Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
“Pesawat ini telah diproduksi dengan mengedepankan TKDN, sehingga hasil karya dalam negeri ini tentu mendukung pengembangan konektivitas darat dan laut di indonesia,” kata Deputi Ayodhia dalam keterangan resmi, Sabtu (13/11).
Fleksibilitas yang dimiliki pesawat ini mampu mencakup darat, danau dan sungai besar, hingga teluk dan laut. Selain itu, amphiport (airport untuk pesawat amphibi) dapat dibangun dengan lebih mudah dan murah dibandingkan dengan airport pada umumnya.
ADVERTISEMENT
“Pesawat ini mampu dimanfaatkan untuk berbagai sektor, seperti layanan pariwisata, layanan perjalanan dinas pemerintahan, oil and gas company, layanan kesehatan masyarakat, SAR dan penanggulangan bencana, dan pengawasan wilayah Maritim,” ungkap Batara Silaban, Direktur Produksi PTDI.
Di Indonesia, potensi market terbesar berada di bidang pariwisata. Pesawat ini tentunya juga mampu mengakomodir Pulau-pulau 3T (Terluar, Tertinggal, Terdepan) yang tersebar di Indonesia.
Berbagai wilayah di Indonesia pun cukup berpotensi untuk menggunakan pesawat ini, seperti Danau Toba, Pulau Bawah Kepri, Pulau Derawan Kaltim, Raja Ampat, Wakatobi, dan Pulau Moyo. Potensi pasar yang besar juga terlihat khususnya di Asia Pasifik. Kini, ada 150 unit pesawat aktif dan 45 persen dari total populasi tersebut telah memasuki masa penuaan.
ADVERTISEMENT
“Jika sesuai dengan linimasa yang ada, pesawat ini diperkirakan dapat melaksanakan penerbangan pertamanya di tahun 2023,” ungkap Batara.
Pesawat ini memiliki kecepatan hingga 296 Km per jam pada ketinggian maksimal 10.000 kaki. Dengan beban 1.560 Kg, pesawat mampu menempuh jarak hingga 231 Km. Take-off untuk ketinggian 35 kaki dari darat membutuhkan jarak 500 meter, sedangkan dari air, ia membutuhkan jarak hingga 1.400 meter. Kemudian untuk landing dari ketinggian 50 kaki, ia membutuhkan jarak 590 meter untuk di darat, dan 760 meter untuk di laut.
“Maximum Take-Off Weight pesawat ini mencapai 7.030 Kg dengan maximum landing weight 6.940 Kg, dengan total kapasitas bahan bakar 1.600 Kg,” ungkap Batara.
Dalam menyempurnakan pesawat ini, berbagai Kementerian Lembaga berkolaborasi turut andil di dalamnya. Kementerian Perhubungan, LAPAN, BPPT, dan PTDI bahu membahu memaksimalkan pengembangan pesawat ini.
ADVERTISEMENT
Permasalahan utama yang dihadapi dalam pengembangan pesawat N219 Amphibi ini khususnya dalam hal penganggaran. Dalam perencanaan pengembangan sampai tahun 2024, anggaran tersebut dialokasikan melalui LAPAN dan BPPT. Tetapi dengan adanya perubahan organisasi, LAPAN dan BPPT masuk ke dalam organisasi BRIN, mempengaruhi perencanaan pengembangan yang sudah ditetapkan sampai tahun 2024 tersebut.
Selain itu ada permasalahan lain seperti tingkat korosif yang tinggi karena mendarat di laut. Kemenko Marves meminta PTDI menginventarisasikan berbagai problematika yang ada, “Kami harap nantinya ada pertemuan lanjut antara PTDI dan berbagai pihak, baik dengan BRIN, Kementerian Perhubungan, Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN,” ungkap Firdausi Manti, Asdep Industri Maritim dan Transportasi Kemenko Marves.