12 Juta Orang Indonesia Tak Punya Rumah, PMN dan KPR Harus Jadi Solusi

15 Agustus 2022 13:25 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja menyelesaikan pembangunan perumahan bersubsidi di Bogor. Foto: Yulius Satria Wijaya/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja menyelesaikan pembangunan perumahan bersubsidi di Bogor. Foto: Yulius Satria Wijaya/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Masih banyak masyarakat Indonesia yang menghadapi tantangan berat untuk memenuhi kebutuhan pokok, seperti rumah untuk tempat bernaung. Kebutuhan papan atau rumah dianggap yang paling sulit dipenuhi.
ADVERTISEMENT
Katadata Insight Center mencatat bahwa harga tanah menjadi hambatan utama dalam penambahan pasokan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Tidak hanya itu, hambatan lainnya mengenai kemampuan daya beli MBR yang selalu tertinggal dari kenaikan harga lahan dan bangunan.
Panel Ahli Katadata Insight Center, Mulya Amri menyebutkan 84 persen dari backlog atau tidak memiliki rumah di Indonesia didominasi oleh MBR. Apabila dirincikan, golongan MBR yang tidak memiliki rumah sebanyak 10.741.689 dan sisanya adalah golongan Non MBR 1.973.608.
Keberpihakan pemerintah dan dukungan perbankan dinilai menjadi hal penting guna mendukung kepemilikan rumah terhadap kelompok MBR. Diperlukan juga lembaga perbankan yang berkomitmen untuk menyalurkan kredit konstruksi dan KPR bersubsidi.
“Inovasi sumber pendanaan harus menjadi fokus utama untuk kurangi beban APBN. Penyertaan Modal Negara (PMN) dan kecukupan modal perbankan bisa mendukung cita-cita mulia pemerintah mewujudkan tempat tinggal yang layak huni untuk masyarakat berpenghasilan rendah,” ujar Mulya dalam acara Rumah Untuk Semua: Mencari Solusi Masyarakat Merdeka Punya Rumah Layak, Senin (15/8).
ADVERTISEMENT
Katadata Insight Center juga telah melakukan riset dari bulan Mei hingga akhir Juli. Untuk melakukan verifikasi atas hasil temuan di lapangan, tim Katadata melakukan interview dengan para pemangku kepentingan di industri perumahan, mulai dari pengurus asosiasi, ekonom, pengamat properti, Kementerian PUPR, Kementrian Keuangan, Bank BTN hingga sejumlah debitur KPR.
“Kegiatan riset ini bagian dari upaya kami mengingatkan kembali pemerintah tentang janji mulia program sejuta rumah yang dicetuskan Presiden Joko Widodo pada 2015 silam. Kami juga sengaja merilis hasil riset ini menjelang hari Kemerdekaan sebagai renungan bersama bahwa banyak masyarakat kita yang belum sepenuhnya merdeka memiliki hunian layak,” kata Mulya.

Solusi untuk Masalah Kebutuhan Rumah Masyarakat

Kementerian PUPR menyebutkan jumlah backlog kepemilikan rumah di Indonesia mencapai 12,75 juta unit. Hal ini sejalan dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2020 yang menyatakan hanya 59,5 persen keluarga menghuni rumah yang layak, sedangkan sisanya adalah rumah tidak layak huni.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, data backlog diperkirakan akan terus meningkat, karena jumlah keluarga baru terus bertambah, sedangkan pasokan hunian layak tidak mampu mengimbangi. Meskipun ada pasokan, harganya sulit terjangkau atau pilihan lainnya lokasi rumah berada jauh dari tempat beraktivitas, seperti di area pinggiran kota.
Untuk itu, Katadata merekomendasikan beberapa hal yang perlu dilakukan pemerintah agar backlog perumahan bisa berkurang secara signifikan dan keresahan kaum millennial yang susah memiliki rumahakibat kenaikan harga properti memiliki solusi. Menurut Mulya, rekomendasi pertama yakni pemerintah perlu mendukung ketersediaan lahan untuk pembangunan hunian MBR. Kedua, Pengembangan hunian vertikal harus diwujudkan dengan melibatkan pengembang skala besar.
Suasana pembangunan rumah subsidi di Bogor, Jawa Barat, Rabu (27/11). Foto: ANTARA FOTO/Yulius Satria
Ketiga, regulasi pemerintah harus sejalan dengan tujuan penambahan pasokan hunian MBR. Keempat, inovasi sumber pendanaan harus menjadi fokus utama mengurangi beban APBN. Kelima, pemerintah perlu mengkaji pentingnya keberadaan bank khusus perumahan rakyat. Dan keenam, PMN dan kecukupan modal perbankan dapat mendukung cita-cita pemerintah mewujudkan tempat tinggal layak huni bagi MBR.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, Ekonom CORE Indonesia, Piter Abdullah menuturkan perlu upaya ekstra keras dalam menekan angka backlog. Lebih dari sekadar dukungan dan keberpihakan nyata semua pihak agar visi besar presiden Jokowi bisa terwujud sebelum masa jabatannya habis.
Piter menyarankan agar kapasitas permodalan Bank BTN dapat ditingkatkan melalui penyertaan modal negara (PMN). Dengan menerima PMN, BTN bakal punya kemampuan untuk memperbesar penyaluran kredit ke MBR.
“BTN terbukti punya rekam jejak dan sejarah panjang sebagai pelaksana mandat pemerintah dalam membantu MBR memiliki rumah. Fakta juga menunjukkan, BTN paling berprestasi dalam menyalurkan program kredit bersubsidi FLPP dan punya keberpihakan nyata terhadap segmen MBR,” ungkap Piter.
Ia mengingatkan bahwa tanpa PMN ke BTN, program sejuta rumah rakyat yang digagas Presiden Jokowi bisa melambat. Sedangkan, masa jabatan presiden akan berakhir pada 2024.
ADVERTISEMENT
“Tanpa keberpihakan dan komitmen pemerintah, memiliki hunian layak hanya menjadi mimpi para MBR. Tak ada pilihan bagi pemerintah selain menyalurkan PMN ke BTN. Menunda PMN berarti lost opportunity dan segmen MBR paling dirugikan," tambah Piter.
Direktur Rumah Umum dan Komersial Kementerian PUPR, Fitrah Nur menjelaskan Kementerian PUPR terus berupaya mengatasi backlog dan mendorong MBR untuk memiliki rumah layak huni. Salah satunya dengan melakukan inovasi penyediaan hunian layak bagi MBR berpendapatan tidak tetap atau informal.
Petani memupuk tanaman padi di area persawahan yang bersebelahan dengan perumahan. Foto: Irwansyah Putra/ANTARA FOTO
“Jika sektor MBR informal ini dapat dipetakan lebih rinci, pasti akan lebih mudah menjangkau mereka dalam pembiayaan KPR oleh perbankan. Kita ambil contoh petani bisa masuk dalam kategori MBR informal karena tidak memiliki slip gaji, namun sebenarnya kemampuan bayar mereka cukup tinggi, jadi mungkin solusi yang tepat adalah pemetaan sektor MBR informal untuk selanjutnya dijadikan Grand Design Perumahan Segmen MBR Informal,” pungkas Fitrah.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Umum DPP REI, Moderod menyatakan saat ini DPP REI sedang mendorong program untuk memudahkan masyarakat terutama pekerja untuk mendapatkan perumahan layak huni. Tak terkecuali apartemen dengan cara menyewa untuk kemudian memiliki (rent to own).
“Program sejuta rumah yang sedang berjalan dan on the right track, peningkatan selama pandemi sedikit melambat, tapi selama pandemi salah satu bidang usaha yang masih positif adalah di bidang properti, termasuk di bidang perumahan masyarakat berpenghasilan rendah,” tandas Moerod.