Adaro Minerals Absen Tebar Dividen, Ini Alasannya

14 Mei 2024 17:18 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota Direksi PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR) dalam konfernsi pers RUPST 2024 di Jakarta, Selasa (14/5/2024). Foto: Ghifari/Kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Anggota Direksi PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR) dalam konfernsi pers RUPST 2024 di Jakarta, Selasa (14/5/2024). Foto: Ghifari/Kumparan
ADVERTISEMENT
Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR) memutuskan tidak membagikan dividen tahun buku 2023 untuk pemegang saham.
ADVERTISEMENT
Adapun perolehan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk di tahun 2023 sebesar USD 441,02 juta, perusahaan mengalokasikan USD 4,41 juta untuk dana cadangan wajib dan USD 436,61 juta untuk laba ditahan.
Presiden Direktur PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR), Christian Ariano Rachmat, mengatakan bahwa perseroan fokus untuk meningkatkan kapasitas produksi metalurgi coal dan membangun proyek smelter aluminium di tahun ini.
“Kenapa kami tidak bagikan dividen karena nanti kami perlu dana, untuk impor aluminium kami kurangi. Bisnisnya bagus kenapa kami harus impor. Jadi arahnya kami ke sana metalurgi coal jelas, aluminium jelas dan butuh dana yang besar,” kata Christian dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (14/5).
Sementara itu, proyek pembangunan plant alumunium membutuhkan belanja modal atau capital expenditure (capex) mencapai USD 1 miliar. Christian mengatakan, nilai tersebut belum termasuk pembangunan washing plant dan lainnya yang membutuhkan dana yang besar.
ADVERTISEMENT
“Di aluminium kenapa kami mau investasi besar karena aluminium kita impor dari berbagai negara, sehingga kalo sampai impor 1 juta ton, sebanyak 1 ton aluminium biaya USD 2.500, defisitnya Indonesia di aluminium sudah sebesar USD 2,5 miliar,” kata Christian.
Sedangkan pada sektor metalurgi coal, Adaro Minerals menargetkan Indonesia bisa menjadi pemasok metalurgi coal di tingkat global. Christian mengatakan bahwa saat ini kebutuhan metalurgi coal di Indonesia masih bergantung kepada negara lain seperti Australia.
“Itu baru aluminium kalau semua produk kita impor terus ekspor bauksit cuma sebesar 50 dolar AS, impor aluminium sebesar 2.500 dolar AS, dari 50 dolar ke 2.500 dolar AS ini yang menikmati orang luar negeri,” pungkasnya.