Ada TOWR, TBIG, MTEL, Mana Emiten Jagoan 2023 di Bisnis Menara Telekomunikasi?

2 Agustus 2023 14:20 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja melakukan pemeliharaan jaringan broadband di menara Base Tranceiver Station (BTS) milik sebuah operator telekomunikasi di Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (3/2/2023). Foto: Basri Marzuki/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja melakukan pemeliharaan jaringan broadband di menara Base Tranceiver Station (BTS) milik sebuah operator telekomunikasi di Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (3/2/2023). Foto: Basri Marzuki/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Emiten pebisnis menara telekomunikasi sudah merilis kinerja keuangan semester I 2023. Dari tiga pemain besar, yakni PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG), PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR), dan PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL), semuanya memang masih mencatatkan laba.
ADVERTISEMENT
Tapi secara singkat terlihat, TBIG milik Grup Saratoga yang terafiliasi dengan Sandiaga Uno dan TOWR milik Group Djarum, di paruh pertama 2023 ini mengalami penurunan laba bersih. Sementara MTEL alias Mitratel sanggup mencatatkan kenaikan laba bersih 15 persen secara year on year.
Dua kompetitor Mitratel yakni TBIG dan TOWR, justru mencatatkan penurunan laba bersih. TBIG meraih laba bersih Rp 689 miliar, turun 17 persen dari sebelumnya Rp 826,14 miliar. Pendapatannya juga turun tipis 0,61 persen menjadi Rp 3,28 triliun dari Rp 3,30 triliun.
Pendapatan terbesar TBIG yang punya market cap Rp 44 triliun dari menara telko Rp 3,14 triliun, turun dari Rp 3,28 triliun. Sementara bisnis serat optik TBIG hanya menyumbang Rp 134 miliar, meskipun naik pesat dari sebelumnya Rp 14,63 miliar.
ADVERTISEMENT
Laba bersih TOWR pemilik market cap Rp 52 triliun, juga terkoreksi 8 persen menjadi Rp 1,56 triliun dari Rp 1,69 triliun. Meskipun pendapatannya naik 9 persen jadi Rp 5,78 triliun. Pendapatan terbesar dari sewa menara ke pihak ketiga Rp 5,70 triliun, naik dari Rp 5,25 triliun. Sedangkan pendapatan sewa menara ke pihak berelasi Rp 74,86 miliar, naik dari Rp 67,61 miliar.
Equity Research Analyst BCA Sekuritas, Mohammad Fakhrul, mengatakan kinerja keuangan emiten sektor menara sangat dipengaruhi beban suku bunga.
Ilustrasi pergerakan saham melalui layar di kantor Mandiri Sekuritas, Jakarta. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
"Sebab, secara fundamental sektor menara memang sangat rentan dengan kenaikan suku bunga yang bisa menggerus laba perusahaan. Hal ini mengingat, porsi utang perusahaan menara, relatif cukup besar. Apalagi saat ini berada dalam tren suku bunga tinggi," kata Fakhrul kepada kumparan, Rabu (2/8).
ADVERTISEMENT
Bank Indonesia sendiri menetapkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,75 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 5 persen , dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,5 persen per Juli 2023. Angka tersebut pun diperkirakan masih bisa naik lagi.
Berbeda dengan dua pebisnis menara, Mitratel yang merupakan pemilik hampir 37 ribu menara telekomunikasi dan jadi yang terbesar di Asia Tenggara itu, mencatatkan laba bersih di semester I 2023 sebesar Rp 1,02 triliun. Pertumbuhan laba MTEL sebesar 15 persen yoy, ditopang pendapatan yang naik 11 persen menjadi Rp 4,13 triliun dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp 3,73 triliun.
Pendapatan terbesar Mitratel yang punya market cap Rp 55 triliun itu, porsi terbesarnya adalah dari sewa menara, yang naik 16 persen jadi Rp 3,82 triliun dari sebelumnya Rp 3,31 triliun.
ADVERTISEMENT

Ekspansi Menuai Hasil

Direktur Utama Mitratel Theodorus Ardi Hartoko di acara Telkom Group Investor Day 2022, di Nusa Dua, Bali, Rabu (24/8/2022). Foto: Dok. Mitratel
Direktur Utama (Dirut) Mitratel, Theodorus Ardi Hartoko, menjelaskan katalis positif pertumbuhan laba Mitratel lantaran keberhasilan strategi perseroan dalam melakukan ekspansi menara, penambahan tenant, serta monetisasi segmen bisnis lainnya, seperti tower fiberization.
“Kami mulai memetik hasil dari ekspansi yang tercermin pendapatan yang tumbuh secara stabil dan berkelanjutan. Ini adalah musim panen setelah kami giat menanam,” ujarnya dalam perbincangan dengan media, Selasa (1/8).
Pada akhir semester I-2023, emiten berkode memiliki 36.719 menara, meningkat 27,6 persen dari periode yang sama tahun lalu. Ada penambahan menara baru sebanyak 1.301 yang mengukuhkan posisi MTEL sebagai perusahaan dengan kepemilikan menara telekomunikasi terbesar di Asia Tenggara.
Sejalan dengan peningkatan jumlah menara, jumlah tenant meningkat 24,6 persen menjadi 54.718 tenant.
ADVERTISEMENT
“Kami meyakini tenancy ratio di luar Jawa akan terus meningkat seiring pertumbuhan dan pemerataan ekonomi yang mendorong operator seluler di Indonesia untuk terus berekspansi,” ujar pria yang akrab disapa Teddy itu.
Sementara itu, CEO TBIG Hardi Wijaya Liong, memaparkan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan di enam bulan pertama tahun ini yakni tenant menara.
“Penambahan penyewaan bersih dari Group lebih rendah di semester ini, terutama karena beberapa penyewaan yang habis masa sewanya tidak diperpanjang oleh IOH [Indosat Ooredoo Hutchison] karena mereka mengkonfigurasi ulang jaringan mereka setelah merger antara Indosat dan Hutchison 3 Indonesia,” kata Hardi, dalam keterangan resmi.
Meski demikian, dua analis PT Samuel Sekuritas Indonesia (SSI), Yosua Zisokhi dan Daniel A. Widjaja, dalam riset terbarunya sudah memproyeksikan bahwa sektor infrastruktur telekomunikasi (telco) masuk menjadi salah satu sektor saham prospektif di pasar modal Indonesia tahun ini di tengah penetrasi industri telekomunikasi nasional.
ADVERTISEMENT