Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Anggaran Belanja Prabowo-Gibran Kurang Rp 300 T buat Genjot Pertumbuhan Ekonomi
9 Oktober 2024 12:41 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo , Drajad Wibowo, mengatakan anggaran belanja pemerintah di 2025 belum cukup untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang signifikan dalam jangka panjang.
ADVERTISEMENT
"Yang disiapkan oleh Kementerian Keuangan sekarang itu kan untuk belanja negara Rp 3.621,3 triliun. Itu hitungan kami kalau untuk ngejar 8 persen nanti suatu saat, itu gak cukup," kata Drajad dalam acara Katadata Indonesia Future Policy Dialogue, di Hotel Le Meridien Jakarta, Rabu (9/10).
Drajad mengatakan, ekonomi Indonesia harus tumbuh minimal 5,8 persen hingga 5,9 persen di 2025. Untuk mengejar ambisi pertumbuhan ekonomi Prabowo 8 persen.
Drajad menyebut, Prabowo-Gibran kekurangan anggaran hingga Rp 300 triliun. Tantangan terbesar, menurutnya, adalah mencari sumber pendapatan yang cukup untuk menutup kekurangan tersebut, sementara porsi anggaran untuk pembayaran utang (debt service) sudah sangat besar.
Dalam perhitungannya, total pendapatan negara di 2025 ditargetkan sebesar Rp 3.005 triliun. Sekitar 45 persen atau sekitar Rp 1.353 triliun dialokasikan untuk pembayaran pokok dan bunga utang.
ADVERTISEMENT
"Jadi, 45 persen of total state revenue goes to debt services. Pokok maupun bunga. Di mana ruang fiskalnya?" kata dia.
Untuk memperbaiki kondisi ini, Drajad menekankan pentingnya transformasi dalam pengelolaan fiskal melalui Badan Perencanaan Nasional (BPN). Namun, transformasi tersebut tidak hanya sebatas pada aspek teknis, melainkan juga harus mencakup tiga elemen penting, yaitu transformasi kelembagaan, teknologi, dan kultur.
"Ini yang belum banyak kita diskusikan. Itu harus mengandung 3 unsur transformasi. Pertama, transformasi kelembagaan. Kedua, transformasi teknologi. Yang ketiga, transformasi kultur. Ini yang paling susah," katanya.