Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Menengok Konvensi Rakyat Partai Perindo
21 Juli 2022 19:08 WIB
Tulisan dari Mawardin Sidik tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kalau mengacu pada hasil Pemilu 2019, perolehan suara partai nonparlemen terbesar diraih oleh Partai Perindo (3,7 juta). Urutan kedua adalah Partai Berkarya (2,9 juta), diikuti PSI (2,6 juta), Partai Hanura (2,1 juta), PBB (1 juta), Partai Garuda (700-an ribu) dan PKP (300-an ribu). Selebihnya, ketujuh partai itu hanya meraup kursi parlemen di daerah (DPRD).
ADVERTISEMENT
“Lebih baik hampir kalah daripada hampir menang”. Inilah satu mantra politik yang relevan untuk membahas fenomena Partai Persatuan Indonesia (Perindo). Partai besutan Hary Tanoesoedibjo (HT) itu pertama kali mengikuti pesta demokrasi pada Pemilu 2019.
Meskipun gagal meraih kursi Senayan pada Pemilu 2019, Perindo berhasil mendapatkan 29 kursi DPRD Provinsi dan 379 DPRD Kabupaten/Kota. Secara nasional, Perindo memperoleh suara sekitar 2,67 persen. Modal awal itu bisa menjadi sayap untuk menerbangkan Perindo lebih tinggi. Seberapa besar kans Perindo lolos parlemen pusat pada Pemilu 2024 mendatang?
Inovasi Politik
Tahun 2021, Perindo meluncurkan logo baru partai (burung garuda yang membentangkan sayap). Inovasi Perindo itu itu tergambar dalam kebaruan logonya, kemudian berlanjut melalui penyelenggaraan Konvensi Rakyat untuk memilih calon anggota legislatif (caleg).
ADVERTISEMENT
Langkah Perindo itu layak diapresiasi sebagai instrumen rekrutmen caleg secara inklusif yang mengedepankan ekosistem demokrasi digital (e-demokrasi). Inisiatif Konvensi Rakyat Perindo merupakan terobosan dalam kerangka technopolitics, kombinasi antara teknologi dan politik (Victor Sampredo, 2011).
Gebrakan Perindo yang berbasis e-demokrasi itu mencerminkan partisipasi, transparansi dan akuntabilitas institusi partai. Salah satu contoh aktual dari praktik e-demokrasi ialah kemenangan Partai Movimento 5 Stelle atau Gerakan Lima Bintang (M5S) pada Pemilu Parlemen Italia 2018. Strateginya terletak pada perkawinan silang antara teknologi internet dan program unggulan.
Partai M5S diprakarsai oleh Beppe Grillo dan Gianroberto Casaleggio pada 2009. Partai M5S mempromosikan isu-isu kunci, antara lain inovasi teknologi, pembangunan yang berkelanjutan, hak akses internet, ekonomi hijau, dan pelestarian lingkungan.
ADVERTISEMENT
Dalam proses seleksi kandidat, M5S memanfaatkan platform internet melalui voting online yang dilakukan anggota partai. Lebih dari itu, setiap anggota M5S dapat berpartisipasi secara online dalam konteks pembuatan kebijakan manakala M5S meraih mandat rakyat.
Apakah Perindo mampu mengikuti jejak kesuksesan M5S? Kini, HT ibarat arsitek yang sedang merancang bangunan politik senada. Di sisi lain, kesediaan M. Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB) – mantan Gubernur NTB sekaligus ulama – sebagai Ketua Dewan Konvensi Rakyat memantulkan keseriusan Perindo.
Pelajaran penting dari keterpilihan sosok Luigi Di Maio (wakil ketua parlemen Italia) dari Partai M5S Italia juga inspiratif. Awalnya, Di Maio relatif tak dikenal, tapi demokrasi langsung yang digelar M5S membuka ruang bagi siapa pun untuk mencalonkan diri selaku kandidat parlemen, termasuk Di Maio.
ADVERTISEMENT
Praktisnya pada 2013, Di Maio pun masuk parlemen. Perjalanan karir politik Di Maio bermula pada 2010 saat mencalonkan diri menjadi pejabat kota, tapi gagal. Ia bersinar di pemilu berikutnya pada 2013, kemudian terpilih sebagai wakil ketua parlemen Italia.
Kerja Keras
Dalam konstruksi kebangsaan, HT termasuk politikus yang mencoba bereksperimen bahwa pluralitas dan inklusivitas adalah sesuatu yang niscaya dan final. Kesetaraan (equality) adalah dalil utama berdemokrasi. Maka, siapa pun bisa menduduki jabatan politik (termasuk ketua umum parpol), apa pun latar belakang agama, gender dan etnisnya.
Namun, serba-serbi kebinekaan itu mesti dilapisi dengan totalitas politik (kerja keras dan cerdas) untuk memenangkan kontestasi elektoral. Dedikasi dan konsolidasi harus berada dalam satu tarikan nafas, termasuk rekrutmen figur mumpuni yang berjejaring luas.
ADVERTISEMENT
Belakangan, sejumlah tokoh popular menambah terang perwajahan struktural Perindo. Sebut saja Ferry Kurnia Rizkiyansyah (mantan anggota KPU RI) dan Boyke Novrizon (eks aktivis 1998). Keduanya Wakil Ketua Umum Perindo. Di kalangan akademisi, terdapat Hoga Saragih, Heri Budianto, Susaningtya Nefo Handayani Kertopati, Arief Budiman, dan lainnya.
Kehadiran Tama Satrya Langkun, mantan aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) juga mencerminkan simbol antikorupsi. Yang utama adalah konsistensi sikap di garis perjuangan sesuai platform politik. Apalagi andalan Perindo secara elektoral bergantung kepada para elite dan kader Perindo secara mandiri dan terdesentralisasi.
Kemelekatan Perindo dengan HT lebih bersifat internal kelembagaan partai. Pada saat yang sama, Perindo perlu meningkatkan SDM politik melalui “Sekolah Partai”, “Akademia Perindo”, atau apapun istilahnya, yang digelar secara terukur, kontinyu, dan berkarakter teknokratik.
ADVERTISEMENT
Keluasan jaringan media yang mengasumsikan keunggulan Perindo di ranah perang udara memang telah memadai. Namun, perang udara seyogianya berjalan paralel dengan kehebatan perang darat untuk mendongkrak akseptabilitas dan elektabilitas. Daya magnet partai akan dilihat dari kadar proksimitas kader dengan konstituen.
Di basis pedesaan, para kader hendaknya menjawab kebutuhan konkret warga yang merefleksikan personifikasi kader partai di akar rumput. Dalam hal diskursus intelektual, kader mesti piawai menumbuhkan narasi kreatif untuk menggaet “swing voters”, khususnya kelas menengah perkotaan yang tergolong pemilih rasional.
Satu hal lagi, yaitu “issue ownership” yang melekat pada Perindo: untuk Indonesia Sejahtera. Gerobak Perindo yang menyasar pelaku UMKM dapat dioptimalisasikan sebagai program unggulan dan berimplikasi strategis untuk menyatu dengan rakyat. Dengan kata lain, tagline “Indonesia Sejahtera” bukan sekadar jargon, tapi mewujud dalam tindakan nyata.
ADVERTISEMENT
Jika pemberdayaan masyarakat terus mengkristal dalam aktivisme politik Perindo, maka berkah elektoral bukan sesuatu yang mustahil tercapai. Terlebih survei mutakhir menunjukkan performa Perindo terus meningkat, walhasil elektabilitasnya di angka 3,3% (Survei Litbang Kompas, Juni 2022). Menarik kita ikuti perkembangan politik di hari-hari mendatang.