news-card-video
12 Ramadhan 1446 HRabu, 12 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45

23.472 Desa di RI Punya Potensi Ekonomi Restoratif Tinggi, Didominasi Palawija

11 Maret 2025 11:48 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana perkebunan wortel Berastagi di Kabupaten Tanah Karo, Sumut, Sabtu (1/3). Foto: Tri Vosa/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana perkebunan wortel Berastagi di Kabupaten Tanah Karo, Sumut, Sabtu (1/3). Foto: Tri Vosa/kumparan
ADVERTISEMENT
Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios) Media Wahyudi Askar menjelaskan 23.472 desa di Indonesia memiliki potensi ekonomi restoratif yang tinggi.
ADVERTISEMENT
Ekonomi restoratif merupakan upaya untuk memulihkan kerusakan ekosistem alam dan sosial di tengah kegiatan ekonomi konvensional yang cenderung bersifat ekstraktif
Celios melakukan penelitian terhadap 80.000 desa untuk merinci potensi ekonomi restoratif guna menjawab pemulihan alam sekaligus menciptakan peluang ekonomi baru.
Media mengatakan bahwa, Celios menjadi salah satu penggagas ekonomi restoratif di Indonesia.
"Yang kita butuhkan saat ini adalah diversifikasi komoditas lokal. Kita butuh produk lokal yang lebih diversi. Maka dari itu ada konsep ekonomi restoratif ini," kata Askar dalam acara Peluncuran Laporan Membangun Ekonomi Restoratif di Desa, Jakarta, Selasa (11/3).
Di antaranya, dominasi 16.08 persen komoditas Palawija dan 6.53 persen Karet yang tersebar di seluruh desa berpotensi menjadi andalan. Kata Askar, asalkan praktiknya dijalankan dengan tepat dan bertanggung jawab oleh masyarakat setempat.
ADVERTISEMENT
Lewat studinya, Celios mengungkap provinsi dengan potensi ekonomi restoratif berkategori sangat tinggi ialah Kalimantan Utara, Maluku, dan Kalimantan Tengah. Berkategori tinggi seperti Papua Barat, Sulawesi Tengah, dan Kalimantan Timur.
"Daerah ini memiliki potensi luar biasa jadi pionir dalam ekonomi restoratif karena ketersediaan sumber daya dan kondisi ekosistem yang sangat hijau," lanjut Askar.
Petani menyiapkan lahan Daerah Aliran Sungai (DAS) untuk ditanami berbagai jenis tanaman pertanian dan palawija. Foto: ANTARA FOTO/Irwansyah Putra
Meski memiliki ribuan desa yang berpotensi mendongkrak ekonomi restoratif, di dalam laporannya Celios mencatat 95.40 persen desa di Indonesia punya inisiatif rendah dalam mendukung agenda ekonomi restoratif tersebut.
Menurut Askar, hal ini mencerminkan kurangnya aksi proaktif dari pemerintah lokal atau masyarakat sekitar untuk mengimplementasikan praktik ekonomi restoratif. Artinya, ada urgensi peningkatan kesadaran dan dukungan program agar potensi restoratif yang ada tak terbuang sia-sia.
ADVERTISEMENT
"23.653 desa punya masalah serius yang menandakan tantangan besar yang perlu diatasi secara kolektif, utamanya dalam hal praktik ekonomi dan bisnis yang merusak," katanya.
Ihwal tantangan menuju ekonomi restoratif, Askar bilang, 89.64 persen masyarakat desa masih membuang sampah di dalam lubang atau membakarnya, 1 dari 5 desa memiliki sungai dengan kondisi tercemar limbah baik dari industri, usaha, atau rumah tangga.
Kemudian, sebanyak 22.824 desa masih membuang tinjanya bukan di jamban alias masih di sawah, kolam, lubang, pantai, kebun, dan tempat lainnya.
Tantangan lainnya, Askar menilai keberadaan tengkulak di desa-desa bakal menghambat pengembangan ekonomi restoratif karena petani kesulitan meningkatkan kesejahteraannya.
Askar memandang pemerintah mesti terus mendorong pembentukan dan penguatan koperasi petani untuk meningkatkan kekuatan tawar, memberikan pendidikan dan pelatihan tentang hak-hak dan pemasaran, hingga memperkuat regulasi pemerintah.
ADVERTISEMENT
Dalam kesempatannya, Celios juga me-launching dashboard khusus yakni Restoratif Ekonomi di website Celios. Dashboard ini menampilkan visualisasi data terkait pemetaan ekonomi restoratif di pedesaan Indonesia berdasarkan tiga aspek utama yaitu potensi, inisiatif, dan tantangan pengembangan ekonomi restoratif.