Anker Protes Tarif KRL Orang Kaya dan Miskin Beda, Minta Jokowi Tegur Menhub

30 Desember 2022 13:23 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Calon penumpang menunggu KRL di Stasiun Manggarai, Jakarta pada Senin (26/12).  Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Calon penumpang menunggu KRL di Stasiun Manggarai, Jakarta pada Senin (26/12). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Anak kereta alias anker yang tergabung dalam Komunitas Pengguna KRL Jabodetabek (KRL Mania) meminta Presiden Jokowi menegur Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Ini menyusul rencana kebijakan untuk membedakan tarif kereta rel listrik (KRL) Commuter Line antara pengguna kategori kaya dan miskin.
ADVERTISEMENT
"Apalagi saat ini Presiden sedang mengevaluasi kinerja menteri dan merencanakan reshuffle." ujar Koordinator KRL Mania Nurcahyo dalam keterangan resmi, Jumat (30/12).
Menurut KRL Mania, pengguna KRL dan angkutan umum massal lainnya sebenarnya adalah pahlawan transportasi, anggaran, dan iklim.
Pertama, sambungnya, pengguna KRL adalah mereka yang rela menggunakan angkutan umum untuk memperlancar jalan di Jabodetabek. Sebagian pengguna memilih meninggalkan kenyamanan kendaraan pribadi, dan berdesakan di KRL.
Kedua, penggunaan transportasi massal seperti KRL mengurangi melonjaknya BBM Subsidi dan Kompensasi, yang tahun ini saja dianggarkan lebih Rp 260 triliun.
"Dapat dibayangkan lonjakan APBN jika pengguna KRL sejumlah sekitar 800 ribu beralih menggunakan kendaraan pribadi, serta mengisi Pertalite dan Biosolar subsidi," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Ketiga, mengurangi emisi karbon di Jabodetabek. Menurut data, total emisi karbon dari sektor Transportasi di Jakarta saja mencapai 182 juta ton. Pemakaian 1 liter mobil bensin mengeluarkan emisi sekitar 2,3 kg karbon.
Alasan lain adalah, praktik pembedaan tarif akan menyebabkan kerumitan. Selain kriteria yang tidak jelas, dapat terjadi kekacauan karena ada yang merasa berhak untuk duduk atau perlakuan lebih lain. Akan ada keributan antara 'kaya' dan 'miskin', yang diakibatkan kebijakan tersebut.
"Karena itu kalau ada masalah terhadap besaran subsidi KRL Jabodetabek, sebaiknya Menteri Perhubungan mengusulkan pengalihan subsidi dan kompensasi BBM saja. Kalau tidak, Presiden dapat mempertimbangkan pengganti yang lebih memiliki keberpihakan terhadap transportasi massal, APBN, dan iklim," tuturnya.