10 Juta Orang Kaya RI Gemar Belanja di Luar Negeri, Ekonom: Tiketnya Lebih Murah

16 Januari 2025 15:03 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pusat perbelanjaan di Singapura. Foto: "Netfalls  Remy Musser"/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pusat perbelanjaan di Singapura. Foto: "Netfalls Remy Musser"/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan ada 10 juta masyarakat kelas atas alias orang kaya masih gemar belanja di luar negeri. Menurutnya, 10 juta orang tersebut memiliki daya beli yang sangat besar.
ADVERTISEMENT
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda menilai belanja merupakan aktivitas yang sifatnya rekreasional dan orang kaya bisa mendapatkan rekreasi di luar negeri.
Tak hanya itu, mereka juga bisa mendapatkan harga lebih murah (hanya harga barang) dibandingkan di Indonesia. Karena itu, orang kaya tersebut liburan sekalian belanja dengan harga yang lebih murah.
“Selain itu, pride barang akan naik ketika ada label dari luar negeri dibandingkan di toko yang ada di Indonesia meskipun sama barang-nya. Bagi orang luar Jakarta, biaya ke luar negeri (khususnya Singapore) juga lebih murah dibandingkan biaya ke Jakarta,” kata Huda kepada kumparan, Kamis (16/1).
Harga tiket pesawat ke luar negeri juga lebih murah dibandingkan pesawat domestik. Dengan demikian, Huda menilai fenomena ini wajar yang akhirnya orang kaya memilih belanja barang branded di luar negeri. Termasuk juga pejabat negara.
ADVERTISEMENT
Huda mengatakan, dampak belanja dari luar negeri langsung dengan dampak belanja barang impor ke devisa sebenarnya sama. Keduanya sama-sama menguras devisa RI.
Ilustrasi pusat perbelanjaan di Singapura. Foto: jayk67/Shutterstock
“Mereka pergi ke luar negeri harus nukar uang, mereka belanja barang impor juga tokonya menggunakan devisa,” kata Huda
“Tapi jika orang kaya dan pejabat ini belanja dari toko yang di Indonesia, ada pemasukan bagi negara. Negara mendapatkan penerimaan dari bea impor dan pajak impor,” ujarnya.
Apakah fenomena ini menjadi pertanda buruk bagi ekonomis domestik, Huda bilang bahwa ia mendudukannya pada industri ritel.
“Mereka beli barang tidak melalui toko di Indonesia. Indeks perdagangan akan tertekan, khususnya barang tahan lama dan barang premium,” kata Huda.
Selebihnya, Huda menilai tidak berpengaruh ke ekonomi domestik. Sebab, mereka yang belanja ke luar negeri itu hanya untuk mengakali beli barang lebih murah, dan bisa jalan-jalan.
ADVERTISEMENT