Alasan Buruh Tolak Omnibus Law: Dibayar per Jam hingga Ancaman TKA

20 Januari 2020 14:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden KSPI Said Iqbal saat demo buruh di depan Gedung DPR-MPR RI, Senin (20/1). Foto:  Andesta Herli Wijaya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Presiden KSPI Said Iqbal saat demo buruh di depan Gedung DPR-MPR RI, Senin (20/1). Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
ADVERTISEMENT
Massa yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) berdemonstrasi di depan DPR RI pada Senin (20/1). Aksi ini untuk menyampaikan penolakan terhadap Omnibus Law dan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
ADVERTISEMENT
Presiden KSPI Said Iqbal menilai, RUU Omnibus Law yang saat ini tengah dipersiapkan pemerintah tidak berpihak pada buruh. Sebaliknya, RUU tersebut bercita rasa pengusaha.
“Kami mengatakan RUU Cipta Lapangan Kerja bercita rasa pengusaha. DPR harus menolak karena buruh juga punya kewajiban dan hak di negeri ini untuk perlindungan kepada negara, perlindungan job security yaitu kepastian kerja, kemudian jaminan sosial dan juga salary security yaitu kepastian upah,” ungkap Said di depan Gedung DPR-MPR, Jakarta, Senin (20/1).
Massa buruh berdemonstrasi di depan Gedung DPR-MPR RI, Senin (20/1). Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
Said menjelaskan, ada enam alasan buruh menolak Omnibus Law. Hal itu mulai dari soal upah minimum, jaminan kerja hingga potensi hilangnya tanggung jawab perusahaan lantaran tak adanya sanksi yang diatur secara hukum.
“Pertama adalah dalam Omnibus Law tersebut menyiratkan akan menghapuskan sistem upah minimum. Upah per jam itu akan mengakibatkan upah minimum bakal terdegradasi bahkan hilang,” jelas Said.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, buruh juga melihat Omnibus Law bisa menghapus sistem pesangon bagi pekerja. Ketiga, Omnibus Law menurutnya juga akan membebaskan penerapan sistem kontrak dan outsourcing. Sedangkan yang keempat, dengan Omnibus Law, kewajiban pembayaran jaminan pensiun dan jaminan kesehatan oleh perusahaan dikhawatirkan bisa hilang.
“Kelima, TKA (tenaga kerja asing) dipermudah. Dalam Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, tersirat bahwa semua jenis pekerjaan dan pekerja buruh pasar kita sebut itu boleh (dimasuki TKA). Ini mengancam masa depan tenaga kerja lokal dimana negara tidak bisa melindungi,” tutur Said.
Aksi Demo Buruh di Depan Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Senin (20/1). Foto: Abdul Latif/kumparan
Terakhir, KSPI juga mengkritik Omnibus Law karena menghapuskan sanksi pidana bagi perusahaan. Dengan kata lain, perusahaan bisa tak menerapkan upah minimum, serta bebas mengeksploitasi pekerja.
“Maka pengusaha nanti boleh tidak membayar upah minimum, toh tidak ada sanksi. Pengusaha boleh mengeksploitasi buruh dengan sistem itu outsourcing yang tidak punya masa depan, toh tidak ada sanksi,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Perwakilan buruh saat ini telah masuk ke Gedung DPR-MPR RI. Mereka diterima oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad.
Sementara aksi massa di depan Gedung DPR-MPR dikawal oleh personel polisi yang bersiaga dengan rompi, tameng hingga kendaraan taktis.
Massa buruh ini tumpah di ruas Jalan Gatot Subroto. Akibatnya, jalan ditutup dari arus kendaraan. Sementara jalur TransJakarta dialihkan ke rute lainnya.