Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Analisis Fitch 7-Eleven di RI Bisa Tumbang: Kesalahan Model Bisnis
3 Juli 2017 9:06 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
ADVERTISEMENT
Lembaga pemeringkat internasional Fitch meyakini tutupnya gerai 7-Eleven di Indonesia bukan sebagai masalah di dunia industri ritel. Tetapi justru menggambarkan adanya kesalahan model bisnis yang dipakai 7-Eleven di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dalam keterangan resminya yang diterima kumparan (kumparan.com) pada Senin (3/7), Fitch mengatakan permasalahan pada 7-Eleven disebabkan oleh induk usaha tersebut yakni PT Modern Internasional Tbk (MDRN) yang menyepelekan risiko dari regulasi dan pentingnya model bisnis yang solid.
Menurut lembaga yang bermarkas di New York dan London ini, bisnis 7-Eleven mulai susut sejak adanya aturan pemerintah yang melarang penjualan minuman beralkohol di minimarket pada April 2015. Padahal 15 persen pendapatan 7-Eleven berasal dari minuman beralkohol.
Selain itu pada tahun lalu, 7-Eleven telah mengurangi sekitar 28 persen jumlah gerainya di Indonesia. Hal tersebut semakin membuat profil bisnis gerai yang terkenal dengan minuman Slurpee tersebut terpuruk.
Fitch juga meyakini masalah 7-Eleven karena adanya perbedaan dengan convenience store, restoran cepat saji, dan restoran menengah lainnya di Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Model bisnis dan risiko 7-Eleven sama seperti restoran, menawarkan makanan cepat saji dan bisa duduk berlama-lama dengan akses Wifi gratis. Hasilnya, bisnis tersebut bersaing dengan restoran cepat saji dan toko makanan tradisional lainnya yang lebih populer di Indonesia," demikian Fitch mengatakan.
Fitch mengatakan, sewa gerai 7-Eleven juga sangat mahal karena menyediakan tempat untuk duduk, yang mana lebih besar dibandingkan gerai tersebut. Apalagi, gerai 7-Eleven berada di pusat Ibu Kota yang harga sewanya lebih mahal.