Afiliator Trading Dianggap Merusak Investasi, Masyarakat Diminta Hati-hati

1 Februari 2022 20:27 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Trading Forex. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Trading Forex. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Adanya afiliator dalam trading dianggap merusak dunia investasi dan tidak melindungi investor. Kabar sisi gelap dunia trading dengan adanya afiliator ramai menjadi perbincangan publik usai diungkapkan oleh aktor Ichal Muhammad saat menjadi bintang tamu di kanal YouTube Pantengin TV yang dipandu Gita Sinaga.
ADVERTISEMENT
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, menganggap persoalan adanya afiliator tersebut harus diwaspadai. Ia menjelaskan trading bukan sekadar main tebak-tebakan jangka pendek.
“Ini jelas modus baru penggabungan antara skema ponzi dan perjudian yang ilegal. Trading itu kan berbeda, ada underlying asset-nya, ada perusahaan atau emitennya, ada faktor teknikal maupun fundamentalnya, bukan sekadar tebak-tebakan naik turun jangka pendek,” kata Bhima saat dihubungi, Selasa (1/2).
Bhima Yudhistira Foto: Jafrianto/kumparan
“Kemudian dalam trading saham maupun pasar komoditas berjangka pun tidak ada istilah afiliator itu,” tambahnya.
Untuk itu, Bhima meminta masyarakat berhati-hati dengan segala bentuk investasi yang legalitasnya diragukan. Apalagi, kata Bhima, investasi tersebut menggunakan bahasa yang memikat dengan iming-iming untung jangka pendek. Ia menegaskan yang semacam itu biasanya berujung investasi bodong.
ADVERTISEMENT
“Laporkan segera pelaku maupun influencer yang berkaitan dengan perjudian ke aparat penegak hukum. Kalau dibiarkan ini akan merusak investasi yang benar-benar punya legitimasi dan melindungi investornya,” ujar Bhima.
Senada dengan Bhima, Pengamat atau pakar Komunikasi Digital Universitas Indonesia, Firman Kurniawan, mengharapkan masyarakat tidak boleh asal ikut-ikutan saja kalau mau trading. Menurutnya masyarakat perlu diedukasi agar tidak gampang dirugikan.
“Mutlak (harus edukasi), ketika berhadapan dengan risiko harus dipahami dengan teliti aturan mainnya. Fungsi media antara lain melakukan pendidikan kepada masyarakat,” tutur Firman.