Ahok Mau Masuk Pertamina, Impor dan Mafia Migas jadi Tantangannya

15 November 2019 10:56 WIB
comment
24
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama aslias Ahok saat menyaksikan konser musisi muda, Andrea Turk. Foto: giovanni/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Mantan gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama aslias Ahok saat menyaksikan konser musisi muda, Andrea Turk. Foto: giovanni/kumparan
ADVERTISEMENT
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok hampir dipastikan akan menjadi Komisaris Utama PT Pertamina (Persero). Dua sumber berbeda yang mengetahui hal itu, membenarkan informasi tersebut kepada kumparan.
ADVERTISEMENT
Menteri BUMN Erick Thohir mengungkapkan, BUMN yang jumlahnya mencapai 142 perusahaan membutuhkan figur pendobrak seperti Ahok, terutama di bidang energi.
"Enggak mungkin 142 perusahaan dipegang satu orang. Kita harapkan ada perwakilan yang memang punya track record pendobrak, tidak artinya salah dan benar. Tapi untuk mempercepat yang sesuai diarahkan," ujar Erick, Kamis (14/11).
Ada sejumlah tantangan di Pertamina yang nantinya harus dihadapi Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut. Mulai dari impor hingga mafia migas. Berikut rangkuman dari kumparan:
1. Mafia Migas
Korupsi mafia migas di Pertamina saat ini tengah diselidiki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mantan Presiden Direktur Pertamina Energy Trading Limited (Petral), Bambang Irianto, sudah ditetapkan sebagai tersangka pada 10 September 2019 lalu.
Mantan Managing Director Pertamina Energy Service Pte. Ltd, Bambang Irianto, usai dipanggil penyidik KPK untuk diperiksa sebagai tersangka. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Berdasarkan konstruksi perkara yang disusun KPK, ada pengaturan perdagangan minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Energy Services Pte. Ltd selaku subsidiary company PT Pertamina (Persero). Tender-tender pengadaan minyak mentah dan BBM sudah diatur untuk memenangkan perusahaan tertentu.
ADVERTISEMENT
Empat tahun lalu Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang dipimpin Faisal Basri, sudah menemukan indikasi penyimpangan-penyimpangan dalam pengadaan minyak mentah di Petral.
"Bidding-nya (untuk lelang pengadaan minyak mentah di Petral) memang online. Tapi ada anomali. Yang boleh ikut hanya NOC. Tapi pemenangnya bukan dari negara-negara produsen minyak. Misalnya perusahaan dari Maldives, Italia, Thailand," ujar Fahmy kepada kumparan.
Ia mengungkapkan, pemenang tender bisa diatur karena adanya pejabat di Petral dan PES yang bekerja sama dengan perusahaan tertentu. Pejabat di Petral dan PES ini memberikan bocoran informasi ke perusahaan tertentu, sehingga perusahaan tersebut bisa membuat penawaran yang lebih baik dibanding perusahaan-perusahaan lain yang ikut lelang.
"Jadi ternyata bisa menang karena dapat info dari orang dalam. Orang dalam ini membocorkan informasi-informasi penting, misalnya harga," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Petral kini memang sudah dibubarkan. Pengadaan minyak mentah dan BBM kini dijalankan oleh Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina. Meski demikian, pengadaan-pengadaan seperti itu rawan permainan, harus diawasi ketat oleh Ahok.
2. Impor Migas
Pada 2018, neraca perdagangan defisit sebesar USD 8,57 miliar, terbesar sepanjang sejarah Indonesia. Penyebab utama tingginya defisit ini adalah membengkaknya impor migas.
Sekarang Indonesia mengimpor 800 ribu barel minyak setiap hari, sekitar 50 persen dari kebutuhan nasional. Bahkan, Indonesia diprediksi bisa menjadi importir gas pada 2022 kalau eksplorasi dan infrastruktur gas yang dibangun tak memadai. Impor makin besar karena produksi migas terus menurun.
Indonesia memerlukan tambahan cadangan minyak dan gas dalam jumlah yang sangat besar. Dengan cadangan minyak yang terbukti sebesar 3,3 miliar barel dan produksi minyak per tahun mencapai 300 juta barel saat ini, Indonesia harus mendapatkan cadangan baru agar impor minyak tak semakin membengkak.
Ilustrasi Migas, Pertamina Hulu Energi. Foto: Dok. Pertamina Hulu Energi
Sebenarnya Indonesia masih punya potensi migas yang cukup besar. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat, hingga awal 2018 terdapat 128 cekungan di seluruh Indonesia yang berpotensi memiliki kandungan hidrokarbon. Adapun hidrokarbon merupakan senyawa migas.
ADVERTISEMENT
Dari 128 cekungan tersebut, sebanyak 74 cekungan hingga saat ini masih belum dieksplorasi untuk kemudian dimanfaatkan hasil migasnya. Padahal jika dieksplorasi, Indonesia dapat memiliki cadangan migas baru.
Masalahnya, PT Pertamina (Persero), satu-satunya BUMN perminyakan Indonesia, malas mencari cadangan baru. Cadangan migas besar yang terakhir kali ditemukan Pertamina adalah Jatibarang pada 1967 alias 52 tahun lalu.
"Sudah sekian tahun tidak ada eksplorasi besar yang kita lihat sampai kita menurun, menurun, dan menurun sehingga kita semakin lama impornya semakin banyak," kata Jokowi saat menghadiri Indonesia Petroleum Association Convention and Exhibition 2018, 2 Mei 2018 lalu.
Kalau nantinya jadi Komut Pertamina, Ahok yang kebetulan punya latar pendidikan Teknik Geologi harus mendorong Pertamina melakukan eksplorasi migas.
ADVERTISEMENT
3. Keuangan Pertamina
PT Pertamina (Persero) mencatatkan laba bersih USD 2,53 miliar atau Rp 35,99 triliun dalam laporan keuangan 2018. Namun laba bersih ini terutama disokong dari pendapatan kompensasi yang cukup besar senilai Rp 41 triliun. Dana kompensasi merupakan sumber pendapatan baru perusahaan. Pada laporan keuangan 2017, Pertamina tidak mendapatkan dana kompensasi, hanya dana subsidi.
Pertamina mengajukan kompensasi kepada pemerintah karena ada pendapatan perusahaan yang hilang akibat harga BBM selama 2018 tak dinaikkan meski nilai tukar dolar AS dan harga minyak dunia meningkat.
Pendapatan kompensasi sebenarnya masih berupa piutang. Uangnya belum sampai ke tangan Pertamina. Pemerintah harus menganggarkan terlebih dahulu di APBN.
Keberadaan Ahok diharapkan bisa membuat tata kelola perusahaan lebih baik sehingga keuangan Pertamina lebih sehat.
ADVERTISEMENT