Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
7-Eleven Tutup karena "Beli Minuman Satu Bisa Wifi-an Lama"
30 Juni 2017 11:47 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
ADVERTISEMENT
Mini market dengan konsep kafe 7-Eleven mulai populer sejak muncul pertama kali pada 2009 di kawasan ibukota. Bahkan PT Modern Internasional Tbk (MDRN) sebagai operator waralaba minimarket asal AS ini sempat berencana melebarkan sayap ke luar Jakarta.
ADVERTISEMENT
Namun, hari ini (30/6), 7-Eleven akan menutup seluruh gerainya yang tersisa sebanyak 130 gerai. Hal ini setelah kegagalan akuisisi bisnis senilai Rp 1 triliun dari Modern Internasional kepada grup usaha pakan ternak terbesar di tanah air, PT Charoen Pokphand Tbk (CPIN).
Kegagalan akuisisi ini diumumkan pada awal Juni 2017, hanya dalam kurun waktu enam minggu setelah rencana akuisisi ini diumumkan oleh perusahaan asal Thailand tersebut.
7-Eleven memang sempat populer bahkan selalu ramai, karena menawarkan konsep baru dari mini market. Dengan lokasi yang strategis (tentu saja biaya sewa menjadi tinggi), pendingin udara, layanan internet lengkap dengan makanan dan minuman membuat banyak orang, terutama kaula muda, betah nongkrong berlama-lama di gerai yang beroperasi 24 jam ini.
ADVERTISEMENT
Pendapatan 7-Eleven Indonesia sempat menyentuh puncak pada 2014 mencapai Rp 971,77 miliar, saat jaringan gerai mencapai 190 unit.
Namun kesuksesan itu tak berlangsung lama. Pada April 2015, pemerintah RI memberlakukan larangan penjualan minuman beralkohol (minol) di toko ritel dan mini market. Padahal waktu itu produk minol berkontribusi sekitar 15 persen terhadap penjualan 7-Eleven.
Imbasnya, pada 2015 penjualan Sevel turun 8,8 persen menjadi Rp 886,84 miliar dan Modern International mencatatkan rugi Rp 54,76 miliar.
Perusahaan terus merugi dan menutup 21 gerai pada 2016. Pendapatan merosot 23,9 persen menjadi Rp 675,28 miliar. Rugi pun membengkak mencapai Rp 764,32 miliar. Awal tahun ini, Modern telah menutup 30 gerai lagi.
Analis Binaartha Securities, Reza Priyambada menilai, konsep dan persaingan menjadi faktor utama penyebab ambruknya 7-Eleven. Ia pun membandingkan konsep gerai 7-Eleven dengan gerai Alfamart dan Indomaret yang semakin mendominasi dengan belasan ribu gerai di seluruh Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Sekilas mungkin tidak ada bedanya 7-Eleven dengan gerai Indomaret dan Alfamart, paling penempatan barang dan harganya kan. Ini sih relatif. Barang yang dijual lebih mahal atau murah Rp 200-500 itu sudah biasa."
"Tapi, kalau soal suasana kan beda. Sevel bisa membuat orang duduk lama-lama dengan internetan free tapi cuma beli barang murah," ujar Reza kepada kumparan, Jumat (30/6).
Ia mencontohkan, orang bisa duduk berjam-jam di Sevel dengan hanya membeli 1 minuman dengan harga Rp 5.000-6.000. Tentunya marjin keuntungan yang diperoleh dari minuman ini tak bisa menutupi biaya sewa, listrik 24 jam, internet dan fixed cost lainnya.
"Beda dengan gerai yang lain seperti Indomaret, Alfamart, lainnya. Orang datang memang untuk belanja bukan buat nongkrong. Kalau pun ada tempat duduk, ya sekedar ada, tapi enggak cozy (nyaman) gitu kan," pungkasnya.
ADVERTISEMENT