65 SPBU Sudah Jual Pertamax Green 95, Pertamina Bakal Ekspansi ke Jateng

25 Mei 2024 17:15 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Pertamax Green 95. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pertamax Green 95. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
PT Pertamina Patra Niaga terus memperluas distribusi Pertamax Green 95, produk bioetanol dengan kadar oktan (RON) 95, hingga ke wilayah Jawa Tengah.
ADVERTISEMENT
Direktur Pemasaran Regional Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo, mengatakan sudah ada 65 SPBU yang menjual Pertamax Green 95 di sekitar Jakarta, Surabaya, dan Malang per April 2024.
Pada saat peluncuran secara terbatas pada Juli 2023 lalu, Pertamax Green 95 hanya dijual di 15 SPBU, yakni 5 unit di DKI Jakarta mencakup SPBU MT Haryono, SPBU Fatmawati 1 dan 2, SPBU Lenteng Agung, dan SPBU Sultan Iskandar Muda.
Sementara 10 SPBU berada di Surabaya yakni SPBU Jemursari, Soetomo, Mulyosari, Merr, Ketintang, Karang Asem, Mastrip, Citra Raya Boulevard, Juanda, dan Buduran.
"Sudah sekitar 65 titik, di Jakarta, Surabaya, sampai Malang. Malang masih sedikit, tapi kita akan ekspansi di Surabaya ke arah selatan," jelasnya saat ditemui di SPBE Tanjung Priok, Jakarta, Sabtu (25/5).
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan didampingi Direktur Pemasaran Regional Pertamina Patra Niaga Mars Ega Legowo saat melakukan kunjungan kerja ke Stasiun Pengisian Bulk Elpiji (SPBE) di Tanjung Priok, Jakarta Utara, Sabtu (25/5/2024). Foto: Dok. Pertamina
Setelah memperluas area distribusi di Jakarta dan Jawa Timur, Ega membidik Jateng sebagai area selanjutnya untuk distribusi Pertamax Green 95. Namun, dia tidak menyebutkan kota mana saja.
ADVERTISEMENT
"Mungkin Jawa Tengah ya (tujuan selanjutnya distribusi Pertamax Green 95)," kata Ega.
Sebelumnya, Kementerian ESDM mengungkapkan alasan produk Pertamax Green 95, yang merupakan campuran Pertamax dengan etanol 5 persen (E5), belum bisa diproduksi massal.
Eks Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji, menuturkan rantai pasok etanol yang berasal dari molase tebu masih sangat terbatas, berbeda dengan biodiesel yang berasal dari minyak kelapa sawit.
"Untuk bisa menjadi skala massal itu perlu rantai pasok yang panjang. Jadi sekarang tahapannya masih dalam skala-skala yang tidak besar, tapi sudah bisa dilakukan," ungkapnya saat acara Menelisik Prospek Energi 2024, Jakarta, Rabu (25/10/2023).
Soal rantai pasok tebu ini, Tutuka menilai butuh koordinasi antar kementerian untuk meminimalisasi dampak seperti ketersediaan lahan dan efeknya kepada komoditas pangan lainnya.
ADVERTISEMENT
"Kita melihat itu suatu potensi baru, itu yang belum sesiap infrastrukturnya di Indonesia. Penguasaan lahan itu selalu menjadi hal yang tidak mudah," jelas Tutuka.
Ilustrasi Pertamax Green 95. Foto: Dok. Istimewa
Dia juga mengakui, perluasan distribusi Pertamax Green 95 ke daerah lain, terutama di seluruh Pulau Jawa, masih sulit dilakukan. Selain terkait bahan baku, juga imbas minimnya permintaan dari masyarakat. Produk ini masih harus bersaing dengan Pertamax yang lebih murah.
"Iya itu makanya, kan terkait harga, terkait ada permasalahan di mesin tidak, sebagainya. Tapi kita biarkan dulu dipasarkan supaya kita punya data real dulu. Tapi volumenya itu, disebarkan sih bisa, tapi volumenya kurang besar," pungkas Tutuka.
Berdasarkan catatan kumparan, produksi etanol untuk bahan bakar salah satunya dipasok oleh PT Energi Agro Nusantara, anak perusahaan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) X. Perusahaan ini mengolah molase tebu menjadi etanol 99,5 persen.
ADVERTISEMENT
Perusahaan yang berada di Kabupaten Mojokerto itu memproduksi etanol 30.000 kiloliter (KL), kemudian sekitar 10.000 KL etanol dipasok dari PT Molindo Raya Industrial di Kabupaten Malang.