news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Membaca Aksi 'Ugal-ugalan' Taliban Generasi II

Kristianto Naku
Saya Kristianto Naku (Penulis Daring dan Blogger). Saya menyelesaikan studi di Fakultas Filsafat Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pada tahun 2020, saya menyelesaikan studi Program Bakaloreat Fakultas Filsafat Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Konten dari Pengguna
26 Agustus 2021 15:47 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kristianto Naku tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pejuang Taliban berpatroli di sepanjang jalan di Kabul pada 17 Agustus 2021. Foto: Wakil KOHSAR/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Pejuang Taliban berpatroli di sepanjang jalan di Kabul pada 17 Agustus 2021. Foto: Wakil KOHSAR/AFP
ADVERTISEMENT
Nasib penduduk Afghanistan sejatinya meneror ingatan warga dunia. Tsunami warga di perbatasan Pakistan-Afghanistan sejak Taliban mengambil-alih pusat kota (15 Agustus 2021), sungguh memprihatinkan. Sejak invasi militer Amerika Serikat (2001-2021), wilayah Afghanistan “aman” ditempati.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, kini Afghanistan bak anak ayam kehilangan induknya. Presiden Afghanistan, Ashraf Ghani, bahkan diinformasikan kabur karena tak mampu membentengi aksi “ugal-ugalan” Taliban.
Proyek gerilya senyap Taliban sebetulnya sudah dirancang semenjak pasukan militer AS menduduki Afghanistan (2001). Pada periode sebelumnya, selama lima tahun (1996-2001), Taliban sempat menguasai wilayah Afghanistan. Kala itu, Afghanistan dijadikan tempat bersembunyi (Sarang Teroris) pemimpin Al-Qaeda, Osama bin Laden dari bidikan AS.
Ketika militer AS mengetahui keberadaan Osama bin Laden di Afghanistan, terkait peristiwa serangan mematikan World Trade Center 11 September 2001, Taliban kehilangan kekuasaan. Mulai saat itu, raungan Taliban menghilang.
Akan tetapi, agenda Taliban tidak serta-merta menghilang. Postur taktis dan pertahanan mereka justru semakin kekar. Mereka sebetulnya bekerja dalam senyap. Jika ditelusuri secara militer-geo-politik, operasi militer Taliban cukup tangguh. Mereka bahkan mampu “menangguhkan” masa kekuasaannya selama AS menduduki Afghanistan.
ADVERTISEMENT
Mereka tak mau melempar bola api panas secara serampangan ketika AS menduduki Afghanistan. Meski tak berulah sebagaimana mestinya, Taliban justru berhasil mengusik keberadaan militer AS hingga akhirnya melepas Afghanistan.
Upaya pengambilalihan pusat-pusat kota di Afghanistan sangat meta-taktis. Memanfaatkan momen pandemi COVID-19, di mana semua perhatian warga dunia – termasuk AS – terarah pada upaya penanganan pandemi virus corona, kelompok Taliban justru melancarkan serangan.
Kondisi peralihan–transisi kekuasaan dari militer AS kembali ke pemerintahan sipil Afghanistan–dijadikan Taliban sebagai timing monumental untuk kembali berkuasa. Masa transisi dan momen pandemi COVID-19 adalah peta kekosongan kekuasaan. Taliban bahkan mampu meneror watak kepemimpinan Ashraf Ghani, Presiden Afghanistan untuk sesegera melepaskan tanggung jawabnya sebagai pemimpin.
Mendengar patroli kekuasaan Taliban semakin mengudara, banyak warga sipil pun memilih mengungsi. Potret derap langkah warga sipil di wilayah-wilayah perbatasan negara tetangga, sejatinya merupakan sinyal buruk bahwa kembalinya Taliban justru menciptakan teror dan ketidaknyamanan.
ADVERTISEMENT
Ingatan warga sipil seperti ditarik ke masa-masa silam ketika Taliban berkuasa 25 tahun yang lalu. Watak konservatif yang menekan hak asasi manusia (HAM) dan teror terhadap kebebasan perempuan kembali bernanah. Inilah yang ditakuti warga Afghanistan dan dunia. Taliban mungkin akan tetap kontra moderat.
Dunia tentu tidak bungkam melihat kenyataan pahit yang dialami warga Afghanistan. Meski diusik polemik internal negara akibat pandemi virus corona, dunia tetap menaruh empati. Jarak akibat pandemi Covid-19 dan teror kehadiran Taliban, tetap membuka ruang solidaritas warga dunia bagi suara senyap para pencari suaka dari Afghanistan.
Salah satu aksi yang mulai digiring adalah aksi peduli pangan dunia. Program Pangan Dunia (WFP) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) saat ini bekerja keras dan serius membantu proses distribusi logistik untuk para pengungsi dari Afghanistan. Wabah kelaparan mungkin akan berjalan beriringan dengan wabah pengungsi di masa pandemi Covid-19 ini. Untuk itu, kerja sama pemimpin negara, sangat dibutuhkan untuk saat ini.
ADVERTISEMENT
Dunia tentunya sangat berharap bahwa era kekuasaan Taliban Jilid II akan lebih berubah dari era kekuasaan sebelumnya (1996-2001). Intervensi langsung di masa pandemi COVID-19 ini juga masih belum bisa diprediksi mengingat semua pemimpin negara masih fokus menangani problem internal negara.
Kita malah berharap pada agenda visi-misi Taliban Generasi II – apakah mereka lebih konservatif dan radikal dari sebelumnya atau semakin terbuka. Watak kekuasaan Taliban menjadi kekuatan di balik operasi bantuan kemanusiaan untuk warga Afghanistan saat ini.