Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.0
Adaro soal Aturan Baru Izin Tambang: Perpanjangan Memberi Kejelasan
13 November 2018 18:15 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB

ADVERTISEMENT
Revisi keenam atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (PP No. 23/2010) sudah hampir selesai.
ADVERTISEMENT
Dalam draft revisi PP ini disebutkan perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dapat mengajukan permohonan perpanjangan disertai permohonan melakukan perubahan bentuk pengusahaan dari PKP2B menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi kepada Menteri paling cepat 5 tahun sebelum kontrak berakhir.
Masa perpanjangan IUPK adalah sisa waktu kontrak ditambah waktu perpanjangan 1x10 tahun. Sebelumnya dalam Perubahan Ketiga Atas PP No. 23/2010, yaitu PP No. 77/2014, perpanjangan PKP2B baru dapat diberikan paling cepat 2 tahun sebelum berakhirnya kontrak.
Artinya, perusahaan pemegang PKP2B yang kontraknya habis pada 2019-2023 sudah bisa meminta perpanjangan dengan beralih dari PKP2B ke IUPK Operasi Produksi.

Salah satu perusahaan tambang yang akan habis masa berlaku kontraknya adalah PT Adaro Energy Tbk. PKP2B Generasi I yang dipegang Adaro berakhir pada 2022.
ADVERTISEMENT
Jika aturan ini disahkan, Adaro dan pemegang PKP2B lain yang habis masa kontraknya pada 2023 sudah bisa meminta perpanjangan dengan beralih dari PKP2B ke IUPK Operasi Produksi.
Head of Corporate Communication Division PT Adaro Energy Tbk, Febriati Nadira, mengatakan sejauh ini pihaknya belum mengajukan permohonan perpanjangan izin kepada pemerintah. Adaro masih melakukan persiapan-persiapan.
"Untuk perpanjangan secara official belum dimasukkan, tetapi persiapan dari awal sudah dilakukan melalui diskusi dan koordinasi secara berkelanjutan. Karena sesuai aturan, kami baru bisa mengajukan perpanjangan IUPK operasi produksi minimal 2 tahun sebelum masa kontrak berakhir. Hanya saja tentunya kita selalu akan menyesuaikan dengan peraturan baru," ujar Nadira kepada kumparan, Selasa (13/11).
Ia menambahkan, adanya kepastian perpanjangan akan mendukung kegiatan operasional. Hal itu membuat perusahaan bisa mempersiapkan investasi jangka panjang dengan lebih baik.
ADVERTISEMENT
"Dengan adanya perpanjangan maka untuk perusahaan itu memperlancar kegiatan operasional perusahaan. Semakin ada kejelasan untuk operasional perusahaan dalam jangka panjang," ujarnya.
Soal aturan perpajakan jika pemegang PKP2B beralih ke IUPK, Nadira mengatakan bahwa Adaro tunduk pada peraturan pemerintah. Diharapkan aturan yang terbit nantinya kondusif untuk industri pertambangan batu bara.
"Adaro sebagai perusahaan yang senantiasa menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) akan senantiasa patuh terhadap aturan yang berlaku. Sebagai kontraktor pemerintah, kami berharap agar regulasi di industri batu bara dapat membuat perusahaan-perusahaan nasional seperti Adaro tetap bisa eksis dan ikut mendukung ketahanan energi nasional sekaligus memberikan kontribusi kepada negara dalam bentuk royalti, pajak, tenaga kerja, CSR dan lain-lain," katanya.
ADVERTISEMENT
Di tahun 2017, kontribusi Adaro terhadap negara mencapai USD 774 juta, yaitu USD 346 juta dalam bentuk royalti dan USD 428 juta dalam bentuk pajak.

Sementara itu, Pengamat Energi Fahmy Radhi berpendapat, perubahan PP No. 23/2010 penerimaan negara tidak akan berkurang ketika para pemegang PKP2B beralih ke IUPK.
Pajak Penghasilan (PPh) untuk pemegang IUPK Operasi Produksi yang sebesar 25 persen memang lebih kecil dibanding PPh untuk pemegang PKP2B sebesar 45 persen. Tapi, penurunan PPh itu tertutupi oleh kenaikan Dana Hasil Batu Bara (DHPB) dan tambahan pajak dari laba bersih. Secara total, penerimaan negara lebih baik.
"Sebelumnya pemegang PKP2B harus membayar pajak PPh Badan sebesar 45 persen akan diturunkan menjadi sebesar 25 persen. Penurunan PPh Badan diikuti dengan kenaikan Dana Hasil Batu Bara (DHPB) dari 13,5 persen menjadi 15 persen dan tambahan pajak 10 persen dari laba bersih. Perubahan tarif pajak itu relatif lebih adil diterapkan bagi pemegang PKP2B. Namun, perubahan itu tidak menurunkan penerimaan pajak pemerintah lantaran ada kenaikan tarif DHPB dan penambahan pajak terhadap laba bersih," paparnya.
ADVERTISEMENT
"Perubahan PP No. 23/2010 tidak hanya memberikan kepastian usaha bagi investor dan pengenaan tarif pajak yang lebih adil, tetapi juga meningkatkan penerimaan negara dari pajak, sekaligus menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif. Tidak berlebihan dikatakan bahwa revisi PP No. 23/2010 cenderung sebagai investment friendly," tegasnya.