Politik, Hulu dari Masalah Pendidikan

UMJakartaOfficial
Akun resmi milik Universitas Muhammadiyah Jakarta yang dikelola oleh Kantor Sekretariat Universitas
Konten dari Pengguna
24 Oktober 2022 14:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari UMJakartaOfficial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Rektor UMJ Dr. Ma'mun Murod, M.Si., dalam sambutannya secara daring pada Jumat (07/10)
zoom-in-whitePerbesar
Rektor UMJ Dr. Ma'mun Murod, M.Si., dalam sambutannya secara daring pada Jumat (07/10)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
“Sama sekali tidak ada urgensinya”, tegas Dr. Ma’mun Murod, M.Si., Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta saat menanggapi terkait dengan kebijakan Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI yang mengangkat 400 orang tim bayangan. Menurut Ma’mun, pengangkatan tim bayangan juga menunjukkan adanya ketidakpercayaan Menteri terhadap timnya.
ADVERTISEMENT
Pernyataan tersebut dilayangkan Ma’mun dalam Webinar Partai Perindo dengan tema Urgensi Kemendikbudristek Mengangkat 400 Tim Bayangan, yang digelar secara daring pada Jumat (07/10).
Tim bayangan atau shadow organization disebut Nadiem Makarim saat menjadi salah satu pembicara di forum Transforming Education Summit oleh PBB, di New York, Amerika Serikat, pada Sabtu (17/9). Tim bayangan adalah tim yang akan membantu Kemendikbud Ristek untuk menciptakan berbagai aplikasi untuk pendidikan.
Ma’mun mengaku tidak melihat urgensi dari diangkatnya 400 orang tim bayangan. Kemendikbud atau Depdikbud bukan kementerian baru, sosoknya sudah ada sejak lama dan turun-temurun. Hal tersebut mengundang tanya tentang alasan mendasar diangkatnya tim bayangan. Ma’mun juga menilai pengangkatan tim bayangan sebagai pemborosan. Tim yang sudah ada di Kemendikbud dapat diorganisasi dengan baik untuk melakukan pekerjaan.
ADVERTISEMENT
Ma’mun juga melihat adanya liberalisasi pendidikan yakni pendidikan yang berbiaya mahal. Ia menilai biaya pendidikan swasta di Indonesia cukup mahal karena adanya biaya yang harus dikeluarkan instansi penyelenggara pendidikan yakni kampus untuk mendapatkan akreditasi yang bagus. Tentu kampus dengan jumlah mahasiswa yang belum terlalu banyak akan kesulitan menekan biaya pendidikan.
Menurutnya, permasalahan pendidikan di Indonesia saat ini adalah akibat permasalahan yang ada di hulu. Pendidikan berada di hilir, sedangkan hulunya adalah politik. Selama politik sebagai hulu bermasalah, maka pendidikan yang posisinya di hilir akan terkena imbasnya.
“Ketika hulunya korup, maka korup itu akan berlaku di dunia pendidikan. Di dunia manapun, bahkan di pesantren. Maka menurut saya jika mau melakukan perbaikan di hilir, maka hulunya diperbaiki terlebih dahulu,” ungkap Ma’mun.
ADVERTISEMENT
Kritik Ma’mun terhadap kondisi pendidikan dan politik di Indonesia tidak berhenti sampai disitu. Ia juga menjelaskan bahwa politik di Indonesia saat ini sama sekali tidak mendukung adanya perbaikan. Padahal berbagai masukan yang cukup luar biasa telah diberikan pada pemerintah, tapi menurutnya hal tersebut selalu lari ke hulu yang justru malah membatasi pengambilan kebijakan. Alhasil, hanya orang-orang yang berada pada layer atas yang dapat menentukan masa depan orang banyak semaunya sesuai dengan kepentingan individu atau segelintir kelompok.
Mengenai perbaikan terkait sertifikasi dan tunjangan bagi dosen dan guru yang kini dilakukan menurut Ma’mun jangan sampai diganggu. Adanya RUU Sisdiknas juga diharapkan Ma’mun tidak mengganggu, memperlambat dan memperburuk pengembangan pendidikan di Indonesia. “Angka sarjana, magister, dan doktor di Indonesia sangat rendah. Kalau dibaca, Indonesia berada di nomor sekian di Asia Tenggara. Tentu akan lebih prihatin lagi kalau ada UU yang diproduk tapi wajah liberalnya yang muncul,” pungkas Ma’mun.
ADVERTISEMENT
Ma’mun melihat bahwa yang terjadi dalam pendidikan di Indonesia adalah karena pemahaman politik yang dibatasi pada kekuasaan dan bagi-bagi kekuasaan. Walaupun dinilai wajar, tapi ditegaskannya bahwa hal tersebut tidak dapat memastikan kepentingan bersama menjadi yang utama. “Ketika yang mengedepan adalah politik dalam pengertian kekuasaan, maka dipastikan hal-hal yang berkenaan dengan substansi atau pesan-pesan fundamental dari pembukaan UUD 1945 apalagi yang berkenaan dengan pendidikan itu pasti diabaikan,” ujar Ma’mun.
Permasalahan tersebut disebut Ma’mun sebagai akibat dari liberalisasi politik. Politik yang berbiaya mahal akan mengakibatkan permasalahan di hilir. Salah satu cara agar dapat menghasilkan pemilihan yang berkualitas menurut Ma’mun adalah dengan memperkuat lembaga-lembaga kepemiluan seperti KPU dan Bawaslu. “Perkuat KPU. Perkuat Bawaslu. Kalau hulunya sudah beres, saya yakin hilirnya juga beres,” tegas Ma’mun.
ADVERTISEMENT