Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Ancaman Resesi di Depan Mata, Ini Pilihan Instrumen Investasi bagi Investor
29 September 2022 14:58 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Ancaman resesi ekonomi global semakin terlihat di depan mata. Munculnya ancaman ini disebabkan kenaikan suku bunga acuan untuk meredam laju inflasi oleh bank sentral di berbagai negara.
ADVERTISEMENT
Para investor sepertinya sudah mewanti-wanti risiko resesi ekonomi ini. Hal tersebut terlihat dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang melemah 4 hari beruntun sejak 23 September 2022.
Pelemahan ini juga lanjut di perdagangan hari ini, Kamis (29/9) hingga pukul 14:39 WIB hingga 0,63 persen ke level 7.033,84. Ancaman resesi ini sebelumnya telah diprediksi akan terjadi di 2023 oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (25/9).
Di mana, resesi akan terjadi apabila bank sentral di seluruh dunia meningkatkan suku bunga cukup ekstrem dan bersama-sama. Dengan risiko resesi global yang cukup tinggi, investor perlu mempertimbangkan berbagai investasi yang aman.
Lantas, apa saja deretan investasi yang menjadi opsi bagi investor?
Perencana keuangan dari Advisors Alliance Group Indonesia, Andy Nugroho mengatakan, apabila trader memiliki investasi berisiko tinggi, sebaiknya pelan-pelan berpindah investasi yang memiliki risiko menengah atau rendah.
ADVERTISEMENT
“Contohnya, investasi di pasar saham dan forex kita pindahkan ke risiko menengah, seperti obligasi dan sukuk ritel. Atau bahkan pindahkan ke deposito,” ujar Andy saat dihubungi kumparan, Kamis (29/9).
Apabila investor tetap memilih berinvestasi di pasar saham, menurut Andy, sebaiknya perlu dipertimbangkan dalam jangka panjang. Keuntungannya yakni bisa mendapat dividen atau menjual di harga tinggi, ketimbang harganya akan anjlok di jangka pendek.
“Buat investor yang memiliki investasi dengan profil agresif, tidak perlu dialihkan semuanya tapi dikurangi. Misal maksimal taruh 30 persen dari pendapatan di pasar saham,” sambungnya.
Andy menilai tabungan tidak mampu melawan lonjakan inflasi. Ia menyarankan sebaiknya alokasikan dana investasi yang mudah dicairkan, contohnya membeli logam mulia.
“Sebelum memulai investasi apalagi di masa krisis, kita perlu menyadari kemampuan menerima risiko dalam berinvestasi seperti apa. Apakah kita orang agresif mengambil risiko, atau konservatif menghindari risiko, atau moderat,” kata Andy.
ADVERTISEMENT
SBN Bisa Jadi Pilihan
Sementara itu, perencana keuangan Mitra Rencana Edukasi Mike Rini Sutikno menyampaikan, investasi yang biasanya memiliki risiko rendah adalah berbasis perbankan, Surat Berharga Negara (SBN), obligasi ritel.
Ia menilai kepemilikan SBN menjaga modal investor aman sekaligus mendapat kupon bunga. Apabila investor panik, mereka kemungkinan mencairkan dana investasi dan menjual produknya. Pasalnya, penjualan produk investasi terkena pajak penjualan dan biaya lainnya.
“Untuk bisa tahan terhadap situasi resesi, kita memastikan pilihan investasi terdiversifikasi dengan baik. Lebih baik jangan pegang satu jenis investasi, tapi justru beberapa investasi dengan risiko berbeda-beda,” tandas Mike.
Mike menekankan, menjaga uang tunai sebagai dana darurat adalah prioritas dalam mengantisipasi dampak resesi ekonomi. Setidaknya saat resesi ekonomi terjadi, masyarakat mesti memiliki 6 – 12 kali dari total pengeluaran keluarga per bulan.
ADVERTISEMENT
“Pilih investasi yang terdaftar dan diawasi OJK, keamanan ketika membeli. Biasanya kalau terjadi resesi, harga investasi termasuk Rupiah bergejolak,” lanjutnya.