aja.
Kedua, selesai membaca seluruh RUU KUHP, perasaan saya campur aduk. Badan saya bergetar hebat. Mulut melenguh dahsyat. Lalat beterbangan. Saya berak di celana.
ADVERTISEMENT
Pasal 252, misalnya. Yang mengatakan bahwa setiap orang yang menyatakan dirinya punya kekuatan gaib (ya, di RUU ditulis gini) yang bisa membuat orang lain menderita, akan dipidana penjara paling lama tiga tahun, atau denda Rp 500 juta. Tidak sampai di situ, Sahabat. Di ayat kedua ditambahkan, apabila orang tersebut mencari keuntungan, maka pidananya ditambah satu per tiga.
Membaca pasal tersebut membuat saya terenyak. Kalau di kartun-kartun, pasti saya sudah tidak sengaja memuncratkan minuman yang saya minum ke layar monitor saking syoknya.
Dengan pasal ini, kita akan punya jargon baru: cinta ditolak, dukun bertindak… lalu masuk LP Cipinang.
Pasal ini seketika mengingatkan saya akan reality show horor televisi tanah air. Acara yang membuat si MC datang ke tempat angker bersama ustaz ahli. Si ustaz kemudian melakukan ritual pemanggilan setan… dan memasukkan setan tersebut ke satu orang supaya bisa ngobrol. Ya, si ustaz sengaja ngebuat orang lain kesurupan demi bisa ngobrol sama setan.
ADVERTISEMENT
Artinya apa? Si ustaz menggunakan kekuatan gaib yang membuat orang lain menderita (terlihat dari orang yang kesurupan sambil teriak-teriak). Tidak pernah, kan, kita liat orang kesurupan setan, lalu nyengir-nyengir bahagia di depan kamera.
“Wahai setan masuklah ke tubuh pria ini!”
“Hehehe. Iya. Hehe, mau nanya apa? Hehehe. Santuy aja hehehehe.”
Dibanding kesurupan, malah lebih kayak orang nyimeng.
Well, biar bagaimana pun juga, kita harus bersyukur karena pasal ini belum ada di zaman dulu. Ketika seluruh stasiun televisi kita dibajak oleh manusia indigo yang bilang kalau 2012 adalah tahun KIAMAT. Betul, kiamat. Ini bukan cuma menimbulkan kematian bagi orang lain… TAPI KIAMAT GITU LHO.
Kalau pun ada polisi yang niat mau menangkap anak indigo sebelum kiamat, pasti bakalan repot abis. Dia harus menggerebek rumah si anak indigo saat gunung beterbangan layaknya anai-anai.
ADVERTISEMENT
“Ikut kami ke kan… AAAKKKK AWAS! GUNUNG SLAMET!!! NUNDUK!!”
Lagi pula, kalau pasal ini sudah ada di zaman dulu, pasti hidup jadi sangat tidak asyik. Bayangkan, David Copperfield lagi main sulap. Baru juga bilang. “Saya akan memotong tubuh asisten saya yang cantik ini menjadi dua bagian sama rata!” langsung ada polisi loncat dari bangku penonton. Kalimat David pun dilanjutkan dalam hati, “…dan saya juga ingin motong tubuh bapak-bapak berkumis sok asyik ini!”
Keanehan juga saya temukan di pasal 431, yang membahas soal gelandangan. Pada RUU KUHP ini, setiap orang yang bergelandangan di jalan yang mengganggu ketertiban umum dipidana denda paling banyak Rp 10 juta.
Membaca pasal ini entah mengapa membuat lidah saya menjadi kelu. Hati cenat-cenut. Girl, I love you. Girl, I heart you. Logikanya, para gelandangan menggelandang karena dia tidak punya uang. Sekali lagi saya tekankan di sini. Karena tidak punya uang, maka seseorang menggelandang. Dia turun ke jalan, meminta-minta… lalu ketemu polisi… lalu disuruh bayar Rp 10 juta… lalu menggelandang lagi untuk bayar denda… lalu pas menggelandang lagi untuk melunasi denda dia ketemu polisi lagi… disuruh bayar Rp 10 juta lagi, dan si penggelandang harus menggelandang lagi untuk bisa bayar denda yang dia terima saat menggelandang untuk bayar denda. Begitu terus sampai gelandangan gelinding-gelinding.
ADVERTISEMENT
Itu adalah beberapa kemungkinan skenario di masa depan yang bisa terjadi apabila RUU KUHP ini disahkan pemerintah. Saya sendiri, sih, masih ingin melihat orang meraung-raung akibat dimasukin setan macan sama ustaz. Kayaknya enggak seru aja gitu kalau yang kesurupan enggak menderita. Gitu.