news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

50 Tahun Mengaspal, Blue Bird Tancap Gas ke Bahan Bakar Bersih

7 Agustus 2022 7:15 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengemudi taksi Bluebird sedang mengisi daya untuk taksi listriknya di tempat pengisian daya baterai Blue Bird Group, Mampang, Jakarta Selatan, Rabu (13/7/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pengemudi taksi Bluebird sedang mengisi daya untuk taksi listriknya di tempat pengisian daya baterai Blue Bird Group, Mampang, Jakarta Selatan, Rabu (13/7/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Rumah dinas nomor 107 di Jalan Cokroaminoto, Menteng, Jakarta Pusat, jadi saksi bisu keberhasilan PT Blue Bird Tbk (BIRD) membangun bisnis taksi di Indonesia. Dari rumah itulah tempat mula Mutiara Siti Fatimah Djokosoetono memulai bisnisnya, yang ternyata terus bertahan hingga kini, 50 tahun kemudian.
ADVERTISEMENT
Saat resmi beroperasi pada 1972, ada 25 unit Bluebird Holden Torana yang diluncurkan Mutiara. Kala itu, dia mengaku sangat gugup sekaligus bahagia saat puluhan unit mobil yang dipesannya tiba dari Surabaya dan mengaspal perdana di Jakarta.
Pelan tapi pasti, bisnis mobil Mutiara terus melaju hingga saat ini bisa melahirkan puluhan ribu unit. Armada yang dikelola juga berkembang bukan hanya taksi, tapi juga bus. Perjalanan Blue Bird mengaspal selama 50 tahun di Indonesia, juga dibarengi dengan perubahan signifikan dari sisi bahan bakar. Awalnya menggunakan BBM, sebagian armada Blue Bird hijrah ke Bahan Bakar Gas (BBG) yaitu Compressed Natural Gas (CNG) yang lebih ramah lingkungan.
25 armada Bluebird Holden Torana milik Blue Bird yang perdana mengaspal di Jakarta, 1972. Foto Blue Bird.
Wakil Direktur Utama Blue Bird, Adrianto Djokosoetono, mengatakan taksi Blue Bird sebenarnya sudah beralih ke BBG pada 1985. Sayangnya, saat itu pasokan CNG masih susah didapatkan, sehingga konversi ke bahan bakar yang lebih bersih kala itu belum optimal.
ADVERTISEMENT
Barulah pada 2014-2015, Blue Bird benar-benar pindah menggunakan BBG. Palembang menjadi tempat pertama Blue bird mengaplikasikan konversi BBM ke BBG. Saat itu, ada 200 unit yang sudah beralih menggunakan gas karena sudah dibangun Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG).
“Kita komitmen BBG sebagai kontributor yang positif dari pengurangan emisi. Jadi bahan bakar gas kita menggunakan CNG, 75 persen emisinya lebih rendah dibanding kendaraan biasa,” katanya saat ditemui di kantor pusat Blue Bird, Jakarta Selatan, Rabu (13/7).
Saat ini, jumlah armada Blue Bird berbasis BBG sebanyak 2.300 unit atau 22 persen dari seluruh armada. Jumlah ini akan terus bertambah seiring dengan rencana penambahan hingga 5.000 unit.
Aksi Blue Bird pindah ke bahan bakar yang lebih hijau terus berlanjut dengan menggunakan taksi listrik. Langkah itu dimulai tiga tahun lalu, untuk mendukung langkah pemerintah mengurangi emisi karbon di Indonesia.
Wakil Direktur PT Blue Bird Tbk, Adrianto Djokosoetono, di tempat pengisian daya baterai Blue Bird Group, Mampang, Jakarta Selatan, Rabu (13/7/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
“Akhirnya kita sejak tahun 2019 mengimplementasikan kendaraan taksi menggunakan full battery vehicles. Kita langsung menuju zero emission, bukan hanya reduction emission saja karena itu sudah kita jalankan sejak tahun 2000-an dengan menggunakan CNG converter kit,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Adrianto mengakui transportasi menjadi salah satu sektor penyumbang emisi karbon di Indonesia, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta. Karena itu, Blue Bird juga berencana menambah armada mobil listrik sebanyak 50-60 unit di tahun ini. Adapun perusahaan sudah memiliki 60 unit, sehingga diharapkan total armada listrik minimal mencapai 110 unit hingga akhir tahun.
“Kita juga tambah kendaraan listrik sebagai penambah untuk mencapai target 50 persen, ditambah kita siapkan solar panel untuk menambah lagi pengurangan jejak karbon kita dari end to end,” ujar dia.
Meski begitu, dia menilai investasi pengadaan mobil listrik sangat mahal. Biayanya empat kali lipat dari mobil konvensional. Dengan demikian, pihaknya juga masih menggenjot konversi armada berbasis BBG secara beriringan, mengingat harga CNG jauh lebih murah.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), penjualan mobil listrik memang menghadapi tantangan karena harganya yang masih mahal dibandingkan harga mobil konvensional. Harga mobil konvensional yang banyak dibeli masyarakat kelas menangah kebanyakan di level Rp 300 juta per unit, sementara harga mobil listrik di atas Rp 700 juta per unit.

Kurangi Emisi 50 Persen hingga 2030

Dengan perjalanan Blue Bird yang sudah setengah abad melewati berbagai perubahan zaman, Andrianto menegaskan perusahaan sudah mematok target untuk mengurangi emisi dan limbah gas buang hingga 50 persen pada tahun 2030.
Toyota Prius PHEV digunakan untuk armada taksi Bluebird. Foto: Muhammad Ikbal/kumparan
Komitmen itu tertuang dalam Visi Keberlanjutan Blue Bird 50:30, seiring dengan target pemerintah yang tercantum dalam Nationally Determined Contribution (NDC). Indonesia akan mengurangi emisi 29 persen atau 834 juta ton CO2 ekuivalen dengan usaha sendiri atau 41 persen dengan bantuan internasional tahun 2030.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), emisi gas rumah kaca (GRK) sektor energi pada tahun 2019 yaitu 638.452 Gg CO2 ekuivalen. Adapun kategori penyumbang emisi terbesar yakni industri produsen energi sebesar 43,83 persen.
Kemudian disusul sektor transportasi sebesar 24,64 persen, industri manufaktur dan konstruksi 21,46 persen, dan sektor lainnya 4,13 persen. Dalam kategori industri produsen energi, terdapat subkategori pembangkit listrik sebagai penghasil emisi terbesar.
Bahkan untuk kawasan DKI Jakarta, data Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta menunjukkan sumber emisi GRK terbesar berasal dari sektor transportasi. Sepanjang 2021, emisi dari sektor itu mencapai 11,86 juta ton CO2 ekuivalen.
Karena itu, penggunaan mobil listrik pada armada Blue Bird diharapkan bisa mengurangi C02 lebih baik ketimbang kendaraan konvensional. Menurut data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mobil listrik murni atau BEV hanya akan menghasilkan emisi CO2 sebesar 0-5 gram/km. Sementara itu, emisi CO2 dari mobil konvensional atau ICE dapat mencapai 125-250 gram/km.
ADVERTISEMENT
Adrianto juga menyebut kondisi ekonomi global yang menyebabkan kenaikan harga BBM dan BBG juga turut membebani biaya operasional Blue Bird. Menurut dia, beban dari belanja BBM dalam operasional Blue Bird mencapai 22-24 persen.
“Konsumsi itu ada beberapa faktor, ada faktor teknisnya dari perawatan. Apa yang kita ukur semua emisi itu adalah salah satu indikator hemat atau tidaknya konsumsi BBM dalam satu kendaraan, kedua adalah behaviour driver,” jelas Adrianto.
Adapun armada Blue Bird konvensional tidak seluruhnya menggunakan BBM bersubsidi seperti Pertalite. Khusus untuk mobil mewah menggunakan BBM nonsubsidi yang harganya sudah beberapa kali naik, seperti Pertamax maupun Pertamax Turbo.
Selain itu, harga BBG juga sempat naik beberapa waktu lalu, dari Rp 3.100 per liter setara premium (lsp), menjadi Rp 4.500 lsp yang berlaku sejak 1 Mei 2022. Adrianto membenarkan kenaikan ini turut mengubah struktur finansial perusahaan, walaupun belum berdampak kepada harga argo atau tarif taksi Blue Bird.
Direktur Utama Blue Bird, Sigit Priawan Djokosoetono. Foto: PT Blue Bird Tbk
“Sekarang pada saat recovery itu menjadi sesuatu yang komposisinya kira-kira masih normal karena income kita juga membaik,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, Blue Bird berhasil mencetak laba bersih Rp 146,18 miliar per semester I 2022. Kinerja moncer ini merupakan kebalikan dari periode yang sama tahun lalu rugi Rp 30,13 miliar.
Keberhasilan Blue Bird kembali cetak laba bersih sejalan dengan pendapatan perusahaan Rp 1,54 triliun, melesat 48 persen. Pendapatan ini pun sudah hampir menyamai pendapatan periode pra-pandemi Blue Bird.
Kenaikan pendapatan juga membuat laba operasional perusahaan naik tajam 386 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pencapaian tersebut diraih seiring dengan upaya Blue Bird mempertahankan posisi kas yang sehat dan neraca yang kuat. EBITDA (pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi,dan amortisasi) yang mengalami kenaikan 102 persen dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya menjadi Rp 383 miliar di tahun ini.
Luhut Pandjaitan dan Budi Karya naik Go Blue Bird. Foto: Antara/Wahyu Putro A
Pada semester pertama tahun ini, layanan taksi reguler Bluebird mendominasi perolehan pendapatan dan mengalami peningkatan pertumbuhan hingga 45 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Untuk memenuhi permintaan pasar terhadap layanan taksi, khususnya di kuartal kedua 2022, perseroan juga meremajakan armada operasinya. Sambil menunggu kedatangan armada baru, Blue Bird terus menyeimbangkan antara ketersediaan dan permintaan mobil bekas. Seiring dengan penurunan jumlah unit mobil bekas terjual, terjadi peningkatan capital gain per mobil, sehingga perseroan dapat membukukan kenaikan penjualan sebesar Rp 25,8 miliar pada semester pertama 2022.
Direktur Utama Blue Bird Sigit Priawan Djokosoetono mengatakan, kinerja keuangan positif Bluebird bukanlah hal yang mudah dicapai dan penuh dengan berbagai tantangan, mengingat pemberlakuan kebijakan pembatasan mobilitas masyarakat yang diterapkan di sejumlah daerah.
Taksi listrik milik bluebird yang dipajang dalam konferensi pers Jakarta Formula E-Prix di Lapangan Monas, Jakarta, Jumat (20/9/2019). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
“Dengan tren kinerja positif yang secara berkelanjutan ditunjukkan perusahaan, kami bersyukur dapat menjadi perusahaan yang semakin adaptif dan tangguh di tengah tantangan pandemi dengan mencatatkan pertumbuhan positif selama 3 kuartal terakhir berturut-turut," ucap Sigit dalam siaran pers, Kamis (4/8).
ADVERTISEMENT