ADB Optimistis Ekonomi RI Tumbuh 5 Persen Tahun Ini di Tengah Perang Tarif Trump

9 April 2025 11:35 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana kawasan padat penduduk dengan latar belakang gedung bertingkat di Jakarta, Jumat (6/12/2024). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Suasana kawasan padat penduduk dengan latar belakang gedung bertingkat di Jakarta, Jumat (6/12/2024). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Asian Development Bank (ADB) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5 persen pada 2025 dan meningkat tipis menjadi 5,1 persen pada 2026. Proyeksi ini sedikit di bawah target pemerintah dalam UU APBN 2025 yang mencanangkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen.
ADVERTISEMENT
Inflasi nasional diperkirakan tetap terkendali pada level 2 persen baik di 2025 maupun 2026, lebih rendah dibandingkan asumsi APBN yang menetapkan target inflasi 2,5 persen.
Stabilitas harga ini menunjukkan optimisme terhadap kondisi makroekonomi Indonesia dalam dua tahun mendatang, terutama di tengah ketidakpastian global.
Salah satu faktor global yang ikut memengaruhi perekonomian Indonesia adalah kebijakan tarif impor resiprokal Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.Dalam kebijakan barunya, Trump menetapkan tarif dasar sebesar 10 persen untuk seluruh produk impor ke AS, dengan tarif yang lebih tinggi diterapkan terhadap beberapa negara mitra dagang utama.
Indonesia dikenakan tarif sebesar 32 persen, jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara ASEAN seperti Vietnam (46 persen), Kamboja (49 persen), Laos (48 persen), dan Myanmar (44 persen).
ADVERTISEMENT
Pemerintah Indonesia menilai situasi ini justru menciptakan peluang strategis. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa tarif tinggi terhadap negara pesaing memberikan ruang bagi Indonesia untuk menarik perusahaan multinasional memindahkan basis produksinya ke Tanah Air. Salah satu perusahaan yang telah menunjukkan ketertarikan adalah Nike.
“Kemarin Nike dan beberapa perusahaan minta untuk Zoom langsung dengan kami. Jadi ini kita akan respons. Dan kalau kita lihat dari negara pesaing kita seperti China, Vietnam, Kamboja, Bangladesh—tarifnya lebih tinggi dari kita. Jadi ini malah ada kesempatan kita untuk me-replace mereka,” kata Airlangga dalam Sarasehan Ekonomi, Selasa (8/4).
Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pengarahan dalam Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden RI di Menara Mandiri, Senayan, Jakarta, Selasa (8/4/2025). Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
Menurut Airlangga, untuk memaksimalkan peluang tersebut, Indonesia harus segera meningkatkan kapasitas dan efisiensi produksi domestik. Sebagai contoh, harga produksi sepatu di Indonesia saat ini sekitar USD 15–20, namun harga jual di pasar global bisa mencapai USD 70–80.
ADVERTISEMENT
Hal serupa juga berlaku pada produk pakaian jadi yang diproduksi di dalam negeri dengan harga USD 20–25 dan dijual hingga USD 100 di luar negeri.
Di sisi lain, meskipun pasar AS menjadi sorotan akibat kebijakan tarif, ketergantungan ekspor Indonesia terhadap Negeri Paman Sam relatif kecil. Ekspor Indonesia ke AS hanya menyumbang sekitar 2,2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), jauh di bawah Vietnam yang mencapai 33 persen dari PDB-nya.
“Amerika bukan satu-satunya market yang membuat kita susah. Kita bisa antisipasi ini. Top ekspor kita adalah China 60 miliar, Amerika 26 miliar, dan India 20 miliar. Tentu kita bisa membuka market lain di luar Amerika,” ujar Airlangga.
Senada dengan itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan bahwa ekspor Indonesia sudah menunjukkan tren positif sebelum tarif Trump diterapkan. Ekspor pertanian tumbuh 52 persen, sementara sektor manufaktur naik 29 persen. Neraca perdagangan pun mencatat surplus.
ADVERTISEMENT
“Destinasi ekspor kita masih bisa kita diversify, dan attachment atau dependensi kita terhadap Amerika tidak terlalu besar dibandingkan negara lain,” tutur Sri Mulyani.