AKR Mulai Jualan Avtur di Bandara Morowali

27 Agustus 2019 16:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi AKR. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi AKR. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
PT AKR Corporindo (AKRA) telah masuk ke dalam bisnis bahan bakar penerbangan (avtur). Adapun bisnis avtur ini dimulai pertama kali di Bandar Udara Khusus Indonesia Morowali Industrial Prak (IMIP) di Morowali.
ADVERTISEMENT
“Kami ingin menyampaikan berita gembira bahwa sudah dilakukan soft opening di awal Agustus kemarin dan telah siap depot pengisian avtur di sana (Morowali),” kata Business Development & JV Relationship AKR, V Suresh, saat ditemui di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (27/8).
Lebih lanjut dia menjelaskan, proses distribusi ini dilakukan melalui joint venture antara British Petroleum (BP) dengan anak usaha AKRA, PT Aneka Petorindo Raya (APR). Hanya saja, Suresh enggan menjelaskan secara detail nilai investasi dan jumlah avtur yang disalurkan.
Ke depan, pihaknya berencana akan mendistribusikan avtur di bandara-bandara lainnya. Sebab, dia melihat peluang permintaan avtur dari pembangunan bandara-bandara baru di tahun ini.
“Kita mau partisipasi khusus di bisnis avtur. Yang mana kita lihat ada banyak peluang growth dengan adanta bandara-bandara baru. Dengan begitu permintaan avtur otomatis meningkat,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Masuknya AKR Corporindo dalam bisnis avtur ini semakin menambah pilihan avtur dalam negeri. Sebab, diketahui selama ini penjualan Avtur di dalam negeri masih dikuasai oleh PT Pertamina (Persero).
Harga tiket pesawat yang sempat melambung membuat maskapai penerbangan ingin badan usaha lain masuk supaya ada persaingan di bisnis Avtur.
AKR Corporindo telah menyatakan ketertarikannya untuk menjual bahan bakar minyak (BBM) jenis Avtur di bandara-bandara Indonesia.
Sebagai informasi, pada semester I 2019 perseroan mencatat perolehan laba bersih inti sebesar Rp 391 miliar. Meski begitu, pendapatan perseroan tercatat menurun menjadi Rp 9,6 triliun karena pengaruh pergerakan harga minyak bumi dan bahan kimia dunia.