ABB Ungkap Solusi Kurangi 70 Persen Emisi Karbon dari 4 Industri di RI

25 Juni 2024 15:35 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
President Energy Industries Asia ABB, Anders Maltesen, saat media briefing di Jakarta, Selasa(25/6/2024). Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
President Energy Industries Asia ABB, Anders Maltesen, saat media briefing di Jakarta, Selasa(25/6/2024). Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perusahaan multinasional asal Swiss yang bergerak dalam teknologi elektrifikasi dan otomasi, ABB Ltd, mengungkapkan 70 persen penyumbang emisi karbon di Indonesia berasal dari 4 sektor industri.
ADVERTISEMENT
President Energy Industries Asia ABB, Anders Maltesen, mengatakan Indonesia sudah harus mempercepat pengembangan energi baru terbarukan (EBT), mulai dari geothermal, air, solar, hingga angin mengingat potensinya yang besar.
Pasalnya, emisi karbon di Indonesia masih mengkhawatirkan terutama di sektor energi. Andres menyebutkan, ada 4 industri pengguna bahan bakar fosil menjadi penyumbang mayoritas emisi karbon di Tanah Air.
"Ada banyak bakar fosil yang digunakan di industri yang menghasilkan CO2, 70 persen dari CO2 yang dihasilkan datang dari 4 industri," ungkapnya saat Media Briefing ABB Energy Industries di Jakarta, Selasa (25/6).
Anders memaparkan, keempat industri tersebut yaitu industri besi dan baja, semen, kimia, dan petrokimia. Menurutnya, ada sederet solusi yang bisa dilakukan untuk mengurangi emisi karbon dari industri-industri tersebut.
ADVERTISEMENT
"Jadi, seluruh industri ini 70 persen. Bisa kita lakukan sesuatu tentang itu? Ya, kita bisa dengan elektrifikasi," tuturnya.
Anders menjelaskan, elektrifikasi ampuh mengurangi konsumsi bahan bakar fosil di industri. Hanya saja, dia mengakui upaya ini tidak mudah untuk beberapa industri, seperti besi dan baja yang membutuhkan panas tinggi hingga 1.800 derajat celsius.
"Jika kita bisa mengubah semua proses ini menggunakan kekuatan elektrik, maka kita bisa mengurangi kebutuhan bakar bakar minyak," ujar Anders.
Cara lainnya adalah memanfaatkan sumber gas yang lebih ramah lingkungan. Anders menyebutkan, teknologi yang bisa berpotensi dikembangkan di Indonesia adalah gas alam cair atau Liquified Natural Gas (LNG).
"Kita memasang gas yang menghasilkan CO2 untuk mengendalikan kompresor. Pada masa depan, jika kita mengundurkan gas, memasang motor elektrik dengan pengendalian, kita bisa mengendalikan prosesnya, menurunkan energi yang datang dari sumber daya migas," kata Anders.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan catatan ABB, Indonesia yang berlokasi strategis di wilayah Asia Pasifik, juga merupakan konsumen energi terbesar di Asia Tenggara dengan kebutuhan energi yang terus meningkat. Indonesia juga menduduki peringkat kedelapan kontributor emisi gas rumah kaca global.
Lanskap energi di Indonesia memiliki ketergantungan yang tinggi pada bahan bakar fosil, dengan batu bara, minyak, dan gas bumi. Ketergantungan sektor tenaga listrik pada bahan bakar fosil menimbulkan hambatan besar dalam mengurangi emisi gas rumah kaca.
Meski demikian, Indonesia berpotensi menjadi pusat energi berkelanjutan di kancah global. Dengan kapasitas sumber daya terbarukan yang sangat menjanjikan, yakni lebih dari 550 GW tenaga surya, 450 GW tenaga angin, 100 GW tenaga air, 10 GW tenaga panas bumi, dan 20 GW biomassa.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Indonesia berpotensi mempercepat pengurangan emisi melalui teknologi CCS atau upaya penangkapan emisi CO2 dari sumber industri dan menyimpannya di bawah tanah. Teknologi ini dapat berkontribusi pada pengurangan 2 hingga 6 Gt per tahun CO2 secara global pada tahun 2050. Indonesia diperkirakan memiliki kapasitas penyimpanan 400 gigaton.
Selanjutnya, Indonesia memiliki potensi untuk menjadi produsen regional hidrogen dan amonia. Indonesia memiliki cadangan gas terbesar kedua di Asia Pasifik dan potensi penyimpanan CO2 terbesar ketiga di wilayah tersebut untuk hidrogen biru, serta potensi panas bumi terbesar kedua di dunia untuk hidrogen hijau dan lebih dari 200 GW.
Tidak hanya itu, Indonesia adalah produsen listrik tenaga panas bumi terbesar ketiga di dunia setelah AS dan Filipina. Menurut skenario JETP, pada tahun 2030 tenaga panas bumi (268 proyek) dan tenaga air (470 proyek) akan menghasilkan 22 persen listrik di Indonesia.
ADVERTISEMENT