Apa Itu Transisi Energi? Ini Pengertian, Pelaksanaan, dan Pendukungnya

4 September 2024 14:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas membersihkan panel Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) on grid Selong kapasitas 7 MWp yang dioperasikan Vena Energy di Kelurahan Geres, Kecamatan Labuhan Haji, Selong, Lombok Timur, NTB, Senin (15/7/2024).  Foto: Ahmad Subaidi/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Petugas membersihkan panel Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) on grid Selong kapasitas 7 MWp yang dioperasikan Vena Energy di Kelurahan Geres, Kecamatan Labuhan Haji, Selong, Lombok Timur, NTB, Senin (15/7/2024). Foto: Ahmad Subaidi/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Transisi energi adalah kebijakan yang memungkinkan suatu negara melakukan peralihan menuju energi ramah lingkungan. Dengan begitu, semua pihak bisa berkontribusi dalam menjaga bumi dari kerusakan dan pemanasan global.
ADVERTISEMENT
Dijelaskan dalam buku Monograf Transisi Energi Terbarukan untuk Pembangunan Berkelanjutan karya Lilies Setiartiti (2021), implementasi transisi energi telah menjadi komitmen kuat negara-negara G20. Melalui komitmen ini, mereka bertekad untuk memastikan ketahanan energi tetap terjaga dan pertumbuhan ekonomi tidak terganggu sama sekali.
Namun dalam pelaksanaannya, pemerintah kerap dihadapkan dengan sejumlah tantangan. Terlebih di Indonesia, buangan karbon dan gas rumah kaca yang dihasilkan sudah menyentuh angka yang memprihatinkan.
Maka, kebijakan transisi energi harus dibarengi dengan komitmen untuk memperbaiki iklim di muka bumi. Bagaimana mekanisme pelaksanaan yang tepat? Simak penjelasan selengkapnya dalam artikel berikut.

Mekanisme Pelaksanaan Transisi Energi

Karyawan melakukan pengecekan panel surya di atap gedung utama kantor SBI Pabrik Tuban, Jawa Timur. Pengecekan ini sebagai implementasi penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) untuk mencapai target dekarbonisasi. Foto: Media SIG
Pada dasarnya, kebijakan transisi energi dilatarbelakangi oleh masalah penggunaan energi fosil yang berlebihan. Alhasil, hal tersebut berdampak pada meningkatnya risiko perubahan iklim.
ADVERTISEMENT
Untuk mengatasinya, sejumlah negara, termasuk Indonesia, berkomitmen untuk menerapkan kebijakan net-zero emission pada tahun 2050. Sebelum benar-benar diterapkan, penting bagi mereka untuk mulai mempersiapkan transisi energi bersih.
Mengutip laman Kementerian ESDM, aksi utama yang bisa dilakukan untuk mewujudkan misi tersebut, yaitu dengan mengoptimalkan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT). Kemudian, mulai mengurangi penggunaan pembangkit berbasis fosil seperti gas bumi, nuklir, batu bara, minyak bumi, dan lain-lain.
Terakhir, pemerintah perlu menerapkan kebijakan yang bisa menekan jumlah kendaraan berbahan bakar minyak di jalanan. Sebagai gantinya, pemerintah bisa mulai mengampanyekan kendaraan listrik dan biofuel.
Karena sektor energi berkontribusi secara signifikan terhadap emisi, maka kebijakan transisi energi pun perlu diimplementasikan dengan segera. Sumber energi dan teknologi yang rendah karbon perlu diutamakan dari aspek lainnya.
ADVERTISEMENT

Pendukung Kebijakan Transisi Energi

Petugas saat berdiskusi di lokasi PLTA Jatigede, Sumedang, Jawa Barat, Selasa (3/9). Foto: Argya D. Maheswara/Kumparan
Demi mewujudkan misi net-zero emission dan memaksimalkan pemanfaatan EBT, dibutuhkan garda terdepan yang bisa mendukung pelaksanaan kebijakan transisi energi, khususnya dari lembaga pemerintahan terkait.
Kementerian ESDM, khususnya Dirjen EBTKE, memiliki pengaruh kuat dalam hal ini. Sebagai bentuk pengembangan kebijakan, Kementerian ESDM bersama dengan Bappenas dan Dewan Energi Nasional, bertugas mengawal pengembangan sektor energi baru dan terbarukan di Indonesia.
Kemudian, lembaga parlemen juga bertugas membuat undang-undang yang relevan dengan implementasi transisi energi. Tentu, lembaga parlemen dibantu oleh badan-badan eksekutif. Mereka berkolaborasi dalam menyediakan dokumen teknis yang dapat mendukung kebijakan.
Sementara pemerintah daerah memiliki pengaruh kuat untuk menciptakan lingkungan yang kondusif terhadap pembangunan energi baru dan terbarukan. Lalu, ada juga lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bisa mendukung keberhasilan kebijakan tersebut dengan caranya sendiri.
ADVERTISEMENT
Ragam konten berkualitas dan inklusif tentang inisiatif individu, komunitas, dan pemangku kepentingan untuk mendorong terciptanya bumi berkelanjutan hanya di kumparan.com/greeninitiative