Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Harga Sembako Melonjak, Akhir Tahun Menanjak
28 Desember 2021 9:50 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Kristianto Naku tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Menjelang Hari Raya Natal dan akhir tahun, harga sejumlah bahan kebutuhan pokok (sembako) melonjak. Lonjakan drastis terjadi pada kisaran beberapa bahan kebutuhan pokok, seperti minyak goreng, tepung terigu, cabe, bawang, dan daging sapi.
ADVERTISEMENT
Kenaikan sejumlah kebutuhan pokok ini dinilai karena dipicu oleh dua faktor utama, yakni badai La Nina di sekujur November-Desember dan juga kenaikan harga komoditas pasar global.
Mengutip data Kementerian Perdagangan (Kemendag), dari sejumlah komoditas pokok yang melonjak harganya, ada beberapa yang cukup dratis menanjak, diantaranya minyak goreng, cabai merah, telur ayam ras, dan bawang merah. Hingga 24 Desember 2021, harga minyak goreng curah naik 3,49 persen secara bulanan menjadi Rp 17.800 per liter (Kompas, 27/12/2021).
Selain minyak goreng, harga cabe rawit merah juga ikut melonjak. Semula, harga cabe rawit merah berkisar Rp 57.500 per kilogram, kini naik menjadi Rp 94.800 per kilogram. Di lapak kedelai impor, semula Rp 10.200 naik menjadi Rp 12.500 per kilogram, sedangkan minyak goreng kemasan semula Rp 13.300 per liter, naik menjadi 18.400 per liter.
ADVERTISEMENT
Di lapak daging sapi, semula Rp 121.200 per kilogram, kini naik menjadi Rp 126.300 per kilogram. Dan, di lapak bawang, semula bawang putih honan dijual dengan harga Rp 27.200 per kilogram, kini naik menjadi 28.100 per kilogram (Kompas, 27/12/2021).
Naik-turun harga kebutuhan pokok ini sangat memengaruhi daya beli masyarakat akhir-akhir ini. Menjelang akhir tahun, kebutuhan masyarakat memang sedikit melonjak karena permintaan berbagai kebutuhan secara komunal. Di Hari Raya Natal, kebutuhan akan komoditas pokok memangkas sebagian dari daftar kebutuhan internal rumah tangga.
Pada periode menjelang pergantian tahun, permintaan akan kebutuhan komoditas pokok juga diprediksi melonjak. Berbagai kebutuhan menjelang pergantian tahun disinyalir akan memukat banyak “list belanja” seiring melonjaknya harga kebutuhan pokok. Akan tetapi, kenaikan harga komoditas pokok ini sejatinya datang dari ”emergency needs,” baik pasar maupun perubahan iklim.
ADVERTISEMENT
Menurut Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Oke Nurwan, kenaikan harga minyak goreng dalam negeri misalnya, dipicu oleh kenaikan harga minyak kelapa sawit mentah (CPO) dunia.
Menurut Oke, harga yang ditetapkan pasar justru mengacu pada harga lelang komoditas CPO Dumai yang naik pada pekan keempat Desember, yakni sekitar 42,28 persen dibandingkan dengan Desember 2020.
Lonjakan harga komidtas pokok ini sejatinya sedikit memukul semangat belanja masyarakat. Pada periode akhir tahun ini, indeks kebutuhan masyarakat umumnya menanjak. Ketika indeks kebutuhan yang menanjak dibredel lonjakan harga yang menanjak, dipastikan daya beli masyarakat akan menurun.
Hal ini justru berbanding terbalik dengan skema kurva permintaan akan kebutuhan bahan kebutuhan pokok yang biasanya selalu seimbang dengan kekuatan daya beli.
ADVERTISEMENT
Di masa pandemi Covid-19 ini, postur ekonomi pada kuartal keempat periode 2021 ini memang cukup membaik. Dengan mekanisme pemerintah melalui kebijakan penanganan pandemi yang membaik serta berbagai kebijakan bantuan ekonomi yang merata, postur ekonomi tak menyentuh gereget inflasi. Postur ekonomi, jika dipantau justru tetap stabil, dan bahkan mengarah ke tren positif.
Terkait kenaikan komoditas utama yang beredar di pasar sekarang, pemerintah dihimbau untuk menstabilkan neraca dagang dengan membuat kebijakan-kebijakan yang bisa mengkover gairah belanja masyarakat.
Sebagai contoh di lapak minyak goreng yang kini harganya melonjak, pemerintah diharapkan untuk tetap mendistribusikan 11 juta liter minyak goreng kemasan sederhana yang dibanderol dengan harga Rp 14.000 per liter. Kebijakan-kebijakan ini, justru diyakini mampu mengendalikan titik equilibrium pasar yang saat dirong-rong lonjakan harga, pengaruh pasar global, dan perubahan iklim.
ADVERTISEMENT