Bursa Karbon Segera Meluncur, Intip Prospek Emiten Berbasis Lingkungan

1 Agustus 2023 10:22 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi IHSG. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi IHSG. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) optimistis perdagangan bursa karbon akan meluncur pada September 2023. Saat ini, aturan tersebut tengah difinalisasi.
ADVERTISEMENT
Pakar pasar modal yang juga CEO Daksanaya Manajemen, Pardomuan Sihombing, memproyeksi emiten yang berfokus pada lingkungan, perdagangan karbon, dan ekonomi hijau berbasis sumber daya alam, memiliki potensi bisnis yang cerah.
“Saham-saham berbasis ESG (Environmental Social Governance) bisa menjadi pilihan menarik investor saat ini dan berpotensi memberi keuntungan pada masa mendatang atau capital gain. Ini bisa kita lihat dari indeks saham berbasis ESG di bursa yang terus meningkat di atas IHSG," kata Pardomuan dalam keterangannya, Selasa (1/8).
Dia melanjutkan, tingginya minat investor untuk saham-saham berbasis ESG seiring dengan dinamika dan kebutuhan global yang makin menyadari isu-isu lingkungan, sosial, dan tata kelola berkelanjutan.
Saham-saham ESG tercermin dari performa indeks ESG di Bursa Efek Indonesia menunjukkan return positif dalam satu tahun terakhir. Misalnya Indeks SRI-KEHATI yang bertumbuh 0,44 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan IHSG yang tumbuh 0,23 persen di Juli 2023.
ADVERTISEMENT
Pada bulan lalu, sejumlah perusahaan jasa Testing, Inspection dan Certification (TIC) mulai mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI). Bahkan sebentar lagi perusahaan TIC yang berfokus pada Environment, Social, and Governance (ESG) segera menyusul.
Pardomuan mengatakan, industri TIC diperlukan dalam proses standarisasi. Apalagi kebutuhan sertifikasi terkait dengan ESG ke depan semakin tinggi.
"Di Indonesia sendiri perusahaan dituntut menerapkan pembangunan berkelanjutan, baik menyangkut green economy di SDA, ekonomi syariah, dan ekonomi digital," jelasnya.
Salah satu perusahaan yang akan melantai di BEI adalah PT Mutuagung Lestari Tbk (MUTU International). Berdasarkan prospektusnya, perusahaan TIC ini akan melepas sebanyak 942,85 juta saham biasa atau maksimal 30 persen dari modal disetor dengan harga berkisar Rp 105 hingga Rp 110 per saham.
ADVERTISEMENT
MUTU berpotensi mendapatkan dana segar Rp 99 miliar hingga Rp 103,71 miliar. Saat ini perusahaan sedang melakukan proses penawaran dan rencananya akan mencatatkan sahamnya pada 9 Agustus 2023.
Selain melepas saham biasa, MUTU juga akan menerbitkan hingga 235,71 juta Waran Seri I atau setara 10,71 persen modal disetor. MUTU merupakan afiliasi PT Mitra Investindo Tbk (MITI).
Hubungan afiliasi kedua perusahaan terjadi karena PT Inti Bina Utama (IBU) secara langsung dan PT Baruna Bina Utama (BBU) secara tidak langsung melalui PT Prime Asia Capital merupakan pemegang saham MITI. Di saat yang sama, BBU secara langsung dan IBU secara tidak langsung melalui PT Sentra Mutu Handal, merupakan pemegang saham MUTU.
MUTU International mengeklaim sudah memiliki ekosistem bisnis yang sesuai untuk bursa karbon yakni sudah diakreditasi sebagai Lembaga Verifikasi/Validasi Gas Rumah Kaca.
ADVERTISEMENT
Kegiatan validasi dan verifikasi ini adalah salah satu dari bisnis utama MUTU International. MUTU International juga telah menerbitkan 105 sertifikat dengan skema International Sustainable Carbon Certification (ISCC) pada 2022. Kini, MUTU International sudah melayani lebih dari 4.000 pelanggan untuk layanan TIC yang tersebar di China, Vietnam, Malaysia, Timur Tengah, Jepang dan beberapa negara Asia Pacific.
MUTU International juga melakukan verifikasi terhadap Laporan Emisi Tahunan yang dibuat oleh maskapai penerbangan melalui program Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation (CORSIA), sebuah skema yang dibuat oleh International Civil Aviation Organization (ICAO) dalam upaya dunia internasional dalam mengurangi gas buang CO2 pada penerbangan internasional.
Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memprediksi potensi perdagangan karbon Indonesia bisa mencapai Rp 350 triliun.
ADVERTISEMENT
Indonesia juga mampu menyerap sekitar 113,18 gigaton karbon yang diperoleh dari luas hutan hujan tropis (25,18 miliar ton karbon), hutan mangrove (33 miliar ton karbon), dan luas lahan gambut (55 miliar ton karbon). Perdagangan karbon di Indonesia diperkirakan dapat mencapai USD 300 miliar per tahun.
****
Disclaimer: Keputusan investasi sepenuhnya didasarkan pada pertimbangan dan keputusan pembaca. Berita ini bukan merupakan ajakan untuk membeli, menahan, atau menjual suatu produk investasi tertentu.