news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Alasan Pemerintah Mau Kenakan PPN Sembako: Banyak Dikonsumsi Orang Kaya

11 Juni 2021 19:04 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
55
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penjual sayur di Pasar Tradisional Pasar Minggu. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Penjual sayur di Pasar Tradisional Pasar Minggu. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Pemerintah memastikan rencana pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada kebutuhan bahan pokok alias sembako demi keadilan masyarakat. Sebab selama ini, kelompok menengah atas juga menikmati PPN 0 persen pada kelompok barang dan jasa tertentu, termasuk sembako.
ADVERTISEMENT
Rencana pengenaan PPN sembako tersebut tertuang dalam revisi kelima Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Berdasarkan draf RUU KUP yang diterima kumparan, pemerintah juga berencana untuk menaikkan tarif PPN dari 10 persen menjadi 12 persen. Namun di saat yang sama juga akan mengenakan multitarif, yakni paling rendah 5 persen untuk kelompok menengah bawah dan paling tinggi 25 persen untuk kelompok barang sangat mewah.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan, pemerintah terlalu banyak memberikan pengecualian PPN. Selain itu, sembako yang dikecualikan dari PPN juga banyak dikonsumsi kalangan atas.
"Terlalu banyak pengecualian saat ini. Ilustrasinya jika saya konsumsi telur omega, dan Pak Anthony telur ayam kampung di pasar, sama sama enggak kena PPN saat ini," ujar Yustinus dalam webinar Arah Kebijakan Pajak di Kala Pandemi, Jumat (11/6).
Stafsus Sri Mulyani, Yustinus Prastowo. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Contoh lainnya adalah beras premium maupun beras dari Bulog, yang saat ini sama-sama tidak dikenakan PPN. Begitu juga dengan daging biasa dengan daging wagyu, atau daging ayam yang semuanya tidak dikenakan PPN.
ADVERTISEMENT
"Padahal daya beli konsumennya berbeda, jenis, harga, daya beli berbeda, tapi kita masukkan dalam keranjang yang sama, itu jadi problem," jelasnya.
Yustinus menambahkan, kondisi ini juga terjadi untuk seluruh jasa kesehatan, misalnya operasi kulit bagi orang miskin atau pun operasi plastik bagi orang kaya, keduanya sama-sama tidak dikenakan PPN untuk saat ini. Sama halnya di jasa pendidikan yang tidak dikenakan PPN baik sekolah negeri atau sekolah elite yang iurannya sangat mahal.
"Menurut hemat kami ini tidak adil dan tidak fair, sehingga kita kehilangan kesempatan memungut pajak dari kelompok kaya untuk diredistribusi ke orang miskin. Saya sepakat bahwa kita harus selektif, targeted hanya instrumen yang berbeda," pungkasnya.