Ada 120 Juta Hektar Hutan, Ini Skema Turunkan Emisi dari Perdagangan Karbon

22 Desember 2023 15:49 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi hutan lebat Papua. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi hutan lebat Papua. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah menyoroti luasnya hutan di Indonesia sebagai modal untuk mendorong penurunan emisi karbon melalui strategi perluasan land use, reforestasi, termasuk nature resolution untuk konservasi hutan.
ADVERTISEMENT
Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo, membeberkan skema yang saat ini digunakan pemerintah untuk menurunkan emisi adalah dengan mendorong bursa karbon Indonesia agar dapat menjadi acuan lebih luas, di tingkat global.
“Kuncinya bagaimana meng-unlock carbon trading. Kita sudah luncurkan bursa karbon lokal yang harapannya secara sertifikasi bisa masuk ke skala global dengan kualitas internasional,” kata Kartika Wirjoatmodjo dalam Seminar Nasional Outlook Perekonomian Nasional di kawasan Kuningan, Jakarta pada Jumat, (22/12).
“Nantinya kalau itu kita bisa masuk ke carbon exchange skala global, maka akan ada perusahaan fokus pada kehutanan untuk melakukan reforestasi atau mencegah deforestasi nah ini kita juga sekarang lakukan skema ini,” tambah pria yang akrab disapa Tiko tersebut.
Tiko mengatakan, perusahaan-perusahaan yang berfokus pada sektor kehutanan, termasuk perusahaan pelat merah, Perhutani akan mendapatkan revenue dari pemanfaatan perdagangan karbon ini.
ADVERTISEMENT
“Sekarang lakukan skema ini supaya seperti perusahaan-perusahaan yang mahir di kehutanan, (misal) BUMN seperti Perhutani bisa melakukan investasi nature base solution, konservasi hutan dan nantinya bisa mendapatkan revenue dari melakukan karbon exchange secara domestik maupun global,” jelas Tiko.
Di sisi lain, selain dapat mencatatkan pendapatan jumbo bagi perusahaan di sektor kehutanan, upaya untuk mendorong bursa karbon Indonesia agar diakui dunia juga dapat mendorong pembentukan ekosistem kendaraan listrik (Electric Vehicle/EV).
Lebih lanjut Tiko menyampaikan, selain mengupayakan bursa karbon Indonesia dapat go global, upaya menuju transisi energi baru dan terbarukan jika dilakukan pemerintah dengan memperkuat ekosistem kendaraan listrik atau electric vehicle (EV).
Mobil listrik Wuling BinguoEV. Foto: Aditya Pratama Niagara/kumparan
Lantaran, permasalahan yang dihadapi Indonesia dalam membentuk ekosistem EV adalah kekosongan industri baterai, sehingga pemerintah dalam upaya menggenjot rampungnya industri baterai di dalam negeri melalui beberapa kebijakan.
ADVERTISEMENT
Salah satu upaya pemerintah adalah melalui perusahaan pelat merah sektor tambang, Aneka Tambang (Antam) menggandeng PT Vale Indonesia Tbk untuk membuat ekosistem baterai EV.
“Kita sedang proses bersama Vale juga, bagaimana ada 3 ekosistem baterai yang kita bangun. Tentu ini membutuhkan pendanaan dalam skala besar untuk pembangunan upstream-nya, mainstream-nya, pembangunan smelter dan sebagainya,” tambah Tiko.
Selain itu, permasalahan lain dari segi ekosistem EV di Indonesia adalah kurangnya permintaan, yang membuat pemerintah menggelar insentif untuk pembelian kendaraan listrik. Selain itu pemerintah juga mendorong perbankan membiayai pembelian kendaraan listrik.
“Ini satu ekosistem yang besar. Transisi energi ini ada ekosistem hutan, ekosistem transportasi. Ini sudah kita rancang berbagai skema tapi tentunya tidak mungkin tanpa dukungan pendanaan internasional terutama dengan skala besar dan tenor yang panjang,” kata Tiko.
ADVERTISEMENT
Terbaru, pemerintah melalui Perpres 79/2023 yang merupakan revisi dari Perpres 55/2019 terkait Percepatan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB), juga mendorong terciptanya ekosistem kendaraan listrik, salah satunya memberikan insentif impor CBU sampai 2025 dengan sederet persyaratan. Syarat-syarat tersebut di antaranya membuat pabrik kendaraan listrik dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sesuai roadmap pemerintah.