Apindo Minta Dialog soal Cuti Melahirkan 6 Bulan, Sebut Bisa Bebani Dunia Usaha

6 Juni 2024 11:12 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta W. Kamdani memberikan keterangan saat konferensi pers terkait iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) di Jakarta, Jumat (31/5/2024).  Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta W. Kamdani memberikan keterangan saat konferensi pers terkait iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) di Jakarta, Jumat (31/5/2024). Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
ADVERTISEMENT
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) buka suara mengenai pengesahan Undang-Undang (UU) tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) Pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan, yang berisi ketentuan ibu bekerja bisa cuti melahirkan hingga 6 bulan.
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Apindo, Shinta W. Kamdani, menuturkan pada dasarnya asosiasi pengusaha mendukung upaya pemerintah menjamin kesejahteraan ibu dan anak, terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan.
"Hal ini juga sesuai dengan program Apindo dalam berpartisipasi dalam menurunkan prevalensi stunting," kata Shinta dalam keterangan tertulis dikutip Kamis (6/6).
Menurut dia, UU KIA FHPK yang beredar mengatur 2 (dua) ketentuan cuti bagi Ibu hamil dan suami yang mendampingi istri selama masa persalinan. Pertama setiap Ibu berhak mendapat cuti selama 3 bulan pertama dan ditambah 3 bulan berikutnya jika terdapat kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.
Kedua, kewajiban suami untuk mendampingi istri selama masa persalinan dengan pemberian hak cuti selama 2 hari dan dapat diberikan tambahan 3 hari berikutnya atau sesuai kesepakatan pemberi kerja.
ADVERTISEMENT
Menurut Shinta, perlu kejelasan mengenai indikator kondisi khusus yang dimaksud agar tidak multitafsir dalam penerapannya. Termasuk pengaturan tentang dokter spesialis yang menjadi rujukan bagi Ibu hamil atau melahirkan.
Menurut Shinta, ketentuan yang sama diatur dalam UU No.13/2003, di antaranya pasal 82 mengamanatkan bahwa pekerja perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan.
Sementara pasal 93 ayat (4) huruf e, menyatakan suami yang mendampingi istri yang melahirkan atau keguguran kandungan mendapatkan cuti selama 2 hari.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta W. Kamdani memberikan keterangan saat konferensi pers terkait iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) di Jakarta, Jumat (31/5/2024). Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Sampai saat ini, Shinta melanjutkan, Indonesia masih menghadapi masalah rendahnya tingkat produktivitas. Berdasarkan Human Capital Index tahun 2022 secara global Indonesia berada di peringkat 96 dari 174 negara. Belum lagi competitiveness index Indonesia juga masih rendah.
ADVERTISEMENT
Demikian pula kita menghadapi permasalahan rendahnya Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). Menurut Shinta, data BPS tahun 2023 melaporkan TPAK Perempuan 60,18 persen, jauh lebih kecil dari pada laki-laki yang mencapai angka 86,97 persen.
"Ketentuan baru yang diatur dalam UU KIA FHKP berpotensi menambah beban baru bagi dunia usaha. Oleh karena itu, dibutuhkan dialog sosial yang efektif antara pekerja dan pengusaha serta kebijakan mengenai cuti melahirkan yang sudah disepakati di dalam PP/ PKB di perusahaan masing-masing agar tetap menjadi acuan bersama sepanjang belum di ubah," ujarnya.
Menurut Shinta, hal tersebut diperlukan agar ketentuan baru tersebut dapat mencapai tujuan terciptanya perlindungan pekerja perempuan dan keberlangsungan dunia usaha.
Selain itu, kata dia, dibutuhkan juga peran pemerintah dalam penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dengan peningkatan ketersediaan dan kualitas pelayanan kesehatan primer melalui fasilitas Puskesmas dan peningkatan pelayanan pemerintah terhadap Pelayanan Poliklinik Swasta, yang didukung dengan fasilitas pelayanan lanjut Rumah Sakit Pemerintah maupun Swasta.
ADVERTISEMENT