Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.96.1
36% Kebutuhan Bahan Baku Kaleng RI Masih Impor
4 Mei 2018 14:47 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
![Lakukan yang Anda Katakan (Foto: Pixabay)](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1512478669/sszdooc38w1j0net9mvr.jpg)
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Asosiasi Produsen Kemas Kaleng Indonesia (APKKI) mencatat, produsen Tinplate lokal hanya mampu memproduksi 160 ribu ton per tahun sedangkan kebutuhannya mencapai 250 ribu ton. Sisanya harus diimpor dari Taiwan, China, dan Korea Selatan.
"PT Latinusa (satu-satunya produsen Tinplate lokal) hanya mampu memproduksi sebesar 160 ribu MT Tinplate per tahunnya," ungkap Ketua APKKI Halim PW saat ditemui di Gedung Kementerian Perdagangan, Jalan Ridwan Rais, Jakarta, Jumat (4/5).
![Membuat Sabuk Dari Tuas Bekas Kaleng (Foto: Reuters/Amr Abdallah Dalsh)](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1519038184/k0yyj7epmb3un0oxdnsz.jpg)
Masih tingginya angka impor Tinplate tidak didukung dengan kebijakan pemerintah yang justru dianggap menyulitkan dan memberatkan. Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) berencana untuk melanjutkan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD). Itu artinya Tinplate akan dikenakan tarif bea masuk sampai 20%, rinciannya pengenaan tarif bea masuk 12,57% ditambah BMAD dikisaran 4,4% hingga 7,9%.
ADVERTISEMENT
"Ini sangat mencekik industri kami. Sebanyak 4 industri kami sudah tutup di tahun 2017," timpal Sekretaris Jenderal APKKI Arief Junaidi.
Lebih lanjut dia menambahkan, saat ini banyak industri makanan dan minuman yang justru memilih untuk mengimpor langsung kaleng jadi dengan menggunakan tarif Free Trade Agreement (FTA) alias tidak dikenakan biaya impor apapun. Sehingga, hal ini membuat banyak produsen kemas kaleng dalam negeri gulung tikar.
"Kami mau jual produk kemas kaleng harganya mahal karena produksi juga mahal kalah saing dengan produk impor yang dikenakan tarif FTA. Sementara, kalau kami buat harganya murah, kami enggak bisa memperoleh keuntungan," keluh Arief.