Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Pemerintah Indonesia dan Australia hingga kini masih menghadapi jalan buntu terkait masalah tumpahan minyak Montara yang mencemari Perairan Laut Timor, Nusa Tenggara Timur. Hampir 10 tahun berlalu namun belum ada penyelesaian yang disepakati. Pemerintah Indonesia bersikeras bahwa Australia juga harus ikut bertanggung jawab atas insiden tersebut.
ADVERTISEMENT
“Beberapa fakta tentang kasus Montara, pertama, pencemaran Montara tahun 2009 di Laut Timor terjadi di Perairan Australia dan merembes masuk secara luar biasa ke perairan Laut Timor Indonesia,” ungkap Purbaya di Gedung Kemenko Bidang Kemaritiman, Jakarta, Kamis (11/4).
Luasan tumpahan minyak Montara diperkirakan mencapai kurang lebih 90.000 kilometer persegi. Secara detail, Purbaya menyebutkan insiden ini melibatkan beberapa pihak yaitu perusahaan Thailand bernama PTT Exploration and Production (PTT EP), Australian Maritime Safety Authority (AMSA), perusahaan Halliburton dan Sea Drill Norway.
Fakta kedua, AMSA sempat menyemprotkan bubuk kimia Dispersant jenis Corexit 9872 A dan lain-lain yang bersifat sangat beracun. Hal ini bertujuan untuk menenggelamkan sisa tumpahan minyak Montara ke dasar Laut Timor. Akibatnya, dalam satu kali 24 jam banyak ikan besar dan kecil yang mati termasuk biota laut di kawasan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Fakta ketiga, Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan diminta untuk segera menghentikan seluruh kegiatan penanggulangan kasus pencemaran Laut Timor.
“Fakta keempat, PTT EP, Halliburton Sea Drill Norway dan AMSA adalah pemberi izin operasi Pemerintah Australia untuk melakukan segala operasi pengeboran tumpahan minyak Montara di Laut Timor 2009 lalu,” ujar Purbaya.
Fakta kelima, Nota Kesepahaman antara Dubes Australia Greg Moriarry dan Freddy Numberri pada 2010 sejatinya merupakan titik awal penyelesaian kasus Petaka Tumpahan Minyak Montara 2009. Sayangnya hal ini tidak pernah ditindaklanjuti baik oleh Australia dan Indonesia sehingga masalah ini masih terkatung-katung sampai sekarang.
Nota Kesepahaman tersebut sejatinya menyetujui adanya pengimplementasian MoU 1996 tentang kesiap siagaan dan penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak di laut antara Pemerintah RI-Australia. Meskipun MoU 1996 telah diganti dengan MoU 2018 namun Purbaya menegaskan peraturan MoU 1996 tetap melekat untuk menyelesaikan kasus Montara .
ADVERTISEMENT
“Fakta ketujuh, surat menyurat dari pemerintah Indonesia dan rakyat korban tidak terlalu jelas tindaklanjutnya,” ujar Purbaya.
Dari berbagai upaya penyelesaian tersebut, pemerintah Indonesia menilai tidak mendapat iktikad baik dari pemerintah Australia. Untuk itu pemerintah Indonesia melalui Tim Montara Task Force akan melakukan pertemuan secara langsung pada 20-27 April 2019 ini di Canberra, Australia.
“Tim Montara Task Force yang dibentuk oleh Pak Menko Maritim pada Agustus 2018 akan berangkat ke Canberra untuk mengadakan pertemuan dengan pihak terkait. Kami akan duduk bersama menyelesaikan kasus Montara,” tutupnya.