Alasan PPN Naik Jadi 12 Persen: Demi Ketahanan Pangan-Makan Bergizi Gratis

16 Desember 2024 15:04 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyapa wartawan setibanya di kediaman Presiden Terpilih Prabowo Subianto, Kertanegara, Jakarta Selatan, Senin (14/10/2024).  Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyapa wartawan setibanya di kediaman Presiden Terpilih Prabowo Subianto, Kertanegara, Jakarta Selatan, Senin (14/10/2024). Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan alasan yang mendasari kenaikan tarif Pajak Pertambangan Nilai (PPN) menjadi 12 persen, yakni untuk mendukung program unggulan Presiden Prabowo Subianto.
ADVERTISEMENT
Kebijakan yang berlaku mulai 1 Januari 2025 tersebut merupakan amanah UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Airlangga mengatakan, hal ini penting untuk meningkatkan pendapatan negara.
"Peningkatan pendapatan negara di sektor pajak itu penting untuk mendorong program Asta Cita dan prioritas Bapak Presiden, baik untuk kedaulatan dan resiliensi di bidang pangan dan kedaulatan energi," jelasnya saat konferensi pers, Senin (16/12).
Program unggulan Prabowo yang disebutkan Airlangga yakni salah satunya adalah program Makan Bergizi Gratis (MBG). Program itu ditengarai perlu pendanaan jumbo, untuk tahun depan saja alokasinya Rp 71 triliun dalam APBN 2025.
"Di samping itu penting juga untuk berbagai program infrastruktur pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial, dan juga program terkait dengan makan bergizi," imbuh Airlangga.
ADVERTISEMENT
Airlangga memastikan, kebijakan perpajakan ini menjunjung tinggi prinsip adil, gotong royong, dan kesejahteraan masyarakat. Dengan begitu, pemerintah memutuskan untuk membuat paket stimulus dan insentif untuk meredam dampak PPN 12 persen.
"Paket ini dirancang untuk melindungi masyarakat, mendukung pelaku usaha utamanya UMKM dan padat karya, menjaga stabilitas harga, dan pasokan bahan pokok dan ujungnya seluruhnya untuk kesejahteraan masyarakat dan ini seluruhnya diberlakukan 1 Januari 2025," jelas dia.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa APBN merupakan instrumen negara untuk menjaga seluruh masyarakat dan perekonomian, maka APBN harus terjaga sehat dan berkelanjutan.
"Maka kewajiban kami untuk menjaga APBN itu tetap terjaga sehat. Dengan tiga fungsi yang penting, yaitu fungsi alokasi, fungsi stabilisasi, dan distribusi," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Sri Mulyani melanjutkan, APBN penting untuk menjaga stabilitas apalagi karena geopolitik dan kenaikan harga komoditas, di sisi lain juga sebagai fungsi distribusi untuk mewujudkan azas gotong royong dan keadilan.
"Yang mampu membantu dan membayar, yang tidak mampu dia dibantu dan dilindungi," tegas Menkeu.
Konferensi Pers Paket Kebijakan Ekonomi untuk Kesejahteraan di Kantor Kemenko Perekonomian, Senin (16/12/2024). Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan
APBN, lanjut dia, juga menjadi instrumen untuk berbagai fungsi ekonomi, sosial, hingga lingkungan untuk memperbaiki inklusivitas. Kemudian, APBN merupakan instrumen penting untuk menjaga pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan mengatasi masalah-masalah struktural.
Menkeu menjelaskan, salah satu instrumen yang menentukan pendapatan negara dalam APBN adalah perpajakan, yang kemudian diatur lebih lanjut dalam UU HPP yang disepakati oleh unsur pemerintah bersama DPR.
"UU HPP didesain karena kita tahu internasional juga bergerak dari sisi global taxation regime. Maka kita harus bisa melindungi dan menjaga basis perpajakan kita. Sementara kondisi ekonomi Indonesia tentu tidak sama dengan negara-negara lain dan siklus global," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, Sri Mulyani menilai pemerintah perlu mencari titik keseimbangan antara menjaga perekonomian dalam negeri dan pada saat yang sama antisipatif terhadap perubahan dan pergerakan yang terjadi baik di regional maupun global.
UU HPP, menurutnya, menjadi landasan pemerintah untuk terus melakukan reformasi di bidang administrasi dan kebijakan perpajakan, serta meningkatkan kepatuhan secara sukarela dari wajib pajak.
"UU HPP adalah UU untuk mencapai penerimaan negara yang dibutuhkan untuk pembangunan negara kita. Jadi mengumpulkan penerimaan negara itu adalah untuk tujuan bersama. Untuk tujuan membangun karena banyak sekali aspek pembangunan yang masih membutuhkan dukungan APBN," pungkas Sri Mulyani.